Sabtu, 14 November 2009

exim

BAB I PENDAHULUAN

Kelezatan cita rasa udang sudah semakin lezat dan semakin akrab dengan para konsumen di negara-negara maju, karena memang konsumen utama udang dan produknya berdomisili di negara tersebut. Pada mulanya di negara maju pun udang tergolong bahan pangan yang terhitung ‘mewah’. Perkembangan perekonomian dunia dari sisa-sisa reruntuhan Perang Dunia Kedua pada dekade enam puluhan memacu tingkat kesejahteraan, meningkatkan pendapatan perkapita, dan meningkatkan daya beli masyarakat di negara-negara maju. Kecenderungan ini secara bertahap mengubah pola konsumsi bahan pangan ke arah bahan pangan yang lebih bermutu dan bergengsi. Itulah sebabnya, jika pada awalnya udang tergolong bahan pangan ‘mewah’ pada akhirnya dapat terjangkau oleh masyarakat negara maju yang lebih luas lagi. Sehingga, pada dekade enam puluhan kecenderungan peningkatan permintaan udang di pasaran internasional sudah tampak nyata.
Memasuki dekade tujuh pulhan, perekonomian Negara-negara maju semakin pulih. Dampak dari kondisi ini berpengaruh langsung terhadap perkembangan perdagangan udang internasional. Hasil survei ITC, UNCTAD/GATT terhadap perdagangan udang internasional memperlihatkan bahwa dalam kurun 1977-1981 volume perdagangan udang internasional meningkat kurang lebih sebesar 22%, sedangkan dari segi nilainya dalam basis U.S dolar mengalami peningkatan kurang lebih sebesar 60%. Volume impor udang dunia pada 1981 mencapai sekitar 450 ribu mt setara bobot produk dengan nilai US$ 3 milyar. Hasil survey yang sama memperlihatkan pula bahwa pada 1981 Jepang merupakan pasara udang terbesar di dunia yang menyerap udang impor senilai US$ 1,24 milyar diikuti Amerika Serikat yang menduduki peringkat kedua dengan daya serap udang impor senilai US$ 751 juta. Ini berarti pada 1981 kedua pangsa pasar tersebut menyerap sekitar 66% dari total nilai udang impor dunia. Masa tahun 2000-an terjadi peningkatan konsumsi udang secara terus menerus terhadap masyarakat dunia, terutama pada negara maju, seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat.
Kemudian dalam dekade delapan puluhan tatkala perekonomian dunia dililit resesi yang berkepanjangan yang pada periode ini ditandai pula dengan merosotnya harga mata dagangan ekspor primer yang berasal dari Negara-negara berkembang, pamor udang tetap tidak bergeming. Harga udang di pasaran internasional tetap kuat. Sehingga udang disebut-sebut sebagai mata dagangan yang berdaya taham cukup kokoh atau imun terhadap pengaruh negative resesi ekonomi dunia tadi.
Bagi kebanyakan Negara berkembang yang memiliki sumber daya udang, menguatnya harga udang di pasaran internasional secara langsung mempengaruhi pula jumlah pendapatan ekspornya. Sebab, jika Negara maju berperan sebagai konsumen udang, hal yang sebaliknya terjadi pada Negara berkembang. Kurang lebih 70% dari volume perdaganagn dunia dipasok oleh Negara-negara berkembang.
Akrabnya konsumen di Negara maju terhadap udang tidak terlepas pula dari mutu udang itu sendiri sebagai bahan pangan yang bergizi. Kandungan lemak dalam udang rendah, demikian pula kalorinya. Udang cukup handal sebagai sumber protein, tetapi udang mengandung pula kolesterol dan asam lemak jenuh maupun tak jenuh. Asam lemak jenuh diketahui dapat meningkatkan kadar kolesterol darah. Sebagian besar asam lemak yang terkandung dalam udang termasuk asam lemak tak jenuh dari gugus omega-3 yang diketahui dapat menurunkan kolestrol darah. Kesetimbangan ini nyaris sempurna, sehingga mengkonsumsi udang tidak berarti menimbun kolesterol darah. Faktor inilah diantaranya yang ikut pula mendorong laju peningkatan konsumsi udang di Negara maju. Kendatipun pola konsumsi pangan suatu masyarakat tidak akan terlepas pula dari faktor lingkungan, gaya hidup, sosiokultural, dan faktor-faktor lainnya.
