Minggu, 29 November 2009

एक्स्पोर उदंग एक्स्पोर Indonesia udang

Sekarang Indonesia melakukan impor udang, selain melakukan ekspor udang....jika dilakukan penelitian tentang perdagangan udang Indonesia, maka harus dilakukan dengan analisis persamaan simultan,,karena telah terjadi ekspor dan impor'
Ekspor perikanan kita turun,,,

Jumat, 20 November 2009

फाक्टर-फाक्टर दया तारिक pasar

Ukuran,Potensi pasar,Tingkat pertumbuhan pasar, tahap dalam daur hidup, perbedaan penawaran kompetitif, kesetiaan/kepuasan konsumen,elastisitas harga, kekuatan tawar menawar pelanggan, siklus musiman dari permintaan, intensitas investasi, kapasitas industri, kemampuan menembus dampak inflasi, hambatan untuk masuk/keluar, akses ke bahan mentah, struktur industri, tantangan substitusi, differensiasi produk, dan kekuatan pesaing industri.
Pemilihan daya tarik pasar dan Faktor-faktor kekuatan bisnis.
Semuanya membangun analisis peluang. Penilaiannya berdasarkan informasi dari analisis lingkungan, segmen konsumen, situasi persaingan, dan estimasi potensi pasar.

Faktor yang mendasari daya tarik pasar, yaitu faktor pasar, faktor ekonomi dan teknologi,faktor persaingan dan faktor lingkungan.

Faktor-faktor yang mendasari posisi kompetitif/kekuatan bisnis adalah faktor posisi pasar, faktor ekonomi dan teknologi, faktor kemampuan, dan faktor interaksi antar pasar sasaran berganda.

Minggu, 15 November 2009

Bab 8 Exim

Bab VIII.
PARA PELAKSANA PERDAGANGAN INTERNASIONAL
1. Kelompok Pelaksana
Para pelaksana dalam perdagangan Internasional, dalam arti kata pelaksana impor-ekspor dapat dibagi dalam 5 (lima) kelompok sebagai berikut :
a. Kelompok Indentor.
b. Kelompok Importir.
c. Kelompok Promosi.
d. Kelampok Eksportir.
e. Kelompok Pendukung.
a. Kelompok Indentor
Sebagaimana telah dikemukakan, bilamana kebutuhan atas suatu barang belum dapat dipenuhi dan produksi dalam negeri, maka terpaksa diimpor dan luar negeri. Di antara barang-barang kebutuhan itu ada yang diimpor untuk konsumsi sendiri dan adakalanya untuk dijual kembali. Perlu dikemukakan bahwa tidak semua peminat barang impor ini melaksanakan impornya sendiri langsung dan Juar negeri, tapi malah sebagian besar pelaksanaan impor itu mereka serahkan pada perusahaan yang sudah biasa mengimpor jenis barang yang dibutuhkan itu. Tegasnya adalah bahwa para peminat ini menempatkan pesanan (mengindent) kepada importir yang sudah biasa. Para indentor ini pada umumnya terdiri dari :
1. Para pemakai langsung
Kontraktor minyak dan Amerika sudah biasa memesan makanan dan minuman kaleng langsung dan negerinya, yang diimpor untuk kebutuhan konsumsi tenaga asing yang bekenja di Indonesia. Begitu pula pabrik-pabrik sering mengiindent suku cadang yang dibutuhkan ke luar negeri.
2. Para Pedagang
Pengusaha toko yang ada di Glodog dan Pasar Lindeteves, para grosir di Pasar Pagi dan departemen store (pasar raya) seperti Sarinah’ Jaya, Ratu Plaza dan lainlain, biasanya melakukan indent.
3. Para pengusaha perkebunan, industriawan dan instansi pemerintah
Kebanyakan para pengusaha industni dan perkebunan serta Instansi Pemeriitah dalam memenuhi kebutuhan barang impor, biasanya menempatkan indent pada para importir, mengadakan kontrak-pengadaan barang impor, ataupun menunjuk importir sebagai handling importers mereka.
Dalam menyusun dan menandatangani kontrak indent antara indentor dan importir, kedua belah pihak seyogyanya sangat berhati-hati. Dalam praktek tidak jarang kontrakindent membawa kericuhan, dan bahkan seringkali dijadikan alat mampulasi impor, baik oleh indentor maupun oleh importir. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan contoh sebagai beri.kut :
“Seorang indentor meminta kepada suatu importir untuk juengimpor 50.000 yards bahan celana wool, senilai USS 500.000. Indentor ini memberitahukan nama dan ala- mat pensuplai di luar negeri di mana L/C harus dibuka. Selain dan itu Indentor juga bersedia membayar uang muka indent kepada importir pada saat penandatanganan kontrak sebesar 20 X USS 500.000 = USS 100.000, dalam mata uang rupiah senilai 100.000 x Rp. 1.000, = Rp. 100.000.000, Importir dengan uang muka sebesar Rp. 100.000.000,- dan indentor merasa aman, sebab secara teontis hampir tidak ada resiko bagi importir dalam transaksi ini. Dengan dana sebesar 20% dan indentor, maka importir membuka L/C pada pensuplai yang disarankan indentor senilai US S. 500.000 = (senilai Rp. 500.000.000,-). Pensuplai yang menerima L/C dan importir segera rnengirimkan barang sesuai (conform) dengan spesifikasi yang diminta oleh importir dalam 1./C dan kemudian menguangkan shipping-document dengan banknya. Dengan demikian selesailah tugas pensuplai yaitu di satu pihak mengirim barang yang dipesan importir, dan di lain pihak, menerima pembayaran sebesar USS. 500.000.
Setelah shipping-document sampai kepada bank yang membuka L/C, maka biasanya importir diminta untuk menebus shipping-document dengan melunasi sisa 1./C sebesar 80%. Pada saat itu biasanya importir membayar lebih dulu nilai lawan 80% itu ditambah biaya dan komisi bank. Kemudian bila importir telah menerima shipping-document dan bank, barulah importir membuat perhitungan dengan indentor dan menagih indentor untuk melunasi nilai kontrak-indent.
Saat itu merupakan saat kritis bagi importir. Bila indentor bukanlah seorang yang bonafide, maka dengan berbagai alasan dia akan mengatakan tak dapat menebus barang yang dipesannya, karena kesulitan dana, dan terserah pada importir mengenai nasib barang yang diimpor itu selanjutnya. Biasanya importir mengancam akan menganggap uang muka 20% sebagai uang hilang bila indentor tak bersedia menyetor sisa 80%. Biasanya indentor semacam ini, tak perduli dan bahkan segera setelak indentor tahu bahwa importir telah membuka L/C biasanya indentor semacam mi takkan muncul-muncul lai di kantor importir.
Apa sebab demikian ….. ? tak lain karena indentor semacam ini sesungguhnya hanya penipu biasa yang memanfaatkan kelengahan importir. Barang yang dikirim nilai sebenarnya tak lebih dan misalnya USS 1 50.000, di over invoicing menjadi US$ 500.000,- sedangkan pensuplai di luar negeri, sesungguhnya adalah komplotan dan indentor sendiri, yang bekerja sarni untuk menipu importir. Dan transaksi fiktif di atas dapat kita hitung keuntungan hasil penipuan ini bagi indentor dan pensuplai komplotannya sebagai berikut :

Hasil negosiasi L/C USS 500.000.
NiLi barang sebenarnya (-/-) US$ 150.000.
Sisa keuntungan US$ 350.000.
Uang muka indent 20% (-/-) USS 100.000.
Untung bersih (Identor + pensuplai) USS 250.000.
b. Kelompok Importir
Dalam perdagangan Internasional, importir memikul tanggung jawab kontraktual atas terlaksananya dengan baik barang yang diimpor. Hal ini berarti importir memikul resiko atas segala sesuatu mengenai barang yang diimpor baik risiko kerugian, kerusakan, keterlambatan dan barang yang dipesan, termasuk risiko penipuan dan manipulasi. Karenanya, sebagaiknya importir berhati-hati dalam menyusun kontrak, dalam menilai indentor, dan pensuplai serta dalam mengambil tindakan pengamanan atas risiko kerugian, seperti dalam penentuan persyaratan asuransi,pengangkatan surveyor, dalam penentuan perusahaan jasa trarisportasi, angkutan dan lain sebagainya.
Tanggung jawab importir semacam ini tidak hanya untuk barang-barang yang diimpor sebagai mata dagangannya sendiri, tapi juga termasuk barang-barang yang diimpor atas dasar indent, inaupun barang-barang atas dasar penunjukan sehagai handling importer, kecuali dengan tegas di dalam kontrak, sebagian tanggung jawabnya, atau meinang tanggung jawabnya itu telah dilimpahkan pada badan usaha lain. Pelimpahan ini misalnya kerusakan dan kerugian dilimpahkan pada maskapai asuransi. Penelitian kuantum dan mutu dilimpahkan pada perusahaan Sworn Surveyor : pengangkutan dilimpahkan pada usaha jasa transportasi dan sebagainya.
Para Importir ini pada umumnya terdiri dari :
1. Pengusaha-Impor
Pengusaha-impor, atau lazim disehut dengan Import - Merchant adalah badan usaha yang diberi ijin oleh pemerintah dalam bentuk TAPPI (Tanda Pengenal Pengakuan Importir) untuk mengimpor barang yang khusus disebut dalam ijin tersebut, dan tidak berlaku untuk barang lain di luar yang disebut dalam TAPPI tersebut.

2. Approved Importer (Approved Traders)
Yang dimaksud dengan Approved Importer atau lebih dikenal dengan istilah Approved Trader, sesungguhnya hanyalah pengusaha impor biasa yang secara khusus diistimewakan oleh pemerintah Cq Departemen Perdagangan untuk mengimpor komoditi tertentu untuk tujuan tertentu pula yang dipandang perlu oleh pemerintah. Approved Importers ini rnisalnya importir cengkeh. importir bahan baku plastik, importir gandum dan lain-lain.


3. Importir Terbatas
Untuk memudahkan perusahaan-perusahaan yang didirikan dalam rangka UU-PMA/PMDN maka pemerinah telah memberikan ijin khusus pada perusahaan PMA dan PMDN untuk mengimpor mesin-mesin dan bahan baku yang diperlukannya sendiri (bukan untuk diperdagangkan). Ijin ini diberikan dalam bentuk APIT (Angka Pengenal Importir Terbatas), dikeluarkan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) atas nama Menteri Perdagangan.
4. Importir Umum
Perusahaan impor yang khusus mengimpor aneka matadagangan dapat memperoleh kedudukan sebagai Importir umum atau lazim disebut General Importir. Perusahaan yang biasanya memperoleh status sebagai importir umum ini kebanyakan hanyalah Pesero Niaga atau perusahaan dagang Negara yang lazirn juga disebut sebagai Trading House atau Wisma Dagang yang mengimpor harang-barang mulai dari barang kelontong sampai instalasi lengkap suatu pabrik.
5. Sole Agent Importer
Perusahaan asing yang berminat memasarkan hasil produksinya di Indonesia seringkali mengangkat perusahaan setempat sehagai Kantor Perwakilannya atau menunjuk suatu Agen Tunggal yang akan mengimpor hasil produksinya ke Indonesia. Alat-alat besar dan kendaraan bermotor serta barang elektrik, elektronik dan komputer umurnnya mempunyai sole agent yang bertugas mengimpor me sin dan suku cadangnya dan negara asalnya.





c. Kelompok Promosi
Sebagaimana dimaklumi, dewasa ini masalah Perdagangan Luar Negeri sudah merupakan bagian yang tak dapat lagi dipisahkan dan masalah ekonomi nasional seluruhnya. Karenanya masalah impor maupun ekspor tidak lagi terbatas menjadi masalah importir maupun eksportir, tapi telah menjadi masalah pemerintah dan masyarakat umumnya.
Merosotnya devisa dan minyak bumi telah memaksa kita berpaling kembali pada sumber devisa non migas yang terdiri dan komoditi tradisional, hasil industri dan pariwisata yang memerlukan penjajakan, rintisan dan promosi di luar negeri. Penjajakan, rintisan dan promosi ini tidak saja dilakukan para eksportir tetapijuga badan-badan khusus serta oleh aparatur pemerintah sendiri.
Kelompok promosi mi pada umumnya terdiri dari :
1. Kantor Perwakilan dan produsen atau eksportir asing di negara konsumen atau importir.
2. Kantor perwakilan Kamar Dagang dan Industri yang ada di luar negeri maupun yang ada di dalam negeri.
3. Misi perdagangan dan pameran dagang internasional (trade fair) yang senantiasa diadakan di pusat perdagangan dunia seperti Jakarta Fair, Tokyo Fair, Leipzig Fair, Honnover Fair dan sebagainya.
4. Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) - suatu instansi yang khusus didirikan Departemen Perdagangan untuk melakukan kegiatan pengembangan dan promosi komoditi Indonesia ke luar negeri, serta badan usaha seperti Indonesia Trade Centre yang didinkan di luar negeri seperti New York, London, Jeddah dan lain-lain.
5. Kantor Bank Devisa di dalam maupun di luar negeri.
6. Atase Perdagangan dan Trade Commisioner, ataupun Bagian Ekonomi dan tiap kedutaan di luar negeri.
7. Majalah Dagang dan Industri ataupun Trade Directories termasuk lembaran kuning Buku Petunjuk Telepon merupakan sarana promosi yang lazim pula.
8. Brosur dan leaflet yang dibuat oleh masing-masing pengusaha ekspor termasuk price list yang dikirim dengan cuma-cuma pada setiap peminat.
d. Kelompok Eksportir
Kalau importir dengan kata lain disebut pembeli (Buyer) maka eksportir lazim pula disebut sebagai penjual (Seller) ataupun juga sebagai pensuplai (pemasok) atau supplier.
Antara kedua kelompok inilah sesungguhnya terjadi ikatan kontrak perdagangan Internasional. Kedua kelompok inilah, importir dan eksportir yang merupakan pelaku utama peragangan internasional.


Para eksportir ini pada umumnya terdiri dari :
1. Produsen - Eksportir
Para Produsen yang sebagian hasil produksmya memang diperuntukkan untuk pasar juar negeri, yang ekspornya diurus sendiri oleh produsen bersangkutan. Produsen semacam ini Iazim disebut sebagai produsen eksportir.
2. Confirming House
Banyak perusahaan asing mendirikan kantor cabangnya nya atau bekerja sama dengan warga setempat mendirikan anak perusahaan (sistem - company) atau Subsidiary - company di dalam negeri. Kantor cabang atau anak perusahaan yang semacam ini bekerja atas perintah dan untuk kepentingan kantor induknya atau untuk kepentingan konsumen di negara asalnya dengan memperoleh komisi atau pun keuntungan. Badan usaha semacam ii disebut dengan Confirming House, atau Export Commission House ataupun Export-Indent House. Kantor Cabang atau anak perusahaan asmg yang bekerja semacam ini, biasanya melakukan usaha pengumpulan, sortasi, up-grading dan pengepakan ekspor (export-packing) dan komoditi lokal seperti karet rakyat, singkong-gaplek-tapioka, kopi dan sebagainya.
Bila komoditi itu telah siap ekspor (ready for export) maka kantor cabang atau anak perusahaan itupun bertindak sebagai eksportir. Dengan nngkas dapat dikatakan bahwa Confirming House mi adalah perusahaan lokal (setempat) yang didirikan sesuai dengan perundang-undangan dan hukum setempat tapi bekenja untuk dan atas perintah kantor induknya yang berada di luar negeni. Sebagaimana kita ketahui banyak perusahaan di Indonesia yang mempunyai kantor induk di Singapore, Hongkong maupun Taiwan.
3. Pedagang Ekspor (Export-Merchant)
Pedagang ekspor atau lazim disebut dengan Export Merchant adalah badan usaha yang diberi ijin pemerintah dalam bentuk Surat Pengakuan Eksportir dan diberi kartu Angka Pengenal Ekspor (APE) dan diperkenankan melaksanakan ekspor komoditi yang dicantumkan dalam Surat Pengakuan itu. Bila Confirming House bekerja atas perintah dan untuk kepentingan konsumen yaitu kantor induknya sendiri yang ada di luar negeri, maka Export-Merchant lebih banyak bekerja untuk dan atas kepentingan dan produsen dalam negeri yang diwakilinya.
4. Agen Ekspor (Export-Agent)
Bilamana hubungan antara Export-Merchant dengan produsen, tidak hanya sebagai rekanan biasa, tapi sudah meningkat dengan suatu ikatan perjanjian keagenan, maka dalam hal ini Export Merchant itu juga disebut Sebagai Export-Agent.
5. Wisma Dagang (Trading House)
Bila suatu perusahaan atau eksportir dapat mengembangkan ekspornya tidak lagi terbatas pada satu atau dua komoditi, tapi sudah aneka komoditi maka eksportir demikian mendapat status sebagai General-Exporters atau Eksportir Umum. Di negara yang maju dan di Negara yang menerapkan prinsip spesialisasi antara sektor produksi industn dengan dagang seperti Korea dan Jepang, maka perusahaan ekspor yang mampu mengekspor minimum 5 (lima) jenis komoditi dalam nilai valuta tertentu misalnya minimum US$ 1 Juta setahun untuk masing-masing komoditi, diberikan fasilitas dan status sebagai general exporters.
Perusahaan yang mempunyai status general exporters dan sekaligus juga mempunyai status general importers inilah yang lazim disebut dengan Trading House atau Wisma Dagang. Jadi Wisma Dagang adalah suatu perusahaan Import Export yang besar yang dapat mengimpor dan mengekspor aneka komoditi dan mempunyai jaringan pemasaran dan kantor perwakilan di pusat-pusat perdagangan dunia, dan memperoleh fasiitas tertentu dan pemerintah baik dalam bentuk fasilitas Perbankan maupun dalam bidang Perpajakan.
e. Kelompok Pendukung
Seperti telah diutarakan Importir dan Eksportir merupakan pelaksana utama dalam perdagangan internasional. Namun di samping itu terdapat pula badan usaha lain yang mempunyai peranan yang besar pula dalam menunjang serta menjamiii kelancaran pelaksanaan impor maupun ekspor itu secara keseluruhannya. Di antara kelompok pendukung ini terdapat :
1. Bank-bank Devisa
Bank Devisa merupakan kelompok pendukung yang memberikan jasa perkreditan, baik dalam bentuk kredit ekspor maupun sebagai uang muka jaminan L/C impor. Di samping itu Bank Devisa juga sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pembukaan IJC impor, penerimaan L/C ekspor, penyampaian dokumen pengapalan maupun dalam negosiasi dokumen pengapalan itu. Bank juga sangat berguna sebagai peneliti keaslian dokumen pengapalan dan dalam verifikasi jenis dan isi masing-masing dokumen pengapalan.
2. Badan-Usaha Transportasi
Dengan berkembangnya ekspor dan juga dengan adanya perombakan dalam bidang angkutan baik di darat, laut maupun udara, khususnya dengan munculnya perpetikemasan (Containerization), maka muncul usaha jasa baru dalam transportasi yang lazim dikenal dengan freight forwarder atau forwarding agent.
Tugas freight forwarder ini lebih luas dan tugas EMKL, EMKU atau EMKA (Ekspedisi Muatan Kapal Laut/Udara/Kereta Api) yang kita kenal. Tugas itu dapat meliputi mulai dan pengumpulan muatan, menyelenggarakan pengepakan sampai membukukan muatan aneka wahana yang biasa diperdagangkan (negotiable).
3. Maskapai-Pelayaran
Perusahaan pelayaran masih memegang hegemoni dalam bidang angkutan internasional sekalipun angkutan melalui udara dan darat cukup berkembang pula baik dalam jasa angkutan penumpang maupun barang. Hambatan dalam bidang angkutan ini akan sangat mempengaruhi Perdagangan internasional.
4. Maskapai Asuransi
Risiko atas barang baik di darat maupun di laut tak mungkin dipikul sendiri oleh para eksportir maupun importir. Dalarn hal mi Maskapai Asuransi memegang peranan yang tak dapat diabaikan dalam merumuskan persyaratan kontrak perdagangan internasional yang dapat menjamin risiko yang terkecil dalam tiap transaksi itu.
5. Kantor Perwakilan/Kedutaan
Selain untuk membantu promosi, Kantor Kedutaan di luar negeri dapat pula mengeluarkan dokumen legalitas seperti onsuler-Invoice yang berfungsi mengecek dan mensahkan pengapalan suatu barang dan negara tertentu.

6. Surveyor
Sebagaimana dimaklumi pada umumnya importir dan eksportir berada dalam jarak yang berjauhan dalarn arti geografis sehingga bonafiditas dan integritas masing-masing kurang dapat diketahui. Karena itu diperlukan pihak ketiga yang netral dan obyektif dapat memberikan kesaksian atas mutu, jenis, kuantum, keaslian, kondisi (baru atau second hand) harga, nomor Pos (‘CCN dan tarif bea dan komoditi atau produk yang diperdagangkan. Dalam hal ini dapat dirasakan betapa pentingnya peranan yang dijalankan oleh badan usaha/juru periksa, atau juru timbang yang disumpah (Sworn Surveyor / Sworn-Measurer / Weigher) dalam perdagangan Internasional.
Dewasa ini dapat dilihat bahwa juru periksa ini, tidak saja penting untuk mengecek bonafiditas eksportir maupun importir bahkan pemerintah telah memanfaatkan pula Juru Periksa ini untuk mengamankan bea masuk impor maupun Sertifikat Ekspor dengan diperlakukannya ketentuan LKP (Laporan Kebenaran Pemeriksaan) untuk impor maupun ekspor dalam rangka inpres No. 4/85. Dengan Inpres ini pemenntah telah menunjuk Surveyor terkenal P.T. SUCOFINDO (Super Intending Company of Indonesia) untuk melaksanakan tugas survey ini dengan bekerja sama dengan Surveyor lainnya yaitu SGS (Societe Generale de Surveillance SA).
7. Pabean
Pabean sebagai alat pemerintah bertindak sebagai penjaga gawang lalu-lintas komoditi Internasional, di samping mengamankan pemasukan keuangan negara bagi kepentingan APBN, juga membantu eksportir dan importir dalam memperlancar arus barang dan penumpang, dan tidak sebaliknya.
2. Arti Aneka Istilab Perdagangan
Added Value : Nilai tambah dan suatu bahan-mentah (Raw Material) yang timbul sebagai akibat pengolahan dan bahan mentah itu dalam proses produksi berikutnya; atau dengan ringkas disebut selisih nilai-akhir dan suatu komoditi dengan nilainya sewaktu masih sebagai bahan-mentah.
Added Value Tax : Pajak yang dikenakan pada setiap tahap produksi (Pajak Nilai Tambah) yang dikenakan pada produsen mulai dan tahap sebagai bahanmentah sampai pada tahap sebagai barang siap-pakai (konsumsi).
Ad Valorem Tariff : Bea-masuk (Import-duty) yang dihitung dalam persentasi dan “harga barang”. Biasanya dikenakan atas barang-barang berharga seperti logam-mulia, perhiasan dan lain-lain.
Anti Dumping & Counter-
vailing duty : Pembebanan bea-khusus atas barang impor yang disubsidi (oleh negara pengekspor) yang dipungut oleh bea-cukai (dan negara pengimpor) sesuai dengan ketentuan GATT Tokyo-Round tahun 1973.
Anti Trust : Undang-undang di Amerika Serikat yang bertujuan membatasi perusahaan yang menuju pada kekuatan monopolistis.
Balance of Payments : Neraca-Pembayaran.
Laporan Penerimaan & Pembayaran Devisa dan suatu negara ke negara-negara lain yang terdiri dari :
1. Perdagangan Ekspor Impor (Neraca Perdagangan).
2. Pembiayaan dan Penerimaan Wisata.
3. Investasi Asing.
4. Hasil dan Biaya Usaha-Jasa. Neraca-Pembayaran disebut menguntungkan (SURPLUS) bila penerimaan lebih besar dan pembiayaan. Sebaliknya disebut DEFISIT bila pembiayaan lebih besar dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu.
Balance of Trade : Neraca Perdagangan.
Laporan Penerimaan dan Pembayaran Devisa yang bersumber dan Perdagangan ekspor dan impor. Neraca Perdagangan disebut SURPLUS (menguntungkan) bila Penerimaan Ekspor lebih besar dan Pembiayaan Impor. Sebaliknya disebut DEFISIT bila Pembiayaan Impor lebih besar dan Penerimaan Ekspor dalam jangka waktu tertentu.
Bilateral Trade Agreement : Persetujuan Perdagangan yang dibuat antara dua negara (bi = dua).
Bonded Warehouse
(Customs Warehouse) : Daerah Pergudangan yang dipakai untuk menyimpan barang-barang impor yang belum dilunasi beamasuknya. Biasanya barang impor yang akan diproses untuk diekspor kembali (re-ekspor/transitu).
Bretton Woods Conference : Konperensi para ahli ekonomi dan pejabat pemerintah di Bretton Woods-New-Hampshire pada bulan Juli 1944. Resminya bernama “United Nations Monetary and Financial Conference. Tujuannya untuk membangun kembali Perdagangan dan Keuangan Internasional ; antaranya untuk menjamin stabilitas nilai tukar mata uang. Persetujuan Bretton Woods in yang memungkinkan berdirinya IMF (International Monetery Fund), World Bank = IBRD (International Bank for Reconstruction and Development).
Brussels Tariff
Nomenclature (BTN) : Sistem klasifikasi barang niaga Internasional untuk memudahkan Pembebanan bea impor I ekspor yang dilakukan oleh Dewan Kerjasama Pabean (Customs Cooperation Council) yang berkedudukan di Brussel - Belgia. Klasifikasi ini sejak tahun 1974 lebih dikenal dengan istilah CCCN (Customs Cooperation Council Nomenclature).
Buffer Stock : Cadangan-Penyangga untuk menjamm stabiisasi harga; dengan cara menjual cadangan pada saat harga menaik dan sebaliknya ikut membeli pada saat harga merosot terus.
Capital Goods : Hasil produksi dalam bentuk peralatan dan mesin-mesin untuk keperluan berproduksi.
Cartel : Suatu persekutuan dan perusahaan sejenis yang bertujuan mengatur dan mengendalikan harga bahan-baku disatu pihak dan hasil-jadi dilain pihak.
COMECON : Council for mutual Economic Assistance. Suatu organisasi antara Pemerintah yang dibentuk tahun 1 949 oleh negara-negara sosialis yang terdiri dan Uni Sovyet; Bulgaria, Cekoslavakia, Jerman Timur, Hongaria, Mongolia; Polandia dan Rumania. Bertujuan untuk mengkoordinasi kekuatan ekonomi mereka masing-masing (negara Dunia kedua).
Commodity : Barang perdagangan terutama bahan baku dan hasil pertanian. Hasil industri lazimnya disebut dengan istilah “product” dan bukan “Commodity”.
Comparative-Advantage : Keunggulan komparatif.
Keunggulan yang timbul karena biaya produksi suatu barang yang lebth hemat pada satu negara dibandingkan negara lainnya. Teori Keunggulan-Komparatif ini dikemukakakan David Recardo ditahun 1817. Kalau biaya Produksi Karet Sheet I Indonesia lebih murah dan Karet Sheet I Malaysia, maka Indonesia dapat dikatakan mempunyai Keunggulan komparatif dalam produksi-karet Sheet I ; dibandingkan Malaysia.
Competitive : Daya-Saing.
Suatu komoditi atau produk dikatakan mempunyai “dayasaing” dalam pasaran Internasional bila mempunyai minimal 3 (tiga) keunggulan :
1. Biaya Produksi yang berkeunggulan-komparatif (efisien).
2. Mutu, desain dan waktu penyerahan sesuai selera konsumen.
3. Berkemampuan mengkompensai disparitas-ekpor dengan keuntungan (Profit) dan pasaran dalam negeri (Domestic Market- shares).
C.C.C.N. : Customs Cooperation Council Nomenclature.
Developed Countries : Negara maju yang umumnya menjadi anggota O.E.C.D (Organization for Economic Cooperation and Development = Organisasi kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) Suatu Badan Internasional negara-negara maju yang didirikan tahun 1961 di Paris. (Negara Dunia kesatu).
Developing Countries : Negara berkembang, ciri-cirinya antara lain :
1. Industrialisasi masih rendah.
2. Prasarana dan sarana ekonomi masih langka.
3. Buta-hurufmasih tinggi.
4. Teknologi dan standard-hidup masih sederhana.
Terdapat 4 klasifikasi negara berkembang :
1. Negara OPEC yang kaya.
2. Newly Industrialized Countries (NIC)
3. Negara Pengekspor komoditi Pertanian berpenghasilan sedang.
4. Negara-negara yang miskin dan terbelakang (Less Developed Countries) (Negara Dunia ketiga)
Drawback Sistem : Pengembalian bea-bea yang dipungut pemerintah pada saat pengimporan bahan baku; terhadap barang yang diekspor setelah diolah di dalam negeri menjadi barang siap pakai atau setengah jadi.
Embargo : Larangan ekspor - impor atas produk tertentu terhadap negara tertentu.
Free Trade Area : Perjanjian antara beberapa negara untuk menghapuskan bea dan hambatan non tarif antara sesama mereka; namun terhadap negara lainnya (non member) masing-masing negara tetap mempertahankan beanya.
Free Zone : Sebagian wilayah negara yang dinyatakan sebagai daerah bebas-bea (bukan wilayah Pabean).
GATT (General Agreement
On Tariffs and Trade) : Perjanjian Dagang Internasional yang bertujuan untuk memperluas perdagangan Internasional sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.
Infant Industry Protection : Proteksi “sementara” terhadap Industri yang barn tumbuh.
International Commodity
Agreement : Suatu Perjanjian Internasional untuk mengatur perdagangan komoditi berdasarkan syarat-syarat yang dimufakati negara pengekspor bersama-sama dengan negara pengimpor. Syarat itu antaranya menyangkut Buffer Stock (cadangan penyangga), Common Fund (Dana bersama), Export Quotas. Floor & Ceiling Price (Harga Dasar dan harga tertinggj. Tujuannya untuk stabilisasi harga komoditi negara-negara berkembang.
Licensing : Keharusan mengajukan permintaan resmi untuk memperoleh ijin dari negara pengimpor sebagai prasyarat untuk dapat mengimpor barang atau untuk beroperasi di negara wilayah itu.
Managed Trade
(Guided Trade) : Upaya Pemerintah untuk mempengaruhi impor dan ekspor untuk memperoleh hasil optimal dan Perdagangan Internasional.
Most-Favored Nation
Treatment (M.F.N) : Kebijakan non-diskriminasi dalam perdagangan yang memberikan kepada semua mitra-dagang perlakuan pabean yang sama dengan yang diberikan kepada mereka yang dmamakan MOST-FAVORED NATION (Negara yang paling di-utamakan).
Multi Fibre Arrangement
(MFA) : Suatu Perjanjian Internasional yang memperbolehkan negara pengimpor membatasi jumlah impor-tekstil bila dianggap perlu untuk mencegah kegoncangan pasar, sekalipun pembatasan ini bertentangan dengan prinsip liberalisasi dan GATT.
Newly Industrialized : Negara berkembang yang telah Countries (NIC’S) mempunyai industri industri yang agak maju (Korea, Singapore, Taiwan, Meksiko dan Brazil).
Protectionism : Pengekangan impor untuk melindungi industri dalam negeri yang tak mampu bersaing karena tidak efisien dan ketinggalan jaman dalam teknologi.
Special Drawing Rights : Aktiva Cadangan berupa HAK. (non-valuta dan non emas) yang dapat digunakan dalam transaksi Valuta Internasional sebagai tambahan atau pengganti cadangan Emas atau valuta.
Strategic-Stockpiles : Cadangan/Persediaan bahan-mentah strategis yang perlu untuk kepentingan pertahanan nasional yang dapat dipakai dalam keadaan darurat seperti Karet, Timah, minyak dan lain-lain.
Terms of Trade : Rasio antara harga yang dibayar untuk impor dengan harga yang diperoleh dan ekspor dari suatu negara.
Technology (Know-How) : Penerapan ilmu pengetahuan di dalam proses (production prosessing) dan penggunaan permesinan/ peralatan dalam produksi sesuatu barang. Technology pada umumnya mencakup 2 (dua) unsur; perangkat lunak (Software = processing) dan perangkat keras (hardwares = mesin-mesin).
Transfer of Technology : Pengalihan pengetahuan berproduksi dan seseorang kepada orang lain.
Underwriter : Maskapai Asuransi.