Jika kita mencoba menyibak pangkal pemenuhan kebutuhan udang di Negara maju, maka pada awalnya kebutuhan itu cukup dipenuhi dari hasil tangkapan domestik. Tangkapan yang semakin intensif secara bertahap menyusutkan sumberdaya udang domestik yang ada. Meningkatnya biaya operasional dalam penyelenggaraan tangkapan udang domestik menyababkan harga satuan udang domestik semakin mahal. Di samping itu, laju pertumbuhan konsumsi udang di Negara-negara maju sudah tidak dapat diimbangi sepenuhnya hanya dari hasil tangkapan domestik. Peluang inilah yang menyibakkan kesempatan bagi udang ekspor untuk merambah pangsa pasar di Negara-negara maju. Dan peluang ini terbuka bagi kebanyakan Negara berkembang yang memiliki sumber daya udang.
Lebih lanjut, perkembangan perdagangan internasional banyak pula disumbang oleh kemajuan tekonologi pangan. Sebagai contoh perkembangan teknologi pembekuan memungkinkan distribusi dan trasnportasi udang dari daerah yang terpencil menuju sentra konsumsi udang di Negara maju yang terkadang harus melalui jarak ribuan kilometer. Udang tergolong mata dagangan yang mudah rusak (perishable). Dengan predikat ini, maka makna teknologi pendinginan dan pembekuan secara langsung akan meningkatkan kegunaan bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan dari mata dagangan yang dimaksudk. Namun, tidak dapat diabaikan pula bahwa perkembangan teknologi pangan tidak selamanya memberikan dampak yang positif bagi perkembangan perdagangan udang natural. Dewasa ini dengan semakin majunya teknologi pangan, para pakar di Negara maju sudah mulai mereka-reka untuk mensintesa produk udang sintetik. Sehingga tidak menutup kemungkinan jika pada suatu saat harga udang natural sudah demikian mahal para konsumennya akan berpaling kepada produk udang sintetik.
Sebagai layaknya suatu produk, udang terikat dalam tatanan daur hidup produk yang mengenal titik kejenuhan dan penurunan. Kendatipun demikian, para pakar masih memperkirakan suatu peningkatan dalam perdagangan udang internasional pada dekade mendatang, walaupun laju pertumbuhannya diproyeksikan lebih rendah jika dibandingkan dengan periode satu dua decade yang lampau. Dan jika pada decade lampau sumber pasokan udang dunia lebih bertumpu pada hasil penangkapan, maka dengan semakin berkembangnya teknologi budidaya udang di mancanegara, sumber pasokan itu akan lebih bergeser kea rah udang hasil budidaya.
Dari kacamata perekonomian Indonesia, ekspor udang memiliki makna yang penting. Segala upaya yang terlibat dalam proses produksi dan pemasaran udang ekspor Indonesia merupakan sektor-sektor yang memberikan sumber mata pencaharian bagi rakyat banyak. Bidang usaha ekspor udang di Indonesia merupakan tumpuan hidup bagi petani nelayan, petani petambak, pedagang pengumpul, buruh, tenaga kerja, maupun pengusaha yang menanamkan modalnya di sektor ini serta para pakar yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan budidaya, teknik pengolahan, dan pemasaran udang.
Kemampuan bidang usaha ekspor udang Indonesia sebagai salah satu sarana penyerap tenaga kerja pun tidak disangsikan. Ambil saja satu contoh sektor industri pengolahan udang di Indonesia adalah industri pengolahan udang beku yang diselenggarakan oleh para pengusaha cold strorage yang mengolah udang dengan kapasitas 2 mt per hari, minimum dapat menyerap 70 orang tenaga buruh. Kemampuan penyerapan tenaga kerja di bidang usaha ekspor udang ini akan terlihat semakin lusa jika kita mencoba mengkaji lebih terinci terhadap semua sektor yang terlibat di dalamnya termasuk sektor industri kemasan sebagai industri komplementer bagi bidang usaha ekspor udang di Indonesia.