Bab IX. JASA PERBANKAN

1. Hak dan Kewajiban Importir dan Eksportir
Setiap transaksi selalu menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-rnasing pihak. Pihak penjual berkewajiban melakukan penyerahan barang dan berhak menerima pembayaran. Sebaliknya pembeli berkewajiban melunasi harga dan berhak menuntut penyerahan barang yang dibelinya.
Bilamana penjual dan pembeli sama berada di satu tempat, maka penyelesaian kewajiban masing-masing pihak agak mudah dilakukan. Pembeli cukup menyetorkan pembayaran kepada penjual dan membawa barang yang dibelinya. Akan tetapi dalam perdagangan luar negeri penyelesaiannya tidak semudah itu.
Pembeli dan penjual terpisah satu sama lainnya, baik secara geografis maupun oleh batas kenegaraan. Antara negara pembeli dan penjual pada umumnya dipergunakan jenis mata uang yang berbeda. Kedua belah pihak pembeli dan penjual harus pula mengindahkan dan menyelesaikan sepenuhnya peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah negara masing-masing dalam bidang yang menyangkut perdagangan luar negeri.
Pihak penjual atau eksportir akan berusaha memenuhi kewajibannya untuk mengirimkan dan me1kukan penyerahan barang kepada pembeli atau importir, dan menerima haknya atas pembayaran dan barang yang diserahkan itu. Sebaliknya pembeli atau importir memikirkan pula untuk dapat melakukan kewajiban melunasi pembayaran barang yang dibelinya dan menerima barang itu dengan sebaik-baiknya.
Kedua belah pthak akan mencari jalan menghindarkan dan menekan risiko menjadi sekecil-kecilnya. Untuk keperluan ini akan diuraikan lebih lanjut cara-cara yang lazim dalam penyelesaian pembayaran perdagangan luar negeri.
2. Pelaksana Pembayaran Luar Negeri
Cara-cara yang dapat ditempuh dalam penyelesaian pembayaran dalam perdagangan luar negeri antara lain :
a. secara tunai (cash payment)
b. secara rekening terbuka (open account)
c. secara penarikan wesel atas suatu Letter of Credit (L/C).
Sekiranya importir memiliki dan menguasai sendiri sejumlah alat pembayaran luar negeri (devisa), maka importir dapat melakukan pembayaran kepada eksportir sebelum barangnya dikirim. Hal ini disebut pembayaran tunai di muka oleh importir kepada eksportir. Bagi importir pembayaran lebih dulu besar risikonya. Eksportir berada dalam jarak yang jauh dan importir sehingga bonafiditas eksportir tidak diketahui sepenuhnya oleh importir. Karena itu cara pembayaran tunai cash payment) jarang sekali dilakukan.
Bilamana importir sudah dikenal baik oleh eksportir atau pensuplai ataupun karena importir itu adalah agen dari pensuplai luar negeri, adakalanya eksportir mengirimkan saja barang yang diingini importir tanpa menuntut pembayaran pada saat itu. Dalam hal mi eksportir hanya membuka suatu rekening tersendiri untuk importir itu. Bilamana barang sudah terjual barulah pembayaran dilakukan. Cara pembayaran melalui open account ini jarang dilakukan sebab mengandung risiko yang besar untuk eksportir atau pensuplai.
Berdasarkan keberatan yang terdapat dalam kedua cara di atas, maka cara pembayaran yang lazim adalah dengan penarikan wesel oleh penjual atau eksportir atas suatu Letter of Credit (U/C) yang dibuka untuk keperluan itu oleh pembeli atau importir. Cara ini banyak dipakai karena dapat memelihara kepentingan kedua belah pihak dan merupakan cara yang lebih mendekati kesempurnaan, asal saja kedua-belah pihak memperhatikan dengan seksarna semua syarat yang tercantum atau yang dicantumkan dalam kedua instrumen itu.
3. Lefter of Credit
Letter of Credit atau biasa disingkat dengan L/C adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh suatu Bank atas perrnintaan importir langganan Bank tersebut yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importir itu, yang memberi hak kepada eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas iiriportir bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat itu. Seterusnya Bank bersangkutan menjamin untuk mengakseptasi atau menghonorir wesel yang ditarik itu asal saja sesuai dan memenuhi semua syarat yang tercantum dalam surat itu.
Pernbukaan suatu L/C adalah atas permintaan dan untuk keperluan importir, dalam hal im lazimnya disebut Opener dan L/C itu. Atas permintaan importir itu Bank melakukan pembukaan L/C melalui kantor cabangnya di luar negeri atau melalui salah satu koresponden Bank itu di negara atau di kota dimana eksportir yang dimaksud berada. Bank yang melakukan pembukaan L/C itu disebut Opening Bank. Kantor cabang dan opening Bank di luar negen atau salah satu dan koresponden Bank yang menerirna pembukaan L/C tersebut disebut Advising Bank, sedangkan eksportir yang menerima pembukaan L/C itu disebut Beneficiary.
Dalam pembukaan suatu L/C tersangkut beberapa pihak yakni importir sebagai Opener, Bank didalam negen sebagai opening Bank, atau juga lazim disebut issuing Bank, koresponden Bank di luar negeri yang disebut Advising Bank (notifying Bank), dan eksportir sebagai penerima L/C yang disebut Beneficiary.
Adakalanya opening Bank memberi kuasa kepada korespondennya (advising Bank) untuk bertindak atas namanya mengakseptasi atau untuk menghonorir (melunasi) wesel yang ditarik oleh eksportir atas L/C yang tersedia (authority to purchase the Draft(s). Jalannya pembukaan suatu L/C secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
a) Importir minta kepada Banknya (Bank Devisa) buka suatu L/C untuk dan atas nama eksportir. Dalam hal ini bertindak sebagai opener (A - B).
b) Bilamana importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti keharusan adanya Surat Izin Impor, maka Bank melakukan penutupan Kontrak Valuta (KV) dengan importir dan melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank dalam hal ini bertindak sebagai openingissuing Bank. Pembukaan L/C ini dilakukan melalui salah satu koresponden Bank di luar negeri. Koresponden Bank yang bertindak sebagai pengantara kedua ini disebut sebagai Advising Bank atau Notifying Bank (B - C).
c) Advising Bank memberitahukan kepada eksportir mengenai pnbukaan L/C tersebut. Eksportir yang menerima L/C disebut beneficiary (C - D). Di dalam hal advising Bank juga dluasakan untuk membei wesel-wesel yang ditarik oleh eksportir atas L/C itu, maka advising Bank mi juga dapat disebut Negotiating Bank.
Hubungan satu sama lainnya ini beserta urut-urutannya perlu diketahui untuk memudahkan pengawasan atas terlaksananya transaksi terutama dalam pengawasan atas “Flow of documents” dan pemberitaan mengenai perubahan atas syarat L/C yang dapat atau yang mungkin diadakan. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa L/C itu adalah suatu alat yang memungkinkan importir untuk melakukan pembayaran dan sebaliknya pula importir akan berusaha supaya penyediaan pembayaran ini tidak akan disalahgunakan oleh eksportir penerima L/C itu. Untuk maksud mi di dalam L/C perlu ditentukan syarat-syarat yang hams dipenuhi oleh eksportir untuk dapat menarik wesel dan menerima pembayaran atas L/C bersangkutan.
Syarat-syarat yang hams ditetapkan itu antara lain sebagai berikut :
1) L/C yang akan dibuka hams merupakan Commercial Documentary Letter of Credit.
2) Dokumen yang dimaksud sekurang-kurangnya harus terdiri dan dokumen-dokumen berikut :
a. Full set of Bill of Lading (Konosemen)
b. Commercial Invoice (Faktur Perdagangan).
Di samping itu masih dapat dltambahkan dokumen-dokumen seperti berikut :
c. Packing List
d. Weight note
e. Measurement List
f. Insurance Certificate
g. Consular Invoice
h. Brochure/leaflet
i. Surveyor Report
j. Manufacturer’s Certificate
k. Certificate of origin
l. Pocessing Licence
m. Instruction Manual.
Sebaliknya pihak eksportir harus berusaha menekan risikonya serendah mungkin misalnya jangan sampai barang sudah dikirim sedangkan pembayarannya tidak bisa diterima. Untuk keperluan mi eksportir menuntut pula supaya syarat-syarat L/C harus sedemikian rupa sehingga benar-benar akan merupakan jaminan bagi pembayaran atas barang-barangnya.
Dalam hal ini dapat dikemukakan beberapajenis L/C sesuai dengan besar kecilnya pertanggungjawaban importir (Opener L/C) dan Opening Bank.
a. Revocable L/C :
adalah suatu L/C yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali atau dibatalkan oleh Opener atau oleh Openingg Bank (issuing Bank), tanpa memerlukan persetujuan dan beneficiary.
b. Irrevocable L/C :
adalah suatu L/C yang tidak bisa dibatalkan selama jangka waktu berlakunya (validity) yang ditentukan dalam L/C tersebut dan Opening Bank tetap menjamin untuk mengakseptasi atau untuk menghonorir wesel-wesel yang ditarik atas L/C tersebut. (Pembatalan mungkin juga dilakukan, tetapi hanis atas persetujuan semua pihak yang bersangkutan dengan L7C itu).
Jangka waktu berlakunya L/C dalam bahasa asingnya disebut dengan Expiration Date atau Time of Validity. Lamanya jangka waktu berlakunya L/C itu tergantung pada lamanya waktu yang diperlukan eksportir menyiapkan pengiriman barang dan menyelesaikan shipping document, serta waktu yang diperlukan menegosiasi (menguangkan) shipping documents dengan negotiating Bank, ditambah dengan waktu yang diperlukan negotiating Bank menyelesaikan administrasi internnya. Importir perlu sekali memperhatikan jangka waktu berlakunya L/C sehingga cukup aman, untuk menghindarkan kemungkinan perpanjangan berlakunya L/C atau extension L/C dimana pengalaman menunjukkan banyak kesulitan dalam pelaksanaannya. Bahkan tidak jarang mengakibatkan tertundanya pengiriman barang, karena sulitnya prosedur yang harus ditempuh untuk melakukan perpanjangan itu.
c. Irrevocable & Confirmed L/C :
adalah suatu L/C yang tidak dapat dibatalkan selama jangka waktu berlakunya dan pelunasan pembayaran dijamin bersama-sama oleh Opening Bank dan Advising Bank L/C semacam dianggap paling sempurna dan paling “aman” di. pandang dan sudut penerima L/C (Beneficiary) sebab :
- pembayaran atau pelunasan wesel yang ditarik atas L/C semacam ini dijamin sepenuhnya oleh Opening Bank maupun oleh Advising Bank, bila segala syarat-syaratnya dipenuhi.
- tidak mudah dibatalkan karena sifatnya yang irrevocable.
Dan ketiga jenis L/C diatas, maka sudah sewajarnya eksportir menuntut pembukaan Irrevocable & Confirmed Letter of Credit, sebab akan merupakan pembayaran yang lebih sempurna. Dan sudut lain dapat pula diadakan perbedaan L/C sebagai berikut :
1. Clean letter of credit
adalah suatu L/C dimana penarikan wesel atau penerima uang dan L/C itu tidak mensyaratkan penyerahan dokumen apapun, bahkan pengambilan uang dan L/C itu dapat dilakukan dengan penyerahan kwitansi-biasa (simple receipt).
2. Documentary letter of credit
adalah suatu L/C dimana penarikan wesel atau penerimaan uang dan L/C itu harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut. Dokumen yang dimaksud biasanya adalah dokumen pengapalan atau shipping-documents.
3. Documentary letter of credit dengan red clause
adalah suatu L/C yang memberi HAK kepada Beneficiary untuk menarik sebagian tertentu dan jumlah L/C yang tersedia dengan penyerahan kwitansi biasa, atau dengan penarikan wesel tanpa memerlukan dokumen-dokumen lainnya, sedangkan sisanya dilaksanakan seperti dalam hal documentary L/C. Jadi, L/C semacam ini merupakan kombinasi dan Clean L/C dengan Documentary L/C. Penetapan jumlah yang bebas dapat ditarik atas dasar Red Clause ini ditentukan dalam persentase misalnya Red Clause 30%, yang berarti 30% dan seluruh jumlah L/C dapat diambil oleh penerima L/C dengan penyerahan kwitansi biasa. Red Clause dalam suatu L/C merupakan pembayaran di muka oleh pembuka L/C kepada penerima L/C yang seringkali diperlukan oleh penerima L/C untuk mengadakan persiapan-persiapan memulai suatu transaksi yang sedang dilakukannya.
4. Revolving L/C
adalah suatu L/C dimana Credit yang tersedia dapat dipakaiulang tanpa mengadakan Perubahan Syarat khusus pada L/C tersebut. Pemakaian-ulang mi dapat dilakukan untuk “waktu” misalnya Credit disediakan sebesar US $ 15.000.- sebulan untuk jangka waktu misalnya 6 (enam) bulan. Hal ini berarti secara otomatis setiap bulan (selama enam bulan) Credit tersedia sebesar US $ 15.000,- tidak perduli, apakah jumlah itu dipakai atau tidak. Jenis Credit ini dengan sendirinya bisa bersifat “cumulative” atau “Non Cumulative”.
Jika Credit “Cumulative” berarti setiapjumlah yang tidak dipakai dalam bulan yang terdahulu, masih dapat dipakai dalam bulan berikutnya. Bila Credit itu “non-Cumulative” maka jumlah yang tak terpakai dalam bulan yang terdahulu, menjadi batal (tidak ada carry over).
Pemakaian-ulang yang berhubungan dengan “NILAI” ialah bila “NILAI” Credit diperbarui secara otomatis, Setiap kali jumlah itu terpakai asal saja masih dalam jangka waktu Credit itu (validity). Credit semacam ini, sudah barang tentu sangat memudahkan Penerima L/C; namun bagi Opener maupun Opening Bank merupakan risiko yang tak dapat diperkirakan sebelumnya. Karena itu pada Revolving Credit semacam ini biasanya ditetapkan batas maximum nilai yang dapat ditarik.
5. Back to back L/C
adalah suatu L/C yang dibuka oleh pensuplai penerima L/C Pertama kepada pensuplai kedua dengan jaminan L/C Pertama.
Dalam hal ini penerima L/C (Beneficiary) biasanya bukan pemilik barang; tetapi hanya perantara. Karena itu penerima L/C ini terpaksa meminta bantuan Banknya untuk membuka L/C untuk pemilik barang yang sebenarnya; dengan menjaminkan L/C yang ditenimanya dan luar Negeni. Back to Back L/C semacam ini biasanya dipakai dalam Perdagangan Transito maupun perdagangan segitiga. Misalnya Importir Indonesia membuka L/C pada pengusaha Singapura untuk mengimpor barang dan Jepang. Pengusaha Singapura membuka L/C dan Singapura ke Jepang dengan menjaminkan L/C dan Importir Indonesia.



6. Stand-by L/C
Stand-by L/C adalah suati L/C yang dibuka untuk menjamm pelaksanaan suatu kontrak, dan dapat direalisasi dengan mengajukan pada Issuing-Bank suatu Surat-Pernyataan yang menyatakan bahwa Pembuka Kredit tidak memenuhi kontrak yang dibuatnya. Stand-by L/C ini sering dipakai oleh Bank Amerika dan Jepang sebagai Bank-Garansi, yang Peraturan Pemerintahnya tidak memperbolehkan banknya mengeluarkan Bank-Garansi.
7. Usance L/C
USANCE L/C adalah suatu L/C yang mewajibkan menerima L/C menank wesel berjangka (Long Bill Of Exchange) dan bukannya wesel-unjuk (sight-draft). Hal ini berarti penenima L/C (pemilik barang/eksportir) memberi kredit jangka pendek kepada importir (pembeli) yang biasanya merupakan penundaan antara 90 hari sampai 180 hari. Misalnya untuk merangsang ekspor kayu lapis, maka pemerintah Indonesia mengijinkan eksportir Indonesia menerima Usance L/C yang dibuka Importir Kayu lapis dan Amerika.
Dengan sendininya eksportir Indonesia, baru akan mendapat pembayaran beberapa waktu setelah pengapalan, atau bila ingin segera mendapat uang tunai, eksportir dapat mendiskontokan “wesel benjangka” yang ditaniknya dengan potongan bunga, atau mempergunakan “wesel-berjangka” itu sebagai jaminan kredit-ekspor yang dapat diperolehnya dan Bank yang menyediakan Kredit Ekspor itu.
8. Merchant L/C
Merchant L/C adalah suatu L/C yang dibuka untuk memben kemudahan khususnya bagi proyek PMA (Penanaman Modal Asing). Pemerintah telah memberi ijin kepada perusahaan yang ada di Indonesia untuk mengimpor balian-baku, suku cadang bahkan mesin-mesin ke Indonesia dengan membuka Merchant L/C kepada Kantor induknya di luar negeri dengan tenggang-waktu pembayaran (deferred Payment). Pembukaan L/C mi sama dengan pembukaan Usance L/ C biasa melalui Bank, tapi dengan tegas dalam L/C itu dmyatakan bahwa Bank tidak mengikat diri dan tidak bertanggung-jawab atas pelunasan L/C tersebut. Inilah bedanya dengan Usance L/C. Merchant L/C ini telah sangat meringankan pengusaha Indonesia karena tidak perru repot mengurus kredit modal-kerja (working capital) dan bisa menikmati Supplier Credit dan kantor Induknya dengan bungapinjaman yang murah. Sejak 16 Mei 1977 ijin untuk pembukaan Merchant L/C telah dicabut dan sekarang diganti dengan Usance L/C biasa.
Untuk kepentingan importir, maka L/C yang dibuka haruslah Documentary Letter of Credit dimana importer dapat menentukan sendiri syarat-syarat yang hams dicantumkan dalam L/C bersangkutan yang disesuaikan dengan kebutuhannya baik untuk keperluan pengamanan, administrasi maupun untuk memenuhi syarat-syarat yang dikehendaki oleh instansi yang mengeluarkan Surat Ijin Impor.
Syarat-syarat itu di samping nama dan alamat dan penerima L/C dan besarnya jumlah credit yang tersedia antara lain sebagai berikut :
a. Keharusan penerima L/C atau eksportir untuk menarik wesel dan dijelaskan pula jenis wesel itu, misalnya wesel unjuk (Demand/Sight Bill of Exchange) ataukah wesel berjangka (Long Bill of Exchange). Sebagai pengganti penarikan wesel, penyerahan kwitansi biasapun dapat dan lazim dipergunakan.
b. Dokumen-dokumen lain yag hams menyertai wesel tersebut disebutkan selengkap-lengkapnya dan dalam rangkap yang diingini misalnya dalam rangkap dua (duplicate), rangkap tiga (triplicate), rangkap empat (quadroplicate) dan seterusnya. Dokumen yang perlu dicantumkan dalam L/C itu dapat disebutkan sebagai berikut :
* Set lengkap dan Bill of Lading, yang hams disebutkan juga apakah akan dibuat kepada Order (to order) ataukah harus dibuat Atas Nama
* Commercial invoice (Faktur Perdagangan)
* Insurance certificate (Polis asuransi)
* Certificate of origin (Keterangan Negara asal barang),
* Packing List (daftar pengepakan = daftar isi setiap peti)
* Weight and measurement list (daftar berat dan ukuran barang)
* Chemical analysis (analisis kimia)
* Inspection certificate (keterangan dan juru pemeriksa barang atau surveyor report).
* Assembling guide book (buku penunjuk pemasangan),
* Layout scheme (gambar denah/blue print)
* Booklet/brochure (keterangan teknik dan gambar-gambar).
Dokumen-dokumen yang hams dicantumkan itu dibatasi pada yang benar-benar dibutuhkan dan jangan sampai dimintakan suatu dokumen yang tidak mungkin terpenuhi oleh eksportir dan kalau terpenuhi gunanya pun tidak ada. Seorang importir sepeda atau mesin jahit tidak perlu mensyaratkan chemical analysis sebagai salah satu dokumen yang disyaratkan di dalam L/C. Bilamana “chemical analysis” ini dimasukkan sebagai syarat, maka apa gunanya chemical analysis ini bagi importir sendiri, sebaliknya eksportir tidak akan mudah memahami apa yang dimaksudkan dengan chemical analysis dalam hal sepeda atau mesin jahit itu.
Apakah perlu dibuatkan analisis kimia dan setiap peralatan yang ada pada sepeda atau mesin jahit itu. Kesalahankesalahan semacam itu bisa terjadi, misalnya karena biasa mempergunakan formulir pembukaan L/C yang sudah dicetak dan yang sudah memuat syarat chemical analysis itu. Kesalahan ini dapat dibetulkan kemudian, akan tetapi pembetulan mi merupakan pemborosan tenaga dan materi. Bahkan tidak jarang membawa akibat yang jauh dimana besar kemungkinan tertundanya pelaksanaan seluruh pesanan, disamping menurunkan efisiensi kerja.
Eksportir yang menerima syarat L/C yang demikian biasanya meminta supaya segera dihapuskan (delated). Seperti diketahui perubahan suatu L/C harus mendapat persetujuan semua pihak. Hal mana terang membutuhkan waktu dan biaya.
Contoh di atas ekstrim, tetapi dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat yang dicantumkan dalam suatu L/C harus disusun seteliti-telitinya. Sebaliknya syarat-syarat yang terlalu kurang akan menimbulkan kesulitan. Dalam hal sepeda atau mesin jahit di atas, kalau tidak dicantumkan keharusan mengirimkan “assembling guide book” ataupun brochure maka kelak akan menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan perakitannya. Dalam hal-hal yang sangat perlu sering juga dilakukan pembahan atau penambahan syarat dan L/C yang telah dibuka.
Perubahan itu disampaikan oleh advising Bank kepada beneficiary dengan Amandment atau Alteration Note (Note perubahan/tambahan).
c. Uraian barang yang harus dicantumkan dalam L/C harus ringkas tetapi jelas.
d. Syarat-syarat pengiriman-barang harus dijelaskan :
1. nama pelabuhan-muat (Loading-port)
2. nama pelabuhan tujuan (destination port)
3. Alih kapal : diperkenankan atau dilarang (transhipment allowed/Prohibited).
4. Pengiriman sebagian diperkenankan atau dilarang (Partial shipment allowed/prohibited).
5. tanggal pengapalan terakhir (the latest shipment- date).
Dalam rangka membantu Pelayaran Nasional, pemerintah melarang pengangkutan barang dengan kapal asing tertentu. Larangan semacam mi hams dicantumkan sebagai syarat dalam L/C. Misalnya, pengapalan dengan kapal berbendera Israel dilarang.
e. Ketentuan Pemerintah
Harus dijelaskan dalam Lj/C :
1. Nomor jim impor
2. Nomor jim ekspor
3. Nomor order (Pesanan)
4. Merk Pengapalan ((shipping marks)
5. Kebiasaan lain dalam dunia perdagangan seperti Trade Marks.
f. Sifat dan L/C
Harus ditegaskan apakah L/C itu transferable atau tidak, apakah divisible atau tidak.
g. Waktu berlakunya
Waktu berlakunya L/C (validity) hams lebih-lama dari waktu pengapalan terakhir sebagaimana disebut dalam angka 4 diatas; sekurangnya hams sama dengan tanggal pengapalan terakhir itu.
Misalnya:
tanggal pengapalan terakhir 15 Maret 19
tanggal berlakunya L/C 31 Maret 19
Sekurang-kurangnya:
tanggal pengapalan terakhir 15 Maret 19
tanggal berlakunya L/C 15 Maret 19
4. Syarat L/C dan Akibatnya
a. Dokumen Pengapalan yang Tidak Cocok
Shipping document yang diserahkan kepada Bank atau yang dinegosiasi dengan Bank harus sesuai dengan syarat-syarat yang tercantum dalam L/C. Penyimpangan dan syarat-syarat ini bagaimanapun kecilnya dapat dijadikan alasan Bank Untuk menolak pembayaran atau mengakseptasi wesel yang ditarik eksportir. Hal ini berarti eksportit tidak dapat menerima pembayaran barang yang sudah dikirimkan.
Kesalahan-kesalahan kecil ini misalnya dalam L/C disebut nomor ijin impor : 90325 1/1257, tetapi dalam shipping documents (invoice, B/L, packing list) keliru ditulisnya misalnya menjadi 902351/1257. Kesalahan yang disebabkan kurang teliti semata-mata (hanya salah tik) cukup dijadikan dasar menolak seluruh shipping documents.
Dalam hal demikian eksportir tidak dapat mempermasalahkan Bank terlalu birokratis atau lam-lain sangkaan semacam itu. Eksportir harus memahami tugas Bank justru untuk meneliti apakah shipping documents yang diserahkan itu sesuai sepenuhnya dengan syarat-syarat yang tercantum dalam L/C (in strict conformity with the terms and conditions stated, in the L/C concerned). Sekalipun kesalahan tik itu bukan prinsipial, sebab tidak akan menyebabkan perubahan pada barang yang dikirllnkan atau yang diwakilinya oleh shipping documents itu, akan tetapi kekeliruan kecil itu tidak dapat dihubungkan dengan soal itu. Bukanlah tugas Bank untuk meneliti kebenaran barang yang dikirim, tetapi Bank berkewajiban meneliti kebenaran dokumen yang diserahkan, baik mengenai isinya maupun mengenai jenisnya.
Kesalahan semacam itu dapat diperbaiki dengan cara :
1. mengubah dan membetulkan semua kekeliruan itu. Kalau hal itu tidak mungkin maka ditempuh cara sebagai berikut.
2. eksportir memberikan surat jaminan kepada Bank atas kemungkinan keberatan-keberatan (claims) yang akan diajukan oleh penerima barang (importir). Surat jaminan ini dalam bahasa asing disebut Letter of Guarantee atau Letter of Indemnity. Dalam hal seperti di atas, Letter of Indemnity itu dapat berbunyi sebagai berikut :
We hereby indemnify you against any claims which might arise due to the following discrepancies.
Import licence number are printed on all shipping documents as 902351/1257 in lieu of 903251/1257 as mentioned in the L/C concerned.
3. adakalanya Bank tidak bersedia menerima letter of indemnity dari eksportir, misalnya dalam keadaan penyimpangan yang dianggap Bank sebagai soal pokok. Dalam hal ini terpaksa shipping documents dikirim kepada importir dengan nota incasso dan Bank atau dokumen dikirim dengan permintaan supaya dapat disetujui pembayaran atas penyerahan dokumen itu (document sent for collection). Dalam hal ini pembayaran batu dapat dilakukan setelah penerima barang sendiri menyatakan persetujuan atas penyimpangan atau kekeliruan yang dibuat oleh eksportir.

b. Transferable
Di dalam hal “transferable L/C”, beneficiary diberi hak untuk memindahkan penggunaan atas kredit yang tersedia kepada pihak lain. Hal ini terjadi bilamana beneficiary pertama tidak dapat melaksanakan sendiri kewajiban-kewajibannya yang disebut dalam L/C. Sehingga pensuplai berubah dan pensuplai pertama yang diniaksud oleh importir. Bahkan mungkin pula sepanjang syarat L/C memperkenankan pensuplai yang baru itu tidak berada di negara yang sama dan pensuplai yang pertama.
Bagi negara yang impor maupun ekspornya barn dapat dilakukan bilamana sudah diperoleh ijin impor maupun jim ekspor, maka segala sesuatunya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam surat ijin dan instansi yang berwenang itu. Di dalam Surat Ijin Devisa Impor misalnya dicantumkan nama pensuplai “A”, maka seluruh dokumen-dokumen impor Seharusnya menyebutkan pensuplai “A”. Bilamana pensuplai “A” tidak mungkm melaksanakannya dan mengoperkan L/C yang ditenimanya kepada pensuplal “B” hendaknya pengoperan ini dilakukan setelah menerima persetujuan dan importir bersangkutan.
Hal ini penting supaya importir mempunyai cukup waktu mengurus perubahan-perubahan atas suatu Surat Ijin Devisa Impor sesuai dengan perubahan yang timbul sebagai akibat pengoperan L/C itu dan pensuplai yang pertama. Bilamana perubahan Surat Ijin Devisa Impor belum dilakukan oleh importir bersangkutan maka hal ini dapat menimbulkan kesulitan, misalnya dengan pihak pabean (duane) pada waktu memasukkan barangbarangnya atau pada waktu menyelesaikan keterangan pemasukan pabean yang diperlukan.
c. Partial Shipment
Syarat partial shipment allowed, berarti eksportir diberi hak melakukan pengiriman barang secara berangsurangsur atau sebagian dan berhak menerima pembayaran yang sebanding dengan harga bagian barang yang terkirim itu.
Oleh karena di dalam L/C biasanya disebut bahwa Advising Bank diberi kuasa untuk membayarkan jumlah penuh dan invoice yang diajukan (100% x invoice value), maka perlu sekali importir mencegah kemungkinan penyalahgunaan syarat “partial shipment allowed” ini oleh eksportir atau pensuplai yang tidak bonafide.
Hal ini bisa terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
1. Jumlah barang dalam L/C tidak disebutkan dengan satuan hitung yang lazim, tetapi dengan satuan hitung yang umum sifatnya seperti satu party.
2. Uraian barang dalam L/C umumnya ringkas sekali tanpa penncian sehingga tidak dapat diketahui harga satuan (unit price) dan barang itu.
Misalkan saja pemerintah memesan satu unit lengkap pabrik tekstil maka di dalam L/C uraian barang hanya berbunyi sebagai berikut :
One party of Textile Machineries
Padahal mesin-mesin itu terdiri d an bermacam-macam jenis yang satu sama lain. mempunyai harga satuan dan jumlah yang berbeda-beda. Seandainya pensuplai sudah melakukan pengiriman pertama (first shipment) dan Sesuai dengan syarat partial shipment allowed di dalam LC, maka pensuplai sudah berhak menarik pembayaran dan barang yang terkirim itu.
Bilamana advising Bank yang diberi kuasa melakukan pembayaran itu tidak mempunyai bahan untuk mengecek harga barang yang terkirim itu, maka advising Bank tidak bisa dipersalahkan bilamana jumlah yang terbayarkan ternyata melebihi harga barang yang sebenarnya terkirim. Dengan demikian mungkin saja terjadi jumlah yang disebut dalam invoice atau yang ditarik dari L/C lebih besar dan harga barangnya, bahkan mungkin pula sebagian besar dan jumlah yang tersedia pada L/C sudah ditarik sedangkan barang yang dikirim baru sebagian kecil saja. Untuk mencegah kemungkinan yang kurang baik mi, ditempuh cara-cara sebagai berikut :
a. Invoice dan shipping documents dan pensuplai atau eksportir supaya dicontra signed oleh kedutaan dan negara importir sebelum dinegosiasi dengan advising Bank, syarat-syarat dalam L/C harus ditambahkan dengan keharusan untuk “contra signed” ini
b. ditambahkan Consular In voice sebagai salah satu syarat L/C
c. Bank diben penncian barang dan harga satuan yang lengkap, sebagai lampiran dan L/C untuk memungkinkan pengecekan atas penarikan pembayaran dan L/C yang dibuka
d. ditunjuk surveyor untuk melakukan survey dan mengeluarkan Inspection Certificate
Apakah di dalam L/C akan disebutkan syarat-syarat partial shipment allowed atau tidak tergantung pada pertimbangan apakah barang-barang tersebut perlu dan mungkin dikirimkan sekaligus.
d. Transhipment
Syarat transhipment adalah pemindahan muatan dan satu kapal ke kapal lain pada salah satu pelabuhan sebelum mencapai pelabuhan tujuan. Hal mi bisa terjadi bilamana barang dikirim dengan kapal yang kebetulan tidak akan singgah di pelabuhan tujuan dimaksud. Misalnya barang dikirim dan Indonesia dengan tujuan Liverpool, sedangkan kapalnya tidak ke Liverpool tetapi hanya sampai di pelabuhan Antwerpen. Dalam hal ini barang harus dibongkar di Antwerpen atau pelabuhan lain yang terdekat dan baru dimuat lagi ke kapal yang akan berlayar ke Liverpool.
Sebaliknya barang dan Eropa untuk Indonesia dikirim dengan kapal yang berlayar mengambil route Eropa - Singapore dan tujuan terakhir adalah Hongkong. Dalam hal ini barang untuk Indonesia terpaksa dibongkar di pelabuhan Singapore dan baru dimuat lagi dan Singapore ke pelabuIan-pelabuhan Indonesia. Jika terjadi semacam ini, harus disebutkan dalam L/C bahwa syarat transhipment diperkenankan. Penginiman barang dan satu pelabuhan ke pelabuhan lain dalam wilayah satu negara, seperti pengiriman barang yang sudah dibongkar dan kapal samudera di Pelabuhan Tanjung Priok, tetapi barangnya harus dikirim lagi misalnya ke Bengkulu, tidak termasuk dalam pengertian transhipment yang dimaksud im sebab tanggung-jawab pengangkutan pertama (first carrier) sudah berakhir pada penyerahan barang di Tanjung Priok.
5. Wesel/Bill of Exchange/Draft
Bilamana suatu Bank Devisa telah menyanggupi membuka suatu L/C maka Bank bersangkutan telah mengikat din untuk mengakseptasi (menyetujui melakukan pembayaran) atau menghononir (melunasi pembayaran) setiap wesel yang ditarik atas L/C tersebut asal saja memenuhi semua syarat yang disebut. Jadi, dalam hal ini eksportir untuk dapat menenima pembayaran, tinggal melakukan penarikan wesel atas L/C yang sudah tersedia dengan dilengkapi shipping document yang disyaratkan.
Dengan demikian wesel adalah suatu dokumen yang vital pula disamping L/C dalam perdagangan luar negeri.
Definisi :
 Wesel atau biasajuga disebut draft atau bill of exchange adalah suatu perintah tertulis tanpa syarat ditujukan oleh yang mengeluarkan penntah itu yang disebut drawer, kepada orang Lain, yang disebut sebagai drawee, untuk melakukan pembayaran pada waktu surat itu ditujukan kepadanya, atau pada satu tanggal yang ditentukan, atau dalam beberapa waktu kemudian setelah tanggal surat penintah itu dikeluarkan, sejumlah uang, yang harus dilakukan pembayarannya kepada order atau kepada pemegang surat itu.
(Diterjemahkan secara hehas dan Bill of Exchange Act 1822 berbunyi sebagai berikut :
 an unconditional order in writing, addressed by one person to another, signed by the person giving it and requiring the person to whom it is addressed, to pay on demand or at a fixed or determinable future time a sum certain in money to order or bearer.
Suatu wesel yang ditarik oleh “drawer” atas “drawee” maka yang belakangan ini dapat rnengakseptasi wesel itu, dalam arti kata menyatakan persetujuan untuk inelunasi perintah pembayaran itu. Wesel yang memerlukan persetujuan (acceptance) ini pada urnumnya wesel berjangka yang pelunasannya dilakukan beberapa waktu kemudian. Wesel yang sudah diakseptasi ini dapat diperdagangkan atau dapat juga langsung ditunaikan dengan potongan bunga (didiskontokan).
Bilamana penarikan wesel itu untuk memenuhi suatu documentary L/C harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang dibutuhkan, maka wesel yang demikian disebut sebagai “documentary draft” atau “documentary bill of exchange”. Di samping documentary draft dikenal pula “clean draft” atau “clean bill of exchange” yaitu wesel yang tidak perlu dilengkapi dengan dokumen-dokumen lainnya. Dalam hal ini istilah sehari-hari banyak dipergunakan perkataan wesel atau draft.
Wesel juga dapat dibedakan sesuai dengan saat pembayarannya. Wesel yang harus dilunasi pada saat ditunjukkan kepada drawee disebut “demand draft” atau lebih lazim disebut “sight draft”.
Wesel yang harus dilunasi setelah beberapa waktu sesudah diperlihatkan kepada drawee atau setelah tanggal yang disebut dalam wesel disebut “lime draft” atau “long bill of exchange”.
Wesel semacam mi memuat kalimat seperti :
at 30 days after sight atau
at 30 days after date.
Eksportir dan importir dipisahkan oleh sesuatu jarak karena perbedaan tempat, maka wesel yang ditarik oleh eksportir pada importir disertai dokumen penting seperti bill of lading (B/L) harus dikirim melalui suatu badan perantara yang lazimnya adalah Bank. Dengan ditariknya suatu wesel belum berarti eksportir telah mendapat pembayaran dan karena itu kewajiban eksportir untuk berusaha supaya barang yang telah dikirim atau yang sedang dalam perjalanan tetap di dalam kekuasaannya, sampai pada waktu eksportir menerima pembayarannya.
Untuk keperluan mi penting sekali eksportir mengamankan bill of lading (B/L). Sebabnya ialah karena B/L merupakan document of title dalam arti kata pemilik B/L adalah pemilik barang, dan bukan semata-mata bukti terima barang. Wajar bilamana eksportir sangat berhati-hati dalam memindahkan haknya atas suatu B/L, kecuali kalau sudah mendapatkan jaminan atas pembayaran harga barangnya. Untuk keperluan ini eksportir meminta kepada Banknya untuk tidak menyerahkan dokumen kepada importir atau Bank yang dikuasakan, sebelum importir atau opening Bank dan L/C bersedia mengakseptasi atau menghonorir wesel yang ditarik.
Penyerahan dokumen semacam mi disebut penyerahan atas syarat D/P (Documents against Payment of the bill). atau atas syarat D/A (Documents against Acceptance of the bill). Bill yang dimaksud ialah Bill of Exchange. Hal mi berarti bahwa importir belum akan mendapatkan shipping documents sebelum mengakseptasi atau menghonorir wesel yang ditarik oleh eksportir bersangkutan.
Dalam praktek hal mi tidak begitu berbelit-belit lagi sebab di satu pihak importir sudah memberi kuasa kepada opening Bank untuk mengakseptasi setiap wesel yang ditarik asal sesuai dengan syarat-syarat L/C dan seterusnya opening Bank pun sudah menguasakan pada korespondennya di luar negeri untuk membeli setiap wesel yang ditarik atas suatu L/C yang dibuka. Di dalam penegasan dan L/C yang dibuka (confimation of L/C opening) dicantumkan kalimat sebagai berikut :
You are hereby instructed to purchase Draft(s) drawn by
Messrs under the following condition
Ada kemungkinan “drawee” dan suatu wesel menolak mengakseptasi atau menghonorir wesel. Hal mana berarti eksportir tidak akan menerima pembayaran.
Risiko semacam mi dalam beberapa negara seperti Inggris telah diambil-alih oleh Advising Bank, dengan cara membebaskan drawer dan kemungkinan dilaksanakannya hak regress (hak untuk menuntut kembali kepada penarik wesel). Pengoperan risiko ini dilakukan dengan penarikan wesel yang ditambahkan ketentuan “without recourse”, yang berarti jika drawee menolak melakukan pembayaran, Bank tidak dapat menuntut pengembalian pembayaran dan drawer, tetapi sebaliknya Bank dapat memaksa drawee melunasi wesel atau mengarnbil tindakan lain misalnya menahan penyerahan shipping domuments kepada importir.
Ringkasan tentang Letter of Credit
Definisi :
L/C adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh suatu Bank atas pennintaan dan rekanannya (nasabah) yang diperuntukkan bagi penerima (eksportir) di luar negeri yang menjadi relasi dan nasabah (importir) itu yang memberi hak kepada eksportin untuk menarik wesel-wesel atas surat kredit itu. Selanjutnya Bank bersangkutan menjamin untuk mengakseptasi atau untuk menghonorir (menguangkan) wesel-wesel yang ditarik asal saja sesuai dan memenuhi semua syarat-syarat yang tercantum di dalam surat itu.
Menurut syarat-syaratnya : Clean
Documentary
Documentary with red claue
Revolving L/C
Back to Back L/C
Standby L/C
Usance L/C
Merchant L/C
Documentary L/C : 1. Draft/Bill of Exchange/Receipt
2. Shipping documents:
2.1. full set Bill of Lading
2.2. commercial invoice
2.3. packing list
2.4. weight note
1.5. measurement list
2.6. consular invoice
2.7. inspection certificate
2.8. certificate of origin
2.9. manufacturer’s certificate
2.10. chemical analysis
2.11. assembling guide book
2.12. layout scheme
2.13. instruction manual
2.14. booklet/brochure dan lain-lain.
6. Arti Aneka Istilah Perbankan
Acceptance Credit : Suatu L/C yang mensyaratkan “wesel berjangka” dan memerlukan Akseptasi oleh Pembeli atau Pembuka /L/C sebelum dapat didiskontokan/diuangkan.
Anticipation : Pelunasan suatu wesel sebelum han jatuh temponya.
At-Sight Draft : Wesel yang harus dilunasi pada saat ditunjukkan (Wesel Unjuk).
Arri’al Draft : Wesel yang harus dilunasi atau diakseptasi pada saat barang telah diterima pembeli.
Aval Draft : Wesel yang diendosemen/difiat oleh suatu lembaga keuangan yang ikut serta menjamin pelunasannya.
Back to Back L/C : Suatu jenis L/C yang pelunasannya dijamin oleh L/C lain, yang biasa dipakai dalam perdagangan transito atau segitiga.
L/C pertama biasanya bersifat “non transferable”.
D/A = Documents against
Acceptance : Shipping-documents baru diserahkan bila pembeli melakukan “Akseptasi” wesel berjangka yang diajukan.
D/P Documents against
Payment : Shipping-documents baru diserahkan bila pembeli melunasi Pembayaran.
Dishonour : Penolakan Akseptasi atau pelunasan wesel oleh “drawee”.
First of Exchange : Lembar Pertama (ASLI) dari wesel.
Foreign Currency Allocation : Jatah - devisa.
Foreign Exchange Option : Hak yang diberikan Bank pad.a pengusaha untuk membeli atau menjual valuta-asing tertentu Untuk suatu jangka waktu terbatas.
Foreign Exchange Hedging : Suatu cara untuk menghindari kerugian karena fluktuasi kurs valuta, yang lazim disebut SWAP- System.
Free Market Rate : Nilai tukar valuta (kurs) yang (Black Market Rate) didasarkan perimbangan “Permintaan dan Penawaran “dipasar-bebas.
Bila Pemerintah menetapkan kurs-resmi, maka kurs di atas lazim disebut kurs “Pasar-gelap”.
Indemnity (Letter of) : Surat-jaminan yang dikeluarkan eksportir yang menjamin “negotiating Bank” bila “Opening Bank” menolak pelunasan Shipping-documents karena adanya penyimpangan persyaratan Sebagai ditentukan L/C.
Revolving L/C : L/C yang boleh dipakai-ulang untuk jumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu pula.
Red Clause : Suatu syarat dalam L/C yang memberi hak pada Eksportir untuk menarik uang-muka dan L/C yang tersedia. sehingga memungkinkannya membeli barang yang akan diekspor. Semacam kredit dan Importir pada Eksportir.
Sola Bill : Wesel-Tunggal yang hanya terdin dan satu lembar Ash saja tanpa duplikat maupun tniplikat.
Biasanya ditandai dengan “SO-LA OF EXCHANGE”
Swap Transaction Tenor : lihat Foreign Exchange Hedging. Waktu antara Permulaan dan waktu jatuh-tempo dan suatu janji misalnya “Tenor” dan suatu wesel misalnya 60 hari setelah diunjukkan (60 days after Sight).
Trust-Receipt : Suatu dokumen yang ditandatangani importir, atas mana Bank menyerahkan barang pada Importir, tapi HAK MILIK atas barang tetap berada di tangan Bank sampai barang itu dilunasi Importir pada Bank.