Di pihak lain, bidang ekspor udang dapat pula diandalkan sebagai sektor yang dapat dijadikan tumpuan dalam pemupukan devisa negara. Sebagai salah satu mata dagangan ekspor non-migas Indonesia udang diekspor dalam berbagai bentuk produk. Namun demikian, udang ekspor Indonesia sebagai besar disajikan dalam bentuk hasil olahan beku. Dalam dekade delapan puluhan terakhir ini, khusus untuk udang beku saja dapat memberikan sumbangan devisa sekitar US$ 156 juta sampai US$ 280 juta. Dari kemampuan dalam menyedot devisa inilah maka sejak 1980 udang dapat menggeser posisi minyak kelapa sawit yang sebelumnya diorbitkan sebagai primadona mata dagangan ekspor Indonesia.
Dari gambaran selintas di atas, tampak nyata bahwa kelangsungan ekspor udang Indonesia berkaitan dengan hajat masyarakat banyak. Pertanyaan logis yang timbul karenanya, sejauh mana prospek perkembangan pasar udang internasional dalam periode mendatang, pertumbuhan konsumsi, dan perkembangan harganya? Sementara ini, Jepang masih tetap sebagai pangsa pasar udang terbesar di dunia yang tentunya juga menarik bagi negara-negara produsen lainnya, sehingga sudah dapat diperkirakan pada masa mendatang persaingan antar negara produsen di pangsa pasar Jepang akan semakin ketat.
Untuk menarik manfaat yang maksimal, maka segala gejolak dan perkembangan para udang internasional khususnya yang berkaitan dengan Jepang perlu diikuti dan dipantau secaa seksama. Keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia harus dapat dimunculkan untuk mengantisipasi perkembangan pasar termasuk kekuatan-kekuatan yang mempengaruhinya. Dengan demikian kita akab dapat tetap tegar dalam menghadapi perubahan situasi apapun. Bagi produsen dan pemasar, pemahaman terhadap peraturan dan ketentuan impor udang di negara tujuan merupakan satu keharusan yang tidak dapat dihindarkan termasuk seluk-beluk dan karakteristik pasarnya.
Penulis menyusun buku ini bertumpu pada data mutakhir dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan serta diperoleh baik dari dalam maupun dari luar negeri. Keikutsertaan penulis dalam seminar dan lokakrya perudangan, sebagai peserta dalam misi dagang ke luar negeri, serta ditambah dengan pengalaman praktik penulis pribadi dala menangani ekspor udang beku, sangat membantu penulis dalam menysusn dan menyajikan materi yang lebih komprehenssif.
Data kuantitatif dan data statistik yang disajikan dalam buku ini bersumber dari data resmi. Penggunaan istilah dalam bahasa Inggris baik pada tebal maupun pada uraian kualitatif akan tetap dipertahankan sebagaimana aslinya. Hal ini bertujuan bukan saja untuk mempersingkat uraian, tetapi juga sebagai sarana untuk lebih membiasakan dan mengakrabkan kita dalam menggunakan peristilahan yang lazim berlaku dalam dunia perdagangan udang internasional.
Diharapkan uraian yang disajikan dalam buku ini dapat memberikan gambaran secara komprehensif terhadap peluang dan prospek pasar udang di jepang dan Amerika Serikat sebagai dua pangsa pasar terbesar di dunia, terutama yang banyak menyangkut kepentingan Indonesia. Melalui penyajian data mutakhir yang berkaitan dengan produksi, ekspor-impor, karakteristi pasar, perkembangan harga dan sebagainya, di kedua pangsa pasar tersebut minimal akan dapat memberikan gambaran umum terhadap prospeknya di masa mendatang. Semoga!

II. Udang di Pasaran Internasional
1. Ragam Spesies dan Nama Dagang
Dalam dunia perdagangan interansional dikenal beragam spesies udang. Keragaman spesies udang ini dapat dipilah-pilah lebih lanjut di antaranya menurut asal habitatnya. Berdasarkan asal habitatnya, spesies udang yang telah dikenal dalam jalur perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yakni :
- Spesies udang laut-dingin. Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada lautan darah dingin. Pertumbuhannya lambat dan bentuk fisik serta ukurannya lebih kecil jika dibandingkan dengan udang laut yang berasal dari daerah tropika.