Bab 6 Ekspor Impor

BAB VI. SISTEM EKSPOR
1. Syarat Penyerahan dan Biaya
Syarat penyerahan seperti Loco, FOB, Franco dan sebagainya bagi penjual mencerminkan kewajiban-kewajiban pokok yang menjadi tanggung-jawabnya. Pertama, syarat penyerahan ituharusmenentukan tempat dimana barang yang dijualnyaitu harusdiserahkan secara fisik kepada pembeli, sedangkan di lain pthak syarat penyerahan itu juga berarti penentuan biaya yang menjadi tanggung-jawab penjual. Selisih antara harga penjualan dengan biaya-biaya mi merupakan keuntungan atau kerugian bagi penjual. Hubungan antara syarat penyerahan dan jenis biaya yang menjadi tanggung-jawab penjual itu dapat digambarkan sebagai berikut ini.
Tabel 2. Hubungan Penyerahan biaya dan jenis biaya
Syarat Penyerahan Jenis Biaya yang Menjadi Tanggungjawab Penjual (Pada umumnya).
1. biaya pembuatan barang (biaya produksi.) ditambah biaya pemeliharaan selama dalam kekuasaan penjual.

a. Loco gudang penjual (biaya 1 dan 2). 2. keuntungan yang diperhitungkan penjual.
3. ongkos pengepakan : Bahan embalage, upah, ongkos membuat merk pada pengepakan.
b. Ex Gudang Penjual (biaya 1 s/d 4). 4. upah memindahkan barang ke luar pintu gudang penjual sendiri.
c. Ex Gudang Penjual di atas alat angkut (biaya 1 s/d 5) 5. upah menaikkan barang ke atas alat angkut (ke atas truck, ke atas gerbong dan lain-lain).
6. ongkos angkut barang dan gudang penjual sampai di sisi kapal di pelabuhan muat (loading port)
7. ongkos bongkar barang dan atas alat angkut ke dermaga di sisi kapal.
d. Free alongside (ship) (FAS) (biaya 1 s/d 8). 8. biaya ke luar barang seperti bea ekspor, bea statistik, biaya administrasi.
9. ongkos muat barang dan dermaga ke atas kapal (tallying cost).
e. Free on Board (FOB) 10. biaya administrasi shipping documents seperti bea-materai bill of lading.
f. Cost and Freight (C&F) (biaya 1 s/d 11) 11. Ongkos angkut dan pelabuhan muat sampai ke pelabuhan tujuan
g. C & F Landed/Free Overside (FOS) (biaya 1 s/d 12). 12. Ongkos bongkar barang dan atas kapal turun ke dermaga di pelabuhan tujuan (destination port).
h. Cost Insurance Freight (CIF) (biaya I s/d 1 3). 13. Premi asuransi dan barang-barang.
i. CIF Cleared (biaya 1 s/d 14) 14. bea masuk dan bea-bea impor Lainnya yang berlaku di negara pembeli pada saat barang sampai di pelabuhan tujuan termasuk Sewa gudang selama barang berada di gudang entre-port.
j. Franco Gudang Pembeli di atas alat angkut (biaya 1 s/d 15) 15. Ongkos angkut dan gudang entreport atau gudang lainnya di pelabuhan tujuan sampai ke gudang yang ditunjuk oleh pembeli.
k. Franco Gudang Pembeli (biaya 1 s/d 16) 16. ongkos menurunkan barang dan alat angkut dan menyusunnya di dalam gudang pembeli.

2. Kontrak Indent
Berdasarkan penawaran dan pensuplai yang biasanya mencantumkan harga CIF, dapatlah dihitung secara lebih tepat bea-masuk, sewa-gudang, biaya inklaring dan lain biaya pelabuhan, serta biaya Bank. Selam itu dapat pula diperkirakan waktu kedatangan kapal. Berdasarkan data di atas dapatlah disusun Kontrak-Indent dengan Indentor secara Lebih tepat.
Dalam menyusun Kontrak-Indent ini seyogyanya ditegaskan tanggung jawab atas risiko yang lazim dialami dalam perdagangan Internasional seperti risiko fluktuasi kurs (nilai) Valuta, devaluasi atas Valuta, Risiko keterlambatan pengapalan, risiko perbedaan mutu, risiko kenaikan ongkos angkut, risiko perubahan bea-masuk dan akibat lam karena perubahan peraturan pemerintah. Dalam Kontrak-Indent harus jelas pula diatur tanggung-jawab masing-masing pihak, serta jaminan pembayaran (Bank Garansi dan lain-lain).
3. Penempatan Pesanan
Setelah importir menerima penawaran dan pensuplai, ia berkewajiban mempelajari tiap-tiap penawaran itu dengan seksama baik mengenai mutu, harga, waktu penyerahan, serta syara pembayaran yang diajukan pensuplai. Yang paling penting ten tulah mengenai bonafiditas dan pensuplai yang dapat diperolel misalnya dengan minta referensi Bank dan pensuplai itu, atau pun semacam surat-keterangan yang dikeluarkan oleh Kamai Dagang dan negara pensuplai tersebut.
Sebaiknya kita berhubungan dengan pensuplai yang sudah terkenal yang biasanya sudah mempunyai Kantor-kantor Perwakilan di mana-mana, atau dapat ditanyakan melalui Kantor-kantor kedutaan Negaranya, ataupun melalui Kantor-kantor Kedutaan kita di negara pensuplai.
Bila penawaran dan pensuplai dapat kita setujui, dan dapat pula diterima oleh Indentor, maka barulah dibuat Surat pesanan atau Order Pembelian (Purchasing-Order) ke luar Negeri.
4. Kontrak Impor
Surat Pesanan (Order Sheet) diisi oleh Importir dan dialamatkan kepada Eksportir (Supplier). Surat-Pesanan itu harus diisi sesuai dengan keterangan dan data yang terdapat dalam surat penawaran (Offer) yang dikirimkan oleh Eksportir sebelumnya. Selain dan itu harus dilengkapi pula dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah dalam bidang impor misalnya pencantuman nomor-nomor ijin impor (Surat Ijin Impor), serta menjelaskan “Shipping-Mark” yang sudah menjadi kebiasaan (USAGE) dalam pengiriman barang-barang dalam Perdagangan Internasional. Dalam surat pesanan itu pula dicantumkan syarat-syarat pembayaran, misalnya mengenai L/C dan syarat-syarat L/C, serta syarat-syarat pengapalan seperti diperkenankan atau tidaknya pengapalan sebagian (Partial-Shipment allowed/Prohibited- Transhipment allowed/Prohibited). Secara lengkap Surat Pesanan itu berisikan :
a. Nomor order dan Importir.
b. Nomor referensi - penawaran dan pensuplai.
c. Waktu penyerahan atau pengapalan.
d. Cara pembayaran (Payment).
e. Dokumen pengapalan yang disyaratkan (Shipping-documents).
f. Alamat korespondensi (Natify-address).
g. Nomor ijin Impor (Import-Licence).
h. Pelabuhan tujuan (destination).
i. Syarat pengapalan :
1. Pengapalan sebagian (Partial Shipment)
 Diperkenankan : allowed.
 Dilarang : prohibited.
2. Pindah kapal : (Transshipment).
 Diperkenankan : allowed.
 Dilarang : not-allowed/prohibited.
j. Shipping-Mark yang diingini.
k. Uraian Iengkap dan barang yang dipesan, termasuk jumlah yang dipesan serta merek yang diingini.
l. Harga satuan dan total harga.
m. Syarat-penyerahan dan total harga.
n. Tanggal surat pesanan.
Surat pesanan setelah diisi selengkapnya dan secerrnatnya, ditandatangani oleh Importir sebelum dikirim kepada pensuplai atau Eksportir di luar negeri. Biasanya dalam surat pesanan itu dicantumkan juga permintaan dan Importir kepada Eksportir untuk membubuhkan tanda tangan sebagai tanda-persetujuan Eksportir atas surat pesanan itu di atas copy dan surat pesanan tersebut dan mengembalikan copy yang sudah ditandatangani itu kepada linportir. Copy surat pesanan yang ditanda-tangani oleh Importir dan eksportir sudah merupakan Kontrak yang mengikat antara Iinportir dan Eksportir. Namun demikian adakalanya setelah Eksportir menerima surat pesanan, maka berdarkan surat pesanan itu Eksportir mengirimkan konfirmasi atas pesanan itu kepada Importir dalam bentuk Sales Contract yang perlu pula ditanda-tangani oleh Importir dan mengembalikan copynya kepada Eksportir.
5. Pembukaan L/C
Kontrak baik dalam bentuk surat-pesanan yang diakseptasi oleh pensuplai, maupun dalam bentuk Sales Contract yang ditandatangani Eksportir dan Importir, secara hukum merupakan landasan utama atas terjadinya suatu transaksi. Karena itu kontrak yang sudah disetujui kedua pihak Importir dan Eksportir akan menjadi landasan utama yang mengikat bagi kedua-belah pihak dan akan menjadi pedoman pokok dalam pelaksanaan transaksi itu selanjutnya. Setiap perubahan dan tambahan persyaratan yang menyusul kemudian, akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dan kontrak semula dan karenanya setiap perubahan dan tambahan persyaratan haruslah mendapat persetujuan kedua-belah pihak dan sebaiknya dmyatakan secara tertulis. Sebagai pelaksanaan dan suatu Sales-Contract, pihak Importir berkewajiban menyediakan dana untuk melunasi barang yang dipesan dan dalam bentuk yang disepakati. Syarat pembayaran yang lazim adalah dengan Pembukaan Letter of Credit.
Di lain pihak kewajiban pokok pensuplai adalah menyiapkan pengapalan barang, segera setelah pensuplai menerima Letter of Credit yang dijanjikan Importir. Letter of Credit yang akan dibuka oleh Importir harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Harus memenuhi dan sesuai dengan syarat yang dicantumkan dalam Sales-Contract.
b. Harus memenuhi dan sesuai dengan ketentuan umum yang ditetapkan bank-devisa.
c. Harus memenuhi dan sesuai dengan ketentuan Kamar Dagang Internasional sebagairnana dicantumkan dalam The Uniform Customs and Practice for Documentary Credits”, yang berlaku pada saat L/C itu dibuka. (UCP mi diterbitkan pertama kali tahun 1933 dan direvisi pada tahun 1951, 1962, 1974 dan terakhir tahun 1984).
6. Persiapan Pengeksporan
Setelah menerima surat pesanan, Sales-Conract dan L/C dan Importir, maka tiba giiran Eksportir untuk melaksanakan kewajiban pokoknya yaitu melaksanakan pengapalan barang yang dipesan, menyiapkan Shipping-Documents (Dokumen Pengapalan) dan menegosiasi (Meng-uangkan) dokumen pengapalan dengan Banknya. Secara fisik Eksportir mulai melaksanakan hal sebagai berikut :
a. Memproduksi barang yang sesuai dengan spesifikasi yang terdapat dalam surat pesanan dan L/C bila Eksportir itu adalah produsen-eksportir.
b. Bila Eksportir tersebut bukan produsen, maka Eksportir Segera menempatkan pesanan pada produsen yang sebenarnya ataupun membeli dari pasar umum, balai lelang maupun bursa komoditi.
c. Mempersiapkan pengapalan barang sesuai dengan Standar Ekspor (export-Packing) yang layak-laut (Seaworthy-Packing) ataupun yang cocok untuk angkutan peti-kemas, tanker dan alat angkut lainnya.
d. Memberikan “Shipping-Marks” sesuai surat pesanan maupun L/C serta sesuai kebiasaan yang berlaku dalam perdagangan Internasional.
e. Menunjuk badan-usaha Ekspedisi atau Freight Forwarder yang akan mengurus dan mencarikan ruangan kapal (Shipping-Space) yang sesuai dan dalam waktu sebagaimana ditetapkan dalam surat pesanan dan L/C.
f. Menunjuk Surveyor atau Juru-Ukur (Weigher/Measurer) yang akan melakukan penelitian mutu, kuantum dan volume barang yang diperlukan untuk :
1. Penerbitan Survey-Report atau Clean Report of Finding (LKP - Laporan Kebenaran Pemeriksaan) yang biasanya disyaratkan oleh surat pesanan dan L/C. Survey Report mi biasanya dikeluarkan oleh Juru Periksa yang disumpah (Sworn Surveyor). Pemeriksaan mi biasanya meliputi jenis barang, mutunya, jumlah (kuantum), berat (weight), ukuran (volume), harga satuan dan total menurut harga pasar yang berlaku, biaya tambang (Ocean Freight/Airfreight) yang lazim, nomor tarif-Pos sesuai CCCN, dan sebagainya yang diwajibkan dalarn surat pesanan dan L/C.
2. Survey-Report ini juga dipakai Eksportir dalarn membuat dokumen pengapalan seperti :
a. Konosemen
b. Faktur - Perdagangan
c. Daftar - Pengepakan (Packing-List-Measurement-list).
Untuk penyelesaian administratif, maka Eksportir melakukan tugas sebagai berikut :
a. Menyiapkan Faktur-Perdagangan (Commercial Invoice)
Yang dimaksud dengan Faktur Perdagangan atau Faktur adalah sebuah Nota Perhitungan (a bill) yang dikeluarkan oleh seorang pedagang/pengusaha ditujukan kepada pedagang/pengusaha lain yang berisikan keterangan lengkap tentang barang yang dijual atau yang sedang dalam pelayaran. Keterangan itu biasanya sesuai dengan yang terdapat dalam Konosemen, (kecuali harga yang biasanya jarang tercantum dalam konosemen). Keterangan itu biasanya menyangkut :
1. Kuantum
2. Uraian lengkap, narnun ringkas
3. Harga satuan dan total
4. Cara pengepakan
5. Syarat pembayaran
6. Nama dan alamat pembeli
7. Nornor dan tanggal L/C
8. Nomor dan tanggal surat pesanan
9. Narna kapal dan jalur-pelayaran
10. Narna dan alamat Maskapai Asuransi dan lain-lain.
Faktur dipakai sebagai Dokumen Pembuktian dan suatu transaksi dan biasanya diberi nornor-urut serta tanggal pengeluaran. Di samping Faktur-Perdagangan biasa dikenal pula :
1. Faktur-Konsinyasi (Consigment-Invoice), yaitu faktur untuk barang-konsinyasi yang mempunyai status barang titipan.
2. Faktur-Proforma (Proforma-Invoice), yaitu surat penawaran (Offer) dalam bentuk faktur.
3. Faktur Barang Percontoh (Sample-Invoice) yaitu faktur untuk percontoh yang biasanya cuma-cuma (Tanpa nilai = Free of Charges).
4. Faktur-Pabean (Customs-Invoice) yaitu faktur resmi (Official In voice) yang dibuat Eksportir untuk keperluan bea-cukai pada waktu barang ekspor itu dimasukkan ke negara tertentu, yang berisi Harga pasar di negara Eksportir dan harga jual Eksportir yang gunanya untuk menghindari dumping.
5. Faktur-Konsuler (Consular-Invoice), yaitu faktur resmi yang disahkan oleh Kedutaan/Konsulat negara Importir, untuk barang yang akan diimpor, misalnya impor dan Singapore memerlukan consular Invoice yang dikeluarkan KBRI (Kedutaan Besar R.I) diSingapore.
Tujuan penggunaan Faktur-Pabean dan Faktur-Konsuler hampir sama yaitu untuk mengetahui bahwa harga ekspor tidak banyak berbeda dengan harga-harga pasar yang berlaku di negara Ekspontir pada saat pengeksporan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah Under-Invoicing yang merupakan Dumping, penyelundupan bea-masuk, ataupun mencegah Over-Invoicing yang merupakan penggelapan devisa yang merugikan negara Importir. Jadi Faktur-Pabean maupun Faktur-Konsuler yang bentuknya ditentukan oleh pemerintah negara Importir, bertujuan untuk melindungi kepentingan negara Importir.
b. Menyiapkan Daftar Pengepakan (Packing list, Weight-Note, Measurement-List)
1. Packing List
Packing-List adalah perincian lengkap dan barang yang terdapat dalam setiap peti. Sehingga dan setiap peti dapat diketahui isinya satu per satu, baik mengenai jumlah maupun jenisnya. Packing-List penting sekali bagi barang yang tidak sejenis maupun tidak seragam, seperti mesin-mesin, spare-part, barang-barang kelontong, tektil dan barang lain semacamnya itu. Dengan adanya patking list dan setiap peti, maka tidak mudah terjadi kekeliruan, sehingga Importir misalnya dalam melakukan penjualan tidak akan keliru dalam melakukan penyerahan barang. Misalnya Packing-List dan tekstil, sekalipun satu partai itu semuanya terdiri dan barang yang sejenis misalnya PRINTED POPLIN tetapi corak (design)-nya bisa berheda antara satu peti dengan peti lainnya. Peti no. 1 sampai no. 10 mungkin berisi printed poplin dengan kembang rose atas dasar putih, sedangkan peti no. 11 sampai 20 berisi printed poplin dengan kembang teratai atas dasar warna kuning. Begitu juga mengenai mesin-mesin dan suku cadang. Dengan adanya packing list itu tidak mungkin timbul kekeliruan tentang isinya.
2. Weight Note
Weight-Note adalah hasil penimbangan yang menjelaskan herat kotor harang (gross weight) dan berat bersili (nett weight) dan setiap peti pengepakan barang. Untuk barang yang harganya didasarkan atas beratnya, maka penimbangan atas barang itu sebaiknya dilakukan oleh juru timbang yang disumpah (sworn weigher). Weight note ini di samping untuk mengetahui berat barang serta menentukan jumlah harganya, juga sangat diperlukan untuk mernungkinkan importir mempersiapkan segala sesuatu untuk menyelenggarakan penerimaan barang. Misalnya untuk mempersiapkan crane (alat kerek) yang diperlukan. alat-alat angkat seperti Forklift, Truck, Trailer, keadaan jalan yang akan dilalui dan pelabuhan pernbongkaran ke pedalaman, peralatan yang diperlukan di gudang penyimpanan seperti alat-alat untuk menurunkan harang di gudang (forklift gudang, crane gudang dan lain-lainnya). Weight note ini penting sekali artinya bagi importir yang menyelenggarakan proyek pembangunan di samping untuk barang yang harga satuannya didasarkan atas beratnya.
3. Measurement List
Measurement list adalah hasil pengukuran atau penakaran yang memuat keterangan mengenai volume dan pengepakan setiap barang, yang keperluannya antara lain untuk menghitung ongkos angkut ataupun untuk keperluan persiapan penerimaan barangnya.
7. Pengapalan
Setelah barang siap untuk ekspor (Ready for Export), maka Eksportir menyerahkan harang-barang itu kepada Forwarding Agent atau langsung pada Maskapai Pelayaran untuk dikirim Selanjutnya ke pelabuhan tujuan yang dimaksud dalarn surat pesanan dan L/Q, dan setelah itu rnenyelesaikan Custom-Clearance untuk barang ekspor. Dan Maskapai Pelayaran, Eksportir menerima konosemen atau Bill Of Lading atau Bill of Lading for Combined Transport bagi barang-barang yang diangkut dengan Aneka-Wahana, dengan memakai satu konosemen sesuai dengan ketentuan The Uniform Rules for a Combined Transport Document (ICC— Brochure No. 298).
8. Negosiasi Dokumen
Setelah barang dikapalkan dan Eksportir telah menenima konosemen dan Maskapai Pelayaran atau Freight Forwarder, maka tibalah saatnya bagi Eksportir untuk mengurus penerimaan pembayaran dan Bank yang dikuasakan Importir untuk menegosiasikan (menguangkan) dokumen pengapalan. Dokumen Pengapalan (Shipping-document) tidak hanya terdiri dan konosemen atau Bill Of Lading tapi terdiri dan semua dokumen yang disebutkan dalam L/C. Pada umumnya dokumen pengapalan itu terdiri dari :
1. Draft, wesel atau lazirn juga disebut dengan Bill Of Exchange.
2. Konosemen atau Bill Of Lading yaitu salah satu dan:
a. (lean-Ocean On Board Bill of Lading.
b. Combined Transport Bill Of Lading.
c. Airways Bill Of Lading.
d. Post-Office Receipt.
3. Commercial Invoice atau Faktur Perdagangan.
4. lnstirance-Policy (C’rtifkate).
5. Consuler Invoice atau Faktur Konsuler.
6. Packing List, Weight-Note and Measurement List.
7. Inspection Certificate atau Surveyor Report (Laporan Pcmeriksaan Kehenaran).
8. Mam.it’acturer’s Certificate.
9. Chemical Analy sis.
10. Certificate 01. Origin (SKA = Surat Keterangan Negara Asal).
11. Assembling Guide Book.
12. Lay out—Drawing (Gambar Denah).
13. Drawing Of Individual Machine and Equipment. (Gambar teknis masing-masing peralatan/mesin).
14. Instruction Manual.
15. ManufacturingProcess/Processing Documentation.
16. Leaflet/Brochure.Bank meneliti dengan seksama setiap dokumen yang diajukan untuk memast ikan bahwa setiap dokumen itu telah sesuai dengan apa yang disehut dalam 1/C bersangkutan. Setelah yakin bahwa dokumen yang diajukan adalah cocok dengan dokumen yang disyaratkan dalam L/C, maka Bank membayar kepada Eksportir sejumlah yang ditagih sesuai ketentuan L/C. Ketentuan L/C mengenai pembiayaan biasanya salah satu dan 4 (empat) kemungkinan sehagai berikut :
a. At Sight
Bank langsung melunasi pada saat dokumen pengapalan diperlihatkan.