- Spesies udang laut tropika. Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada perairan pantai daerah tropika, serta memiliki ukuran yang lebih besar.
- Spesies udang air tawar. Umumnya kelompok spesies ini hidup pada danau atau sungai di daerahbtropika dan dapat memiliki ukuran yang besar sekali. Spesies udang ini dalam dunia perdagangan internasional umumnya dikenal sebagai giant river prawn.
Spesies udang laut-dingin menyebar dan banyak ditangkap di daerah sebelah utara Jepang, Alaska, Kanada, di sebelah barat laut dan timur laut Amerika Serikat, Islandia, Greenland, dan di sebelah utara Eropa. Spesies utama dari perairan laut dingin yang lazim dijumpai di pasaran internasional, antara lain Pandalus borealis (deep water prawn/ norhern prawn) dan Crangon crangon (common shrimp).
Berdasarkan preferensi konsumennya, udang yang berasal dari perairan laut-dingin lebih disukai oleh para konsumen di Eropa terutama Eropa bagian utara. Sedangkan untuk Amerika Serikat dan Jepang, spesies udang laut dingin hanya menempati bagian pasar yang kecil.
Spesies udang laut tropika menduduki bagian terbesar dari pasar udang di Amerika Serikat, jepang, dan Eropa bagian selatan. Bahkan spesies tersebut merupakan bagian terbesar yang masuk dan beredar dalam jalur perdagangan udang dunia.
Daerah penyebaran spesies udang laut tropika meliputi perairan pantai Tenggara Amerika Serikat, Teluk Meksiko, Laut Karibia, pantai barat tangah Afrika, Teluk Persia, negara-negara pantai Samudera Hindia, Asia Timur, Indonesia, Australia, pantai barat Amerika Tengah, dan pantai timur serta pantai barat Amerika Selatan.
Udang laut yang berasal dari perairan tropika dan yang diekspor dari daerah Indo-Pasifik, daerah pemasaran utamanya adalah Jepang. Pasaran Amerika Serikat memperoleh pasokan udang tropika terutama dari daerah Atlantik Barat dan Pasifik Timur, sedangkan pasaran Eropa mendapat pasokan udang tropika terutama dari Afrika dan daerah Indo-Pasifik.
Spesies udang air tawar relatif menduduki posisi yang kurang penting dalam percaturan perdagangan udang dunia. Hal ini dikarenakan bukan saja volume perdagangannya relatif kecil, tetapi juga daerah pemasarannya terbatas hanya pada beberapa negara di Eropa saja, seperti Belgia, Nederland, Prancis dan Jerman Barat.
Di luar spesies udang air tawar, paling sedikit terdapat lebih dari 20 macam spesies udang laut tropika yang telah lazim diperdagangkan secara internasional dan hampir seluruhnya termasuk udang Penaeid. Spesies udang yang secara komersial memiliki arti pending dalam perdagangan internasional antara lain Udang windu (Penaeus Monodon), Udang Putih (Penaeus Merquensis), Udang Coklat (Brown Shrimp) dan Udang Galah (Macrobranchium Rosenbergii). Berdasarkan hal tersebut, tampak bahwa ragam jenis spesies udang laut tropika lebih dominan jika dibandingkan dengan spesies udang yang berasal dari kawasan laut-dingin. Keragaman spesies udang laut daerah tropika merupakan sumberdaya alami yang dimiliki oleh negara-negara dalam kawasan yang bersangkutan, termasuk di dalamnya Indonesia. Hal ini perlu disyukuri, karena bukan saja spesiesnya telah dikenal luas, tetapi juga cukup mendominasi pasar udang internasional. Udang Penaeid yang dimiliki Indonesia, antara lain udang jerbung/udang putih (Penaeus merguiensis) udang kelong/udang putih (Penaeus indicus), udang raja/udang kembang (Penaeus latisulcatus), udang bago (Penaeus semisulcatus), dan udang windu (Penaeus monodo).