b. Defered Payment
Bank melunasi pernbiayaan dalam beberapa waktu kemudian sesuai dengan yang disepakati.
c. Bank melakukan Akseptasi atas wesel yang ditarik, dan melunasi wesel itu pada saat Jatuh Tempo (maturity).
d. Bank melakukan Negosiasi atau melunasi wesel yang ditarik Eksportir atau penarik wesel yang sudah Jatuh Tempo.
Ketentuan dan tata-cara pembayaran berdasarkan L/C ini diatur dalam “Uniform Customs and Practice for Documentary Credits 1983 Revision, Inforce as from 1 October 1984 -- ICC Brochure No. 400”.
9. Penerusan Dokumen
Bank mau dan bersedia melakukan pelunasan atas barang walau dengan imbalan hanya Dokumen-Pengapalan disebabkan karena :
a. Bank telah diberi wewenang oleh Importir untuk melunasi pembayaran sesuai ketentuan L/C.
b. Selain Dokumen-Pengapalan terdapat dokumen yang mempunyai kedudukan sebagai “Document of Title” atau dokumen yang mewakili atau memberi Hak Pemilikan atas barang yang disebut dalam dokumen itu. Dokumen yang dimaksud adalah konosemen atau Bill of Lading.
Oleh karena dokumen pengapalan ini merupakan surat berharga yang penting, biasanya diteruskan oleh Advising-Bank / Negotiating Bank kepada Opening Bank dalam 2 (dua) tâhap pengiriman. Untuk mencegah hilangnya dokumen ini selama dalam perjalanan, dokumen pengapalan yang biasanya terdiri 3 set Original itu dibagi dalam 2 (dua) set, First-Original dikirim dengan First-Mail, sedangkan set-kedua yang terdiri dan Second & Third Original dikirimkan dengan Second-Mail. Dengan demikian diharapkan salah satu dan original dokumen pengapalan itu akan sampai dengan selamat pada Opening Bank atau pada Importir.
10. Pengeluaran Barang
Setelah Opening Bank menerima dokumen-pengapalan dan Bank Korespondennya (Advising/Negotiating Bank), maka Opening Bank menyelesaikan perhitungannya dengan Importir. Setelah itu Opening Bank menyerahkan dokumen-pengapalan itu kepada Importir untuk dipergunakan selanjutnya dalam penyelesaian bea-masuk dengan Bea & Cukai dan penyerahan barang dan Maskapai Pelayaran. Pelaksanaan pengeluaran barang ini dan daerah pabean ke dalam peredaran biasanya disebut dengan Inklaring atau Custom Clearance barang impor.
11. Penyerahan Barang
Setelah barang dibebaskan dan wilayah pabean dalam arti kata sudah dibayar semua bea-masuk dan pungutan impor Iainny, maka barang itu sudah boleh diangkut ke gudang Importir atau langsung diserahkan pada Indentor yang memesan barang itu ; sesuai dengan Kontrak Indent yang ditandatangani antara Importir dan Indentor. Dengan penyerahan barang dan Importir kepada Indentor ini, selesailah tugas pelaksanaan impor itu. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan ganti-rugi (Claim) atas kerusakan dan kerugian dapat diselesaikan sesuai ketentuan Polis Asuransi dan tiap transaksi.

INTERNATIONAL TRADE PROCESS
FIRST - STEP
1. Indentor menyampaikan surat permintaan harga kepada Importir untuk barang yang dibutuhkannya (Letter of Intent).
2. Importir mencari informasi tentang Pensuplai di luar negeri yang biasa mensuplai barang tersebut, melalui Badan Pengembangan Perdagangan Internasional yang lazim.
3. Importir setelah menemukan Pensuplai yang sesuai, menginmkan Surat Permintaan Penawaran untuk barang yang diingini.
4. Pensuplai mengirimkan penawaran (Offer) kepada Importir yang biasanya dalam Valuta Asing.
5. Berdasarkan penawaran dan Pensuplai, Importir membuat kalkulasi harga Impor dengan menambahkan bea masuk dan komisi-indent dan membuat penawaran harga dalam Rupiah untuk Indentor.
INTERNATIONAL TRADE PROCESS
SECOND - STEP
1. Indentor menandatangani kontrak jual-beli Indent dengan Importir.
2. Importir menempatkan pesanan kepada pensuplai di luar negeri atau menandatangani kontrak jual beli import dengan Pensuplai.
3. Pada waktu yang bersamaan Importir mengajukan aplikasi pembukaan L/C pada Bank-Devisa yang menjadi langganannya.
4. Bank-Devisa melaksanakan pembukaan L/C sesuai dengan permintaan Importir melalui Bank Korespondennya di negara Pensuplai. Bank yang membuka L/C ini disebut Opening atau Issuing Bank.
5. Bank Koresponden yang menerima L/C ini yang disebul Advising Bank meneruskan pembukaan L/C ini kepada Supplier yang berhak menerima L/C tersebut yang dalam hal ini biasa disebut Beneficiary dan L/C tersebut.
INTERNATIONAL TRADE PROCESS
THIRD - STEP
1. Pensuplai setelah menerima pesanan (Order) dan L/C dan Importir segera mempersiapkan barang untuk Ekspor bersama produsen dan dengan bantuan Forwarding Agent maskapai asuransi dan Bea Cukai menyerahkan barang kepada perusahaan pelayaran untuk diangkut ke negara Importir.
2. Perusahaan pelayaran mengangkut barang untuk diserahkan kepada Importir melalui Agen Pelayaran di negara Importir.
3. Pensuplai menguangkan (menegosiasi) Shipping Documents dengan Bank Koresponden yang bertindak sebagai Negotiating Bank.
3.a. Pensuplai pada waktu bersamaan meneruskan Copy Shipping Documents langsung kepada Importir.
4. Negotiating Bank meneruskan Shipping Document kepada Issuing Bank di negara Importir.
5. Issuing Bank setelah menerima penyelesaian pembayaran dan Importir menyerahkan Ash Shipping Documents kepada Importir.
6. Importir dengan bantuan EMKL/EMKU menyelesaikan Bea-Masuk dengan Pabean dan setelah itu menyelesaikan Delivery Order (D.O.) dengan Agen Pelayaran bersangkutan.
7. Agen Pelayaran setelah menerima Ongkos Angkut dan lain biaya pengangkutan menyerahkan barang kepada Importir sebagai tukaran Bill of Lading atau Delivery Order.
8. Importir setelah menerima barang dan Agen Pelayaran meneruskan barang tersebut kepada Indentor.

Sabtu, 14 November 2009

exim

BAB I PENDAHULUAN

Kelezatan cita rasa udang sudah semakin lezat dan semakin akrab dengan para konsumen di negara-negara maju, karena memang konsumen utama udang dan produknya berdomisili di negara tersebut. Pada mulanya di negara maju pun udang tergolong bahan pangan yang terhitung ‘mewah’. Perkembangan perekonomian dunia dari sisa-sisa reruntuhan Perang Dunia Kedua pada dekade enam puluhan memacu tingkat kesejahteraan, meningkatkan pendapatan perkapita, dan meningkatkan daya beli masyarakat di negara-negara maju. Kecenderungan ini secara bertahap mengubah pola konsumsi bahan pangan ke arah bahan pangan yang lebih bermutu dan bergengsi. Itulah sebabnya, jika pada awalnya udang tergolong bahan pangan ‘mewah’ pada akhirnya dapat terjangkau oleh masyarakat negara maju yang lebih luas lagi. Sehingga, pada dekade enam puluhan kecenderungan peningkatan permintaan udang di pasaran internasional sudah tampak nyata.
Memasuki dekade tujuh pulhan, perekonomian Negara-negara maju semakin pulih. Dampak dari kondisi ini berpengaruh langsung terhadap perkembangan perdagangan udang internasional. Hasil survei ITC, UNCTAD/GATT terhadap perdagangan udang internasional memperlihatkan bahwa dalam kurun 1977-1981 volume perdagangan udang internasional meningkat kurang lebih sebesar 22%, sedangkan dari segi nilainya dalam basis U.S dolar mengalami peningkatan kurang lebih sebesar 60%. Volume impor udang dunia pada 1981 mencapai sekitar 450 ribu mt setara bobot produk dengan nilai US$ 3 milyar. Hasil survey yang sama memperlihatkan pula bahwa pada 1981 Jepang merupakan pasara udang terbesar di dunia yang menyerap udang impor senilai US$ 1,24 milyar diikuti Amerika Serikat yang menduduki peringkat kedua dengan daya serap udang impor senilai US$ 751 juta. Ini berarti pada 1981 kedua pangsa pasar tersebut menyerap sekitar 66% dari total nilai udang impor dunia. Masa tahun 2000-an terjadi peningkatan konsumsi udang secara terus menerus terhadap masyarakat dunia, terutama pada negara maju, seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat.
Kemudian dalam dekade delapan puluhan tatkala perekonomian dunia dililit resesi yang berkepanjangan yang pada periode ini ditandai pula dengan merosotnya harga mata dagangan ekspor primer yang berasal dari Negara-negara berkembang, pamor udang tetap tidak bergeming. Harga udang di pasaran internasional tetap kuat. Sehingga udang disebut-sebut sebagai mata dagangan yang berdaya taham cukup kokoh atau imun terhadap pengaruh negative resesi ekonomi dunia tadi.
Bagi kebanyakan Negara berkembang yang memiliki sumber daya udang, menguatnya harga udang di pasaran internasional secara langsung mempengaruhi pula jumlah pendapatan ekspornya. Sebab, jika Negara maju berperan sebagai konsumen udang, hal yang sebaliknya terjadi pada Negara berkembang. Kurang lebih 70% dari volume perdaganagn dunia dipasok oleh Negara-negara berkembang.
Akrabnya konsumen di Negara maju terhadap udang tidak terlepas pula dari mutu udang itu sendiri sebagai bahan pangan yang bergizi. Kandungan lemak dalam udang rendah, demikian pula kalorinya. Udang cukup handal sebagai sumber protein, tetapi udang mengandung pula kolesterol dan asam lemak jenuh maupun tak jenuh. Asam lemak jenuh diketahui dapat meningkatkan kadar kolesterol darah. Sebagian besar asam lemak yang terkandung dalam udang termasuk asam lemak tak jenuh dari gugus omega-3 yang diketahui dapat menurunkan kolestrol darah. Kesetimbangan ini nyaris sempurna, sehingga mengkonsumsi udang tidak berarti menimbun kolesterol darah. Faktor inilah diantaranya yang ikut pula mendorong laju peningkatan konsumsi udang di Negara maju. Kendatipun pola konsumsi pangan suatu masyarakat tidak akan terlepas pula dari faktor lingkungan, gaya hidup, sosiokultural, dan faktor-faktor lainnya.
Jika kita mencoba menyibak pangkal pemenuhan kebutuhan udang di Negara maju, maka pada awalnya kebutuhan itu cukup dipenuhi dari hasil tangkapan domestik. Tangkapan yang semakin intensif secara bertahap menyusutkan sumberdaya udang domestik yang ada. Meningkatnya biaya operasional dalam penyelenggaraan tangkapan udang domestik menyababkan harga satuan udang domestik semakin mahal. Di samping itu, laju pertumbuhan konsumsi udang di Negara-negara maju sudah tidak dapat diimbangi sepenuhnya hanya dari hasil tangkapan domestik. Peluang inilah yang menyibakkan kesempatan bagi udang ekspor untuk merambah pangsa pasar di Negara-negara maju. Dan peluang ini terbuka bagi kebanyakan Negara berkembang yang memiliki sumber daya udang.
Lebih lanjut, perkembangan perdagangan internasional banyak pula disumbang oleh kemajuan tekonologi pangan. Sebagai contoh perkembangan teknologi pembekuan memungkinkan distribusi dan trasnportasi udang dari daerah yang terpencil menuju sentra konsumsi udang di Negara maju yang terkadang harus melalui jarak ribuan kilometer. Udang tergolong mata dagangan yang mudah rusak (perishable). Dengan predikat ini, maka makna teknologi pendinginan dan pembekuan secara langsung akan meningkatkan kegunaan bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan dari mata dagangan yang dimaksudk. Namun, tidak dapat diabaikan pula bahwa perkembangan teknologi pangan tidak selamanya memberikan dampak yang positif bagi perkembangan perdagangan udang natural. Dewasa ini dengan semakin majunya teknologi pangan, para pakar di Negara maju sudah mulai mereka-reka untuk mensintesa produk udang sintetik. Sehingga tidak menutup kemungkinan jika pada suatu saat harga udang natural sudah demikian mahal para konsumennya akan berpaling kepada produk udang sintetik.
Sebagai layaknya suatu produk, udang terikat dalam tatanan daur hidup produk yang mengenal titik kejenuhan dan penurunan. Kendatipun demikian, para pakar masih memperkirakan suatu peningkatan dalam perdagangan udang internasional pada dekade mendatang, walaupun laju pertumbuhannya diproyeksikan lebih rendah jika dibandingkan dengan periode satu dua decade yang lampau. Dan jika pada decade lampau sumber pasokan udang dunia lebih bertumpu pada hasil penangkapan, maka dengan semakin berkembangnya teknologi budidaya udang di mancanegara, sumber pasokan itu akan lebih bergeser kea rah udang hasil budidaya.
Dari kacamata perekonomian Indonesia, ekspor udang memiliki makna yang penting. Segala upaya yang terlibat dalam proses produksi dan pemasaran udang ekspor Indonesia merupakan sektor-sektor yang memberikan sumber mata pencaharian bagi rakyat banyak. Bidang usaha ekspor udang di Indonesia merupakan tumpuan hidup bagi petani nelayan, petani petambak, pedagang pengumpul, buruh, tenaga kerja, maupun pengusaha yang menanamkan modalnya di sektor ini serta para pakar yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan budidaya, teknik pengolahan, dan pemasaran udang.
Kemampuan bidang usaha ekspor udang Indonesia sebagai salah satu sarana penyerap tenaga kerja pun tidak disangsikan. Ambil saja satu contoh sektor industri pengolahan udang di Indonesia adalah industri pengolahan udang beku yang diselenggarakan oleh para pengusaha cold strorage yang mengolah udang dengan kapasitas 2 mt per hari, minimum dapat menyerap 70 orang tenaga buruh. Kemampuan penyerapan tenaga kerja di bidang usaha ekspor udang ini akan terlihat semakin lusa jika kita mencoba mengkaji lebih terinci terhadap semua sektor yang terlibat di dalamnya termasuk sektor industri kemasan sebagai industri komplementer bagi bidang usaha ekspor udang di Indonesia.
Di pihak lain, bidang ekspor udang dapat pula diandalkan sebagai sektor yang dapat dijadikan tumpuan dalam pemupukan devisa negara. Sebagai salah satu mata dagangan ekspor non-migas Indonesia udang diekspor dalam berbagai bentuk produk. Namun demikian, udang ekspor Indonesia sebagai besar disajikan dalam bentuk hasil olahan beku. Dalam dekade delapan puluhan terakhir ini, khusus untuk udang beku saja dapat memberikan sumbangan devisa sekitar US$ 156 juta sampai US$ 280 juta. Dari kemampuan dalam menyedot devisa inilah maka sejak 1980 udang dapat menggeser posisi minyak kelapa sawit yang sebelumnya diorbitkan sebagai primadona mata dagangan ekspor Indonesia.
Dari gambaran selintas di atas, tampak nyata bahwa kelangsungan ekspor udang Indonesia berkaitan dengan hajat masyarakat banyak. Pertanyaan logis yang timbul karenanya, sejauh mana prospek perkembangan pasar udang internasional dalam periode mendatang, pertumbuhan konsumsi, dan perkembangan harganya? Sementara ini, Jepang masih tetap sebagai pangsa pasar udang terbesar di dunia yang tentunya juga menarik bagi negara-negara produsen lainnya, sehingga sudah dapat diperkirakan pada masa mendatang persaingan antar negara produsen di pangsa pasar Jepang akan semakin ketat.
Untuk menarik manfaat yang maksimal, maka segala gejolak dan perkembangan para udang internasional khususnya yang berkaitan dengan Jepang perlu diikuti dan dipantau secaa seksama. Keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia harus dapat dimunculkan untuk mengantisipasi perkembangan pasar termasuk kekuatan-kekuatan yang mempengaruhinya. Dengan demikian kita akab dapat tetap tegar dalam menghadapi perubahan situasi apapun. Bagi produsen dan pemasar, pemahaman terhadap peraturan dan ketentuan impor udang di negara tujuan merupakan satu keharusan yang tidak dapat dihindarkan termasuk seluk-beluk dan karakteristik pasarnya.
Penulis menyusun buku ini bertumpu pada data mutakhir dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan serta diperoleh baik dari dalam maupun dari luar negeri. Keikutsertaan penulis dalam seminar dan lokakrya perudangan, sebagai peserta dalam misi dagang ke luar negeri, serta ditambah dengan pengalaman praktik penulis pribadi dala menangani ekspor udang beku, sangat membantu penulis dalam menysusn dan menyajikan materi yang lebih komprehenssif.
Data kuantitatif dan data statistik yang disajikan dalam buku ini bersumber dari data resmi. Penggunaan istilah dalam bahasa Inggris baik pada tebal maupun pada uraian kualitatif akan tetap dipertahankan sebagaimana aslinya. Hal ini bertujuan bukan saja untuk mempersingkat uraian, tetapi juga sebagai sarana untuk lebih membiasakan dan mengakrabkan kita dalam menggunakan peristilahan yang lazim berlaku dalam dunia perdagangan udang internasional.
Diharapkan uraian yang disajikan dalam buku ini dapat memberikan gambaran secara komprehensif terhadap peluang dan prospek pasar udang di jepang dan Amerika Serikat sebagai dua pangsa pasar terbesar di dunia, terutama yang banyak menyangkut kepentingan Indonesia. Melalui penyajian data mutakhir yang berkaitan dengan produksi, ekspor-impor, karakteristi pasar, perkembangan harga dan sebagainya, di kedua pangsa pasar tersebut minimal akan dapat memberikan gambaran umum terhadap prospeknya di masa mendatang. Semoga!