Mengacu pada keterangan udang yang banyak dikonsumsi masyarakat dunia, dan jika kita kembali kepada kelompok spesies udang komersil serta untuk mempermudah pemahaman terhadap keragaman spesies udang termasuk sosok fisiknya,
Seperti yang sudah lazim berlaku dalam dunia perdagangan, maka mata dagangan hasil pertanian, perhutanan, dan perikanan selain memiliki nama ilmiah juga menyandang nama dagang. Nama dagang dari suatu produk pada dasarnya merupakan pencerminan dan kesepakatan antara penjual dengan pembeli atau antara eksportir dan importir dalam menyatakan ”suatu bentuk produk” dengan spesifikasi tertentu. Dengan adanya nama dagang akan dapat dihindarkan terjadinya kesalahpahaman dana penafsiran terhadap suatu mata dagangan atau produk yang dimaksud.
Nama dagang udang tampaknya agak kompleks. Dapat terjadi nama dagang yang digunakan bagi spesies udang tertentu pada suatu negara atau wilayah tidak selalu sama pengertiannya. Dalam kasus lain tidak tertutup kemungkinan pula, penamaan yang sama digunakan bagi 2 macam spesies yang berbeda, baik yang berasal dari satu famili ataupun yang berasal dari famili yang berbeda.
Kemudian dalam dunia perdagangan internasional dikenal pula 2 istilah yang digunakan untuk menamakan udang yaitu prawn dan shrimp. Kedua penamaan ini sering digunakan sebagai pembeda ukuran fisik. Shrimp digunakan untuk menyebut udang yang berukuran kecil, dan biasanya digunakan untuk menamakan udang yang tergolong dalam famili Crangonidae. Istilah prawn digunakan untuk menamakan spesies dengan ukuran fisik yang lebih besar, terutama dari famili Pandalidae, Peneidae, Palaemonidae.
Sering pula shripm dan prawn digunakan untuk membedakan asal habitat udang. Shrimp digunakan untuk menamakan spesies udang laut dan prawn digunakan untuk menamakan spesies udang sungai atau spesies udang air tawar. Sehingga tidak jaranag pula dijumpai pemakaian istilah sea water shrimp dan fresh water prawn.
Sampai dengan saat ini belum ada batasan baku faktor apa tepatnya yang membedakan penggunaan kedua istilah tersebut dalam penamaan udang. Batasan ini semakin kabur, karena dalam perkembangannya dewasa ini istilah shrimp digunakan pula dalam hubungannya dengan penamaan berbagai spesies yang tergolong ke dalam famili Pandalidae, Peneidiae dan Palamonidae. Kekaburan itu akan tampak semakin nyata jika kita mencoba untuk menguak ragam penggunaan istilah prawn dan shrimp yang dijumpai dalam dunia perdagangan internasional sebagaimana pada uraian di bawah ini.
Common prawn, digunakan untuk menamakan Palamonseratus atau Leander seratus. Asal dan daerah penghasil utama spesies ini tersebar di kawasan Atlantik Utara, Mediterania/Eropa, dan Afrika Utara.
Deep water prawn adalah nama yang diberikan kepada spesies udang Pandalus borealis dengan daerah penghasil utamanya Atlantik dan Pasifik Utara garis miring Eropa, Amerika Utara, Jepang, dan Uni Soviet. Di Amerika Utara, spesies ini terutama dikenal sebagai pink shrimp.
Kuruma prawn digunakan untuk menamakan spesies udang Penaeus japonicus, dengan daerah penghasil utamanya Mediterania, Lautan Atlantik, India, dan Pasifik/Timur Dekat, serta Jepang.
Penaeus monodon yang terutama dihasilkan dari daerah lautan India dan Pasifik/Asia, serta Australia, dalam perdagangan internasional sering dinamakan sebagai Giant tiger prawn, Jumbo Tiger shrimp, ataupun Tiger shrimp saja.
Penaeus esculentus dengan aderah penghasil utamanya Lautan India dan Pasifik/Asia serta Australia biasanya disebut sebagai common tiger prawn atau brown tiger prawn.
Penaeus indicus yang dihasilkan dari Lautan India dan Pasifik biasanya dinamakan sebagai Indian prawn dan Penaeus plebejus yang dapat dikatakan sebagai udang khas hasil Australia, dalam perdagangan internasional dinamakan eastern king prawn atau king prawn saja. Banana shrimp digunakan untuk menamakan spesies udang Penaeus merguiensis dengan daerah penghasil utamanya lautan India dan Pasifik/Asia, serta Australia.
Brown shrimp dalam perdagangan internasional digunakan untuk menamakan berbagai spesies yang berbeda, seperti Crangon, Penaeus aztecus, Penaeus califoniensis, dan Penaeus canaliculatus.
Pink shrimp selain digunakan untuk menamakan Pandalus borealis, juga digunakan untuk menamakan Pandalus montagui, Pandalus jordani, Penaeus duorarum dan Penaeus brevirostris.
White shrimp digunakan untuk penamaan spesies Penaeus, antara lain Penaeus setiferus, Penaeus schmitti, Penaeus occidentalis, dan sebagainya.
Perkembangan lebih lanjut dalam pemakaian 2 istilah shrimp dan prawn dalam perdagangan udang internasional tampak lebih bergeser ke arah pemakaian shrimp. Akhir-akhir ini istilah shrimp cenderung lebih sering dipakai tanpa memperhatikan ukuran fisik dan familinya. Dalam keadaan khusus atau tertentu, dapat terjadi pihak importir di luar negeri menghendaki spesies tertentu dan spesifik. Untuk memenuhi permintaan yang demikian dan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang tidak diharapkan di kemudian hari, selain disebutkan nama dagangnya perlu juga diikuti dengan nama ilmiah.

2. Bentuk Produk, Ukuran, dan Kemasan Udang
Bentuk produk udang yang dijajakan di pasaran internasional cukup beragam dari satu pangsa pasar ke pangsa pasar lainnya. Keragaman bentuk produk ini dapat dianggap suatu cermin dari preferensi konsumennya pada suatu pasar. Di pasaran internasional, secara umum kita dapat mengenali penyajian udang yang diperdagangkan, antara lain :
- Bentuk hidup. Udang yang disajikan dalam bentuk hidup umum dijumpai dan dikenal di Jepang, khususnya untuk spesies Penaeus japonicus. Udang ini terutama merupakan produksi domestik Jepang. Penyajian udang dalam bentuk hidup memerlukan penanganan khusus yang membutuhkan biaya tinggi. Akibatnya harga satuannya lebih tinggi jika dibandingkan produk olahan lainnya. Jika diolah lebih lanjut, udang hidup akan menghasilkan produk dengan tingkat kesegaran, warna, tekstur daging, dan cita rasa yang prima. Di Jepang Penaeus japonicus lebih sering dikonsumsi dalam keadaan mentah setelah dicampur dengan sake dan dikuliti.
- Bentuk segar. Udang yang diperdagangkan dalam bentuk segar terbatas pada daerah-daerah yang dekat dengan pelabuhan perikanan. Umumnya udang tersebut sudah megalami perlakuan pendinginan di kapal setelah proses penangkapannya. Perlakuan ini dimaksudkan untuk menghindarkan kemunduruan mutu dan mencegah atau memperlambat proses pembusukan.
- Bentuk beku. Merupakan cara penyajian yang paling umum dijumpai dan menempati bagian terbesar dalam perdagangan udang internasional. Berdasarkan kondisi bahan baku udfang yang dibekukannya, bentuk ini dapat dibedakan menjadi raw frozen, cooked frozen, dan semi-cooked frozen.
- Bentuk kering. Pengeringan udang merupakan salah satu cara pengawetan udang secara tradisional yang lazim dilakukan para petani nelayan di negara-negara yang sedang berkebang. Hongkong tercatat sebagai negara pengimpor udang kering dalam jumlah yang relatif besar. Di Hongkong udang kering digunakan sebagai salah satu bahan baku industri pangan.
Kenyataan adanya pengaruh dari perbedaan tradisi, geografi, sosial ekonomi memberikan dampak pula terhadap preferensi konsumen terhadap bentuk penyajian produk udang olahan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan suatu pasar, udang olahan disajikan dalam berbagai bentuk produk yang lebih spesifik. Uraian yang lebih terinci terhadap cara penyajian bentuk produk udang olahan yang lazim dijumpai di pasaran internasional adalah seperti berikut :
- Whole, head-on, shell-on, raw, frozen. Udang segar utuh yang dibekukan. Bentuk produk ini disukai di Eropa