II. Udang di Pasaran Internasional
1. Ragam Spesies dan Nama Dagang
Dalam dunia perdagangan interansional dikenal beragam spesies udang. Keragaman spesies udang ini dapat dipilah-pilah lebih lanjut di antaranya menurut asal habitatnya. Berdasarkan asal habitatnya, spesies udang yang telah dikenal dalam jalur perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yakni :
- Spesies udang laut-dingin. Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada lautan darah dingin. Pertumbuhannya lambat dan bentuk fisik serta ukurannya lebih kecil jika dibandingkan dengan udang laut yang berasal dari daerah tropika.
- Spesies udang laut tropika. Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada perairan pantai daerah tropika, serta memiliki ukuran yang lebih besar.
- Spesies udang air tawar. Umumnya kelompok spesies ini hidup pada danau atau sungai di daerahbtropika dan dapat memiliki ukuran yang besar sekali. Spesies udang ini dalam dunia perdagangan internasional umumnya dikenal sebagai giant river prawn.
Spesies udang laut-dingin menyebar dan banyak ditangkap di daerah sebelah utara Jepang, Alaska, Kanada, di sebelah barat laut dan timur laut Amerika Serikat, Islandia, Greenland, dan di sebelah utara Eropa. Spesies utama dari perairan laut dingin yang lazim dijumpai di pasaran internasional, antara lain Pandalus borealis (deep water prawn/ norhern prawn) dan Crangon crangon (common shrimp).
Berdasarkan preferensi konsumennya, udang yang berasal dari perairan laut-dingin lebih disukai oleh para konsumen di Eropa terutama Eropa bagian utara. Sedangkan untuk Amerika Serikat dan Jepang, spesies udang laut dingin hanya menempati bagian pasar yang kecil.
Spesies udang laut tropika menduduki bagian terbesar dari pasar udang di Amerika Serikat, jepang, dan Eropa bagian selatan. Bahkan spesies tersebut merupakan bagian terbesar yang masuk dan beredar dalam jalur perdagangan udang dunia.
Daerah penyebaran spesies udang laut tropika meliputi perairan pantai Tenggara Amerika Serikat, Teluk Meksiko, Laut Karibia, pantai barat tangah Afrika, Teluk Persia, negara-negara pantai Samudera Hindia, Asia Timur, Indonesia, Australia, pantai barat Amerika Tengah, dan pantai timur serta pantai barat Amerika Selatan.
Udang laut yang berasal dari perairan tropika dan yang diekspor dari daerah Indo-Pasifik, daerah pemasaran utamanya adalah Jepang. Pasaran Amerika Serikat memperoleh pasokan udang tropika terutama dari daerah Atlantik Barat dan Pasifik Timur, sedangkan pasaran Eropa mendapat pasokan udang tropika terutama dari Afrika dan daerah Indo-Pasifik.
Spesies udang air tawar relatif menduduki posisi yang kurang penting dalam percaturan perdagangan udang dunia. Hal ini dikarenakan bukan saja volume perdagangannya relatif kecil, tetapi juga daerah pemasarannya terbatas hanya pada beberapa negara di Eropa saja, seperti Belgia, Nederland, Prancis dan Jerman Barat.
Di luar spesies udang air tawar, paling sedikit terdapat lebih dari 20 macam spesies udang laut tropika yang telah lazim diperdagangkan secara internasional dan hampir seluruhnya termasuk udang Penaeid. Spesies udang yang secara komersial memiliki arti pending dalam perdagangan internasional antara lain Udang windu (Penaeus Monodon), Udang Putih (Penaeus Merquensis), Udang Coklat (Brown Shrimp) dan Udang Galah (Macrobranchium Rosenbergii). Berdasarkan hal tersebut, tampak bahwa ragam jenis spesies udang laut tropika lebih dominan jika dibandingkan dengan spesies udang yang berasal dari kawasan laut-dingin. Keragaman spesies udang laut daerah tropika merupakan sumberdaya alami yang dimiliki oleh negara-negara dalam kawasan yang bersangkutan, termasuk di dalamnya Indonesia. Hal ini perlu disyukuri, karena bukan saja spesiesnya telah dikenal luas, tetapi juga cukup mendominasi pasar udang internasional. Udang Penaeid yang dimiliki Indonesia, antara lain udang jerbung/udang putih (Penaeus merguiensis) udang kelong/udang putih (Penaeus indicus), udang raja/udang kembang (Penaeus latisulcatus), udang bago (Penaeus semisulcatus), dan udang windu (Penaeus monodo).
Mengacu pada keterangan udang yang banyak dikonsumsi masyarakat dunia, dan jika kita kembali kepada kelompok spesies udang komersil serta untuk mempermudah pemahaman terhadap keragaman spesies udang termasuk sosok fisiknya,
Seperti yang sudah lazim berlaku dalam dunia perdagangan, maka mata dagangan hasil pertanian, perhutanan, dan perikanan selain memiliki nama ilmiah juga menyandang nama dagang. Nama dagang dari suatu produk pada dasarnya merupakan pencerminan dan kesepakatan antara penjual dengan pembeli atau antara eksportir dan importir dalam menyatakan ”suatu bentuk produk” dengan spesifikasi tertentu. Dengan adanya nama dagang akan dapat dihindarkan terjadinya kesalahpahaman dana penafsiran terhadap suatu mata dagangan atau produk yang dimaksud.
Nama dagang udang tampaknya agak kompleks. Dapat terjadi nama dagang yang digunakan bagi spesies udang tertentu pada suatu negara atau wilayah tidak selalu sama pengertiannya. Dalam kasus lain tidak tertutup kemungkinan pula, penamaan yang sama digunakan bagi 2 macam spesies yang berbeda, baik yang berasal dari satu famili ataupun yang berasal dari famili yang berbeda.
Kemudian dalam dunia perdagangan internasional dikenal pula 2 istilah yang digunakan untuk menamakan udang yaitu prawn dan shrimp. Kedua penamaan ini sering digunakan sebagai pembeda ukuran fisik. Shrimp digunakan untuk menyebut udang yang berukuran kecil, dan biasanya digunakan untuk menamakan udang yang tergolong dalam famili Crangonidae. Istilah prawn digunakan untuk menamakan spesies dengan ukuran fisik yang lebih besar, terutama dari famili Pandalidae, Peneidae, Palaemonidae.
Sering pula shripm dan prawn digunakan untuk membedakan asal habitat udang. Shrimp digunakan untuk menamakan spesies udang laut dan prawn digunakan untuk menamakan spesies udang sungai atau spesies udang air tawar. Sehingga tidak jaranag pula dijumpai pemakaian istilah sea water shrimp dan fresh water prawn.
Sampai dengan saat ini belum ada batasan baku faktor apa tepatnya yang membedakan penggunaan kedua istilah tersebut dalam penamaan udang. Batasan ini semakin kabur, karena dalam perkembangannya dewasa ini istilah shrimp digunakan pula dalam hubungannya dengan penamaan berbagai spesies yang tergolong ke dalam famili Pandalidae, Peneidiae dan Palamonidae. Kekaburan itu akan tampak semakin nyata jika kita mencoba untuk menguak ragam penggunaan istilah prawn dan shrimp yang dijumpai dalam dunia perdagangan internasional sebagaimana pada uraian di bawah ini.
Common prawn, digunakan untuk menamakan Palamonseratus atau Leander seratus. Asal dan daerah penghasil utama spesies ini tersebar di kawasan Atlantik Utara, Mediterania/Eropa, dan Afrika Utara.
Deep water prawn adalah nama yang diberikan kepada spesies udang Pandalus borealis dengan daerah penghasil utamanya Atlantik dan Pasifik Utara garis miring Eropa, Amerika Utara, Jepang, dan Uni Soviet. Di Amerika Utara, spesies ini terutama dikenal sebagai pink shrimp.
Kuruma prawn digunakan untuk menamakan spesies udang Penaeus japonicus, dengan daerah penghasil utamanya Mediterania, Lautan Atlantik, India, dan Pasifik/Timur Dekat, serta Jepang.
Penaeus monodon yang terutama dihasilkan dari daerah lautan India dan Pasifik/Asia, serta Australia, dalam perdagangan internasional sering dinamakan sebagai Giant tiger prawn, Jumbo Tiger shrimp, ataupun Tiger shrimp saja.
Penaeus esculentus dengan aderah penghasil utamanya Lautan India dan Pasifik/Asia serta Australia biasanya disebut sebagai common tiger prawn atau brown tiger prawn.
Penaeus indicus yang dihasilkan dari Lautan India dan Pasifik biasanya dinamakan sebagai Indian prawn dan Penaeus plebejus yang dapat dikatakan sebagai udang khas hasil Australia, dalam perdagangan internasional dinamakan eastern king prawn atau king prawn saja. Banana shrimp digunakan untuk menamakan spesies udang Penaeus merguiensis dengan daerah penghasil utamanya lautan India dan Pasifik/Asia, serta Australia.
Brown shrimp dalam perdagangan internasional digunakan untuk menamakan berbagai spesies yang berbeda, seperti Crangon, Penaeus aztecus, Penaeus califoniensis, dan Penaeus canaliculatus.
Pink shrimp selain digunakan untuk menamakan Pandalus borealis, juga digunakan untuk menamakan Pandalus montagui, Pandalus jordani, Penaeus duorarum dan Penaeus brevirostris.
White shrimp digunakan untuk penamaan spesies Penaeus, antara lain Penaeus setiferus, Penaeus schmitti, Penaeus occidentalis, dan sebagainya.
Perkembangan lebih lanjut dalam pemakaian 2 istilah shrimp dan prawn dalam perdagangan udang internasional tampak lebih bergeser ke arah pemakaian shrimp. Akhir-akhir ini istilah shrimp cenderung lebih sering dipakai tanpa memperhatikan ukuran fisik dan familinya. Dalam keadaan khusus atau tertentu, dapat terjadi pihak importir di luar negeri menghendaki spesies tertentu dan spesifik. Untuk memenuhi permintaan yang demikian dan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang tidak diharapkan di kemudian hari, selain disebutkan nama dagangnya perlu juga diikuti dengan nama ilmiah.

2. Bentuk Produk, Ukuran, dan Kemasan Udang
Bentuk produk udang yang dijajakan di pasaran internasional cukup beragam dari satu pangsa pasar ke pangsa pasar lainnya. Keragaman bentuk produk ini dapat dianggap suatu cermin dari preferensi konsumennya pada suatu pasar. Di pasaran internasional, secara umum kita dapat mengenali penyajian udang yang diperdagangkan, antara lain :
- Bentuk hidup. Udang yang disajikan dalam bentuk hidup umum dijumpai dan dikenal di Jepang, khususnya untuk spesies Penaeus japonicus. Udang ini terutama merupakan produksi domestik Jepang. Penyajian udang dalam bentuk hidup memerlukan penanganan khusus yang membutuhkan biaya tinggi. Akibatnya harga satuannya lebih tinggi jika dibandingkan produk olahan lainnya. Jika diolah lebih lanjut, udang hidup akan menghasilkan produk dengan tingkat kesegaran, warna, tekstur daging, dan cita rasa yang prima. Di Jepang Penaeus japonicus lebih sering dikonsumsi dalam keadaan mentah setelah dicampur dengan sake dan dikuliti.
- Bentuk segar. Udang yang diperdagangkan dalam bentuk segar terbatas pada daerah-daerah yang dekat dengan pelabuhan perikanan. Umumnya udang tersebut sudah megalami perlakuan pendinginan di kapal setelah proses penangkapannya. Perlakuan ini dimaksudkan untuk menghindarkan kemunduruan mutu dan mencegah atau memperlambat proses pembusukan.
- Bentuk beku. Merupakan cara penyajian yang paling umum dijumpai dan menempati bagian terbesar dalam perdagangan udang internasional. Berdasarkan kondisi bahan baku udfang yang dibekukannya, bentuk ini dapat dibedakan menjadi raw frozen, cooked frozen, dan semi-cooked frozen.
- Bentuk kering. Pengeringan udang merupakan salah satu cara pengawetan udang secara tradisional yang lazim dilakukan para petani nelayan di negara-negara yang sedang berkebang. Hongkong tercatat sebagai negara pengimpor udang kering dalam jumlah yang relatif besar. Di Hongkong udang kering digunakan sebagai salah satu bahan baku industri pangan.
Kenyataan adanya pengaruh dari perbedaan tradisi, geografi, sosial ekonomi memberikan dampak pula terhadap preferensi konsumen terhadap bentuk penyajian produk udang olahan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan suatu pasar, udang olahan disajikan dalam berbagai bentuk produk yang lebih spesifik. Uraian yang lebih terinci terhadap cara penyajian bentuk produk udang olahan yang lazim dijumpai di pasaran internasional adalah seperti berikut :
- Whole, head-on, shell-on, raw, frozen. Udang segar utuh yang dibekukan. Bentuk produk ini disukai di Eropa Selatan, termasuk Spanyol. Sebagian besar impor udang Spanyol dalam bentuk produk ini. Di jepang, bentuk produk udang ini pun dikenal, tetapi peranannya kurang penting dan diperkirakan volume perdagangannya hanya 10-15% dari total impornya. Negara Eropa Selatan lainnya yang tercatat sebagai importir bentuk produk ini dalam jumlah yang relative besar antara lain Prancis dan Italia. Di Negara-negara Eropa Utara bentuk produk ini relative hanya diimpor dalam jumlah yang kecil dan kadang-kadang diekspor kembali ke Negara-negara Eropa Selatan. Produk ini umumnya dikemas dalam karton (inner carton/inner box) yang berbobot netto 2 kg, kemudian sebanyak 6, 8, atau 10 buah inner carton tersebut dikemas ke dalam sebuah master carton.
- Whole, head-on, shell-on, cooked, not frozen. Udang utuh yang direbus dan tidak dibekukan. Bentuk produk ini bersifat terbatas, terutama untuk brown shrimp (Crangon crangon) yang berasal dari Laut Utara. Daerah pemasaran utamanya, Jerman Barat dan Nederland. Dalam jumlah yang kecil, produk ini diperdagangakn secara local di Prancis, Spanyol, dan Inggris. Perdagangan antara Negara Eropa bagi bentuk produk ini sangat dibatasi, karena produk ini relative mudah terkontaminasi dan cepat rusak. Di Jepang dan Amerika Serikat, produk ini tidak dikenal pasarnya.
- Whole, head-on, shell-on, cooked, frozen. Udang utuh, direbus dan dibekukan. Dalam perdagangannya, produk ini didominasi oleh spesies yang berasal dari Atlantik Utara (Pandalus spp), dan ekspornya terutama dilakukan oleh Greenland, Islandia, dan Norwegia. Dalam ekspansinya negara-negara tersebut telah berhasil pula memasarkan produk ini di pasaran Amerika Serikat. Keberhasilannya banyak didukung oleh merosotnya hasil tangkapan yang cukup drastis di Pasifik Utara. Yang khas dari produk ini, di pasaran internasional diperdagangkan dalam kemasan karton yang berbobot 5 kg.
- Headless, shell-on, raw, frozen. Udang segar tanpa kepala yang dibekukan. Pada spesies udang laut tropika umumnya produk ini akan berbobot dua per tiga dari bobot utuhnya dan pada spesies udang air tawar atau udang sungai bobotnya kurang lebih hanya 50% dari bobot utuhnya. Sebagian terbesar dari udang beku yang diperdagangkan di pasaran internasional disajikan dalam bentuk ini. Daerah pemasaran utama untuk bentuk produk ini meliputi Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa (kecuali Spanyol). Umumnya bentuk produk ini dibekukan dalam bentuk blok (Block frozen dengan bobot netto 2 kg, dikemas dalam inner carton dan setiap enam biah inner carton dikemas dalam satu master carton).
- Headless, cooked, peeled, frozen. Udang tanpa kepala, direbus, dikupas kulitnya, dan dibekukan. Bentuk produk ini terutama diperdagangkan di Eropa, kecuali Spanyol. Dari macam spesiesnya, bentuk produk ini berasal dari perairan laut dingin maupun laut tropika. Di pasaran Eropa, yang berasal dari perairan laut dingin lebih dominant. Berdasarkan cara pembekuannya dapat dibedakan menjadi blok frozen dan individually quick frozen (IQF). Umumnya produk ini dikemas dalam inner carton dengan bobot netto 2 kg, dan setiap enam buah inner carton dikemas dalam satu master carton.
- Headless, peeled, and deveined (P&D). Udang tanpa kepala, dikupas, dan dibuang ususnya. Pembuangan usus dilakukan dengan cara menyayat bagian punggung sampai mendekati ujung ekor udang. Di negara-negara yang sedang berkembang pekerjaan tersebut dilakukan secara manual. Jika segmen kulit pada ujung ekornya tidak dibuang, maka produknya disebut P&D tail-on. Bentuk produk ini biasanya dibekukan secara IQF dan banyak diminta oleh pangsa pasar Amerika Serikat. Biasanya bahan baku produk ini berasal dari spesies udang laut tropika dan dikemas dengan bobot 2 kg atau 5 lb.
- Headless, peeled, undeveined (PUD). Udang tanpa kepala, dikupas, tanpa dibuang bagian ususnya. Bentuk produk ini biasanya dibekukan dan disajikan dalam block frozen. Pasaran utamanya adalah Eropa dan Jepang. Produk ini terdiri dari spesies udang laut tropika dan dikemas dengan bobot 2 kg atau 5 lb.
- Canned shrimp. Udang yang dikalengkan. Biasanya udang yang dikalengkan berukuran kecil dan berbentuk headless, cooked, and peeled (c&p). Bentuk produk ini merupakan hasil olahan lanjutan yang umumnya dilakukan di negara-negara maju, kendatipun bahan bakunya sendiri sebagian besar berasal dari negara-negara berkembang. Malaysia dan Thailand, merupakan dua negara berkembang yang tercatat aktif dalam memprodusir dan mengembangkan produk ini, terutama untuk dipasarkan di negara-negara Eropa.
- Breaded. Bentuk udang P&D dicelupkan ke dalam batter, dikemas, dan dibekukan. Sama halnya dengan bentuk produk breaded, produk ini lebih bersifat domestik dan kurang penting dalam perdagangan internasional.
- Specialtis. Merupakan bentuk produk regional atau domestik dan dalam perdagangan internasional terhitung kurang penting. Yang tergolong ke dalam bentuk produk ini antara lain pasta udang, sop udang, dan udang dalam cocktail sauce.
Melalui uraian terinci sebagaimana yang telah diungkapkan di atas menjadi semakin jelas bahwa sebagian terbesar bentuk produk udang yang beredar di pasaran internasional disajikan dalam bentuk hasil olahan beku. Penyajian bentuk produk lainnya, pada dasarnya merupakan hasil proses pengolahan lebih lanjut dari bentuk produk olahan beku.
Untuk lebih mengenal, memperjelas, dan memberikan gambaran visula terhadap keragaman penyajian bentuk produk olahan beku yang mendominasi pasaran internasional. Setelah kita mencoba mengamati bentuk produk udang dan jenis kemasan yang digunakannya, sekarang marilah kita beranjak untuk mengamati ukuran udang yang diperdagangkan di pasaran internasional. Dalam praktek perdagangan internasional, udang dijual berkaitan dengan bentuk penyajian produknya juga ditentukan oleh kelompok ukurannya.
Di negara-negara berkembang pengelompokkan ukuran udang umumnya masih dilakukan secara manual dan lebih bersifat padat karya. Hasil akhir dari cara ini akan sangat bergantung kepada pengalaman, keahlian, dan keterampilan tenaga sortasinya. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap perolehan harga jual yang terbaik. Sebaliknya di negara-negara maju dalam pengelompokan ukuran udang digunakan alat mekanis yang disebut shrimp grader.
Ukuran udang dapat didefinisikan sebagai angka atau bilangan yang menyatakan jumlah ekor udang per lb atau per kg. Dalam praktek, satuan bobot yang lebih sering digunakan adalah satuan lb. Berpijak pada batasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa semakin kecil angka/bilangan ukuran udang, maka bentuk fisik dan bobot udang perekor yang bersangkutan akan semakin besar.
Dalam menyatakan ukuran udang dapat dituliskan dengan dua cara. Pertama, dituliskan dalam bentuk bilangan pecahan yang berarti bahwa angka pembilang dan penyebutnya masing-masing menyatakan batas minimal dan maksimal jumlah ekor udang per lb atau kg. Kedua, ditulis dalam bentuk selang angka, dalam hal ini angka pertama dan kedua dalam selang angka tersebut memiliki angka yang sama dengan pembilang dan penyebut dalam bentuk penulisan bilangan pecahan. Untuk menghindarkan kesalahpahaman dan kerancuan terhadap definisi ukuran udang, khusus untuk cara penulisan dalam bentuk bilangan pecahan, perlu dibatasi bahwa ukuran udang tidak ditentukan oleh nilai pecahannya, tetapi ditentukan oleh besar kecilnya angka pembilang dan penyebutnya.
Uraian di atas akan menjadi semakin jelas dengan contoh berikut. Misalnya, untuk kelompok ukuran udang 21 sampai 25 ekor per lb yang biasa dijumpai di pasaran internasional dan apakah yang disajikan dalam bentuk olahan headless shell-on, head-on shell-on, atau bentuk olahan lainnya, maka penulisan ukurannya dapat diterakan sebagai 21/25 atau 21-25.
Lebih lanjut, harga udang erat berkaitan dengan kelompok ukurannya, disamping faktor-faktor lainnya. Atau singkatnya ukuran udang menentukan harganya. Selaras dengan definisi ukuran udang, secara umum dapat dikatakan bahwa semakin kecil angka/bilangan ukuran udang akan semakin tinggi harganya. Kondisi ini sudah merupakan konsensus baku dalam penentuan dan pembentukan harga udang yang diperdagangkan di pasaran internasional. Sebagai contoh, udang yang berukuran 21/25 per lb yang disajikan dalam satu bentuk produk tertentu harganya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan udang yang berukuran 41/50 per lb dalam penyajian yang sama. Dalam pembahasan selanjutnya akan digunakan istilah udang berukuran besar sebagai pengganti dari udang yang memiliki angka/bilangan ukuran kecil dan sebaliknya, dengan maksud untuk tidak membingungkan.
Pengamatan dan penelitian terhadap bentuk prdouk, kemasan, dan kelompok ukuran udang di suatu pangsa pasar merupakan aspek teknis yang mendasar untuk dipahami secara cermat. Melalui pengamatan demikian persyaratan teknis yang dikehendaki konsumen dapat dipenuhi secara tuntas. Dan melalui pemahaman terhadap aspek teknis di suatu pangsa pasar berarti sektor produksi akan lebih mudah diselaraskan dengan permintaan pasar. Semua ini pada dasarnya sebagai modal awal dalam melaksanakan penetrasi pasar atau dalam memasuki ajang perdagangan udan internasional.

3. Struktur Perkembangan Harga
Pola perdagangan udang dip pasaran internasional cenderung bersifta ekslusif dan khas. Pola ini akan tampak jika kita bandingkan misalnya dengan pola perdagangan internasional bagi mata dagangan kopi atau biji coklat. Untuk kedua mata daganagn tersebut dikenal adanya terminal pasar. Dua terminal pasar kopi dan biji coklat yang cukup kondang di dunia, yakni London dan New York. Perkembangan harga di kedua terminal pasar tersebut dapat dipantau setiap hari dan harga terminal yang dijadikan panutan. Dengan adanya terminal pasar, muncul transaksi atas dasar proce-fixing yang dewasa ini sudah menjadi mode. Singkatnya sistem price-fixing ini mengacu pada suatu jumlah/volume barang tertentu yang disepakati sebagai jaminan bagi konsumennya untuk memperoleh pasokan secara kontinyu, sedangkan tingkat harganya tidak harus sekaligus ditentukan pada saat transaksi dibuat; tetapi dikaitkan dengan harga terminal. Melalui terminal, perkembangan harga dapat dipantau secara aktual.
Sebaliknya dalam perdaganagn udang internasional, belum dikenal pola seperti di atas. Perdagangan udang internasional belum mengenal terminal pasar. Akibatnya, pemantauan perkembangan harga di pasaran internasional secara aktual agak sulit dilakukan. Sumber info pasar relatif terbatas. Untuk keperluan pemantau secara umum diantaranya dapat dimanfaatkan terbitana dwi mingguan, Infofish Trade News, yang dikeluarkan oleh FAO. Sehingga jika ditarik dalam skala yang lebih mikro, pembentukan harga lebih ditentukan oleh hubungan baik antara eksportir-importir, reputasi eksportir, merek dagang yang dimiliki eksportir, jumlah dan ukuran udang yang dibutuhkan importir pada suatu saat tertentu, dan sebagainya. Di samping itu, pembentukan beda hargaga antarukuran udang tidak mengikuti pola baku tertentu. Beda harga antarukuran udang dapat melebar dan menyempit secara acak dan tak beratutan. Dari sifat khas itulah, maka harga yang diberikan oleh satu importir dengan importir lainnya dalam satu negara terhadap suatu produk udang dengan penyajian dan ukuran yang sama serta merek dagang yang sama pula dapat berbeda relatif besar, terlepas dari kedudukan importir itu sendiri apakah sebagai broker atau sebagai konsumen akhir. Hal yang sama dapat pula terjadi terhadap perolehan harga bagi eksportirnya. Berdasarkan pangsa pasarnya, proses pembentukan harga udang di pasaran internasional dapat diebdakan menjadi dua bagian besar. Pertama, proses pembentukan harga di pangsa pasar Eropa dan Amerika Serikat. Kedua, proses pembentukan harga di pangsa pasar Jepang.
Pembentukan harga di pasaran Eropa dan Amerika Serikat biasanya dimulai dari penawaran eksportir kepada importir di kedua pangsa pasar yang bersangkutan, ataupun sebaliknya. Apabila importir tersebut secara langsung atau melalui agennya menerima penawaran eksportir, maka transaksi jual-belinya terjadi. Namun, apabila penawaran eksportir belum dapat disepakati pihak importir, maka pihak importit biasanya mengadakan penawaran balik (ciunter offer)m dan demikian seterusnya sampai dicapai suatu tingkat harga yang disepakati kedua belah pihak. Proses ini tidak selamanya berakhir dengan terjadinya suatu transaksi. Penawaran eksportir biasanya disertai pula dengan periode pengapalan jangka panjang. Bagi eksportir di negara berkembang yang tidak memiliki perwakilan di kedua pangsa pasar tersebut, tetapi memiliki hubungan baik dengan satu atau beberapa importir, dikenal pula adanya sistem perjanjian baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Perjanjian demikian umumnya hanya mengikat kedua belah pihak dalam segi jumlah atau volume barang, sedangkan pembentukan harganya secara periodik ditinjau kembali oleh kedua belah pihak sejalan dengan perkembangan pasar. Hubungan ini cukup menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sebab, bagi eksportir ini berarti suatu kepastian pasokan barang dalam jumlah dan periode tertentu dan akan lebih memudahkan untuk menyusun rencana pemasarannya bagi para pelanggannya.
Pada dasaranya proses pembentukan harga di pasaran Jepang tidak banyak berbeda dengan yang terjadi di pasaran Eropa dan Amerika Serikat. Hanya di pasaran Jepang, peran dari wisma dagang (trading house/sogo sosha) lebih menonjol. Wisma dagang Jepang didukung dana dan permodalan yang besar sehingga mampu membiayai persediaan barang dalan jumlah yang besar, risiko pasar, dan fluktuasi nilai tukar mata uang. Jaringannya melingkupi seluruh dunia. Kekuatan jaringan ini memungkinkan mereka untuk senantiasa mengadakan kontak langsung kepada eksportir di negara produsen, bahkan sebelum mengadakan transaksi pembelian umumnya mereka terlibat langsung dalam penyajian produk dan pengawasan mutu. Rangkaian proses ini banyak memakan waktu dan dibutuhkan pula keuletan, kesabarn, serta ketangguhan eksportir dalam negosiasinya. Barangkali sistem itulah umumnya yang membedakan praktek pembelian, antara importir Jepang dengan importir udang di Eropa dan Amerika Serikat.
Pembentukan harga udang di suatu pangsa pasar ditentukan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi tingkat produksi domestik, jangka waktu penyerahan barang, perbedaan tingkat bea masuk, nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat terhadap mata uang negara importit, intensitas persaingan, dan sebagainya. Berdasarkan data yang dihimpun ITC, yang melandaskan pada struktur persaingan dalam perdagangan udang internasional, terungkapkan bahwa harga udang dunia dalam jangka panjang cenderung bergerak ke arah suatu pola yang sama dan berulang. Harga udang mengikuti suatu pola siklus atau daur tiga tahunan. Artinya harga terendah dan tertinggi akan terjadi dalam periode waktu tersebut dan daur ulang ini terjadi ke arah pola yang vrelatif tetap.
Di pangsa pasar Amerika Serikat, harga udang cenderung mengikuti suatu pola musiman yang ditentukan hasil tangkapan udang domestik. Jika hasil tangkapan domestik meruah, maka harga udang akan jatuh, demikian pula halnya dengan udang eks impor. Secara umum dapat dikatakan bahwa harga udang di pangsa pasar Amerika Serikat akan mencapai puncaknya pada awal tahun kalender.
Di pangsa pasar jepang, harga udang cenderung menguat sepanjang tahun. Puncaknya dicapai pada kuartal ketiga, kemudian secara perlahan-lahan akan melemah kembali di akhir tahun. Pola daur harga udang di Jepang tersebut sewaktu-waktu dapat berubah, karena adanya spekulasi pembelian sebagai dampak dari menguatnya mata uang yen.
Sekarang marilah kita meninjau pasaran Eropa untuk melihat karakteristik pembentukan harga sebagai dampak dari faktor-faktor musiman. Hampir 50% dari total pasokan udang di pasaran Eropa terdiri atas spesies udang dari perairan laut dingin, baik yang bersal dari hasil tangkapan domestik maupun yang eks impor dari negara-negara Atlantik Utara. Namun demikian, pasaran Eropa memiliki konsumen yang berbeda bagi spesies udang tropika dan udang yang berasal dari laut dingin. Akibatnya, pembentukan harga udang di pasaran Eropa relatif tidak berkorelasi dengan meruahnya hasil tangkapan udang dari laut dingin, suatu hal yang berlawanan dengan apa yang terjadi di pasaran Amerika Serikat. Pembentukan tingkat harga udang di pasaran Eropa lebih cenderung dipengaruhi oleh situasi kekuatan pasokan dan permintaan secara agresif terhadap produk spesies udang tropika. Harga udang di pasaran Eropa cenderung mengalami peningkatan pada semester kedua, karena adanya peningkatan aktivitas pembelian sebagai persiapan dalam menghadapi Hari Natal dan Tahun Baru. Pola ini juga sewaktu-waktu dapat berubah sebagai akibat dari adanya persediaan udang di tangan importir dalam jumlah yang cukup pada periode sebelumnya atau pada saat yang bersamaan terjadi pasokan berlebih dari negara-negara pengekspor. Situasi ini pada akhirnya akan berpengaruh langsung terhadap penekanan harga.
Harga udang di pasaran internasional sangat beragam. Keragaman harga ini bukan saja berkaitan dengan ukuran, warna, tekstur, cita rasa, dan bentuk penyajian produknya, tetapi juga berkaitan dengan preferensi konsumennya dan negara asalnya. Udang putih (white shrimps) yang bersal dari laut tropika di pasaran Amerika Serikat dan Eropa memiliki harga yang lebih baik jika dibandingkan dengan udang dari perairan yang sama dengan warna yang lain. Di Jepang kuruma shrimps (Penaeus japonicus) memiliki harga yang istimewa. Di pasaran Eropa, tigers shrimpis memiliki harga yang tinggi, karena ukuran, tekstur daging, dan cita rasanya banyak digemari oleh para konsumen di pasaran yang bersanguktan.
Di pasaran Amerika Serikat dan Eropa, udang sungai umumnya mempunyai harga yang lebih rendah daripada udang laut dengan penyajian dan ukuran yang sama, sedangkan di pasaran Jepang udang sungai/ air tawar belum banyak dikenal. Lendatipun demikian, akhir-akhir ini udang sungai yang disajikan dalam bentuk whole, head-on, shell-on, raw frozen sudah mulai mengalir ke pasaran Jepang, yang diduga untuk diekspor kembali ke negara ketiga.
Selain dari faktor-faktor yang telah diungkapkan di atas, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat dalam pembentukan harga udang di pasaran internasional, maka pada akhirnya reputasi individu eksportir pun akan sangat berperan dalam pembentukan dan perolehan harga yang lebih baik. Dan faktor reputasi ini erat berkaitan dengan pola perdagangan udang internasional itu sendiri yang cenderung eksklusif. Setiap individu eksportir udang dari suatu negara menjajakan produk udangnya dengan menggunakan satu atau lebih merek dagang di satu atau lebih pasar. Untuk udang dengan spesies, ukuran, dan cara penyajian yang sama tetapi berasal dari dua eksportir yang berbeda negara ataupun dari satu negara yang sama, dalam dunia perdagangan udang internasional bukan tidak mungkin akan memperole tingkat harga yang berbeda. Ini dimungkinkan, kerna merek dagang yang memiliki individu eksportir mencerminkan reputasi eksportir yang bersangkutan. Reputasi individu eksportir yang baik tidak terlepas dari merek dagang yang dimilikinya dan jika dijabarkan lebih lanjut semua ini akan merupakan jaminan mutu produknya, ketepatan bobot timbang dan penggolongan ukuran, keseragaman ukuran dan warna, pemberian pelayanan yang baik, ktepatan dalam penyerahan barang serta sifat tanggap dalam melayani berbagai keluhan dan klaim yang mungkin timbul. Berdasarkan pengalaman, seorang importir dapat memberikan diferensial harga 15-20% lebih tinggi bagin eksportir yang bereputasi baik jika dibandingkan dengan eksportir lain umumnya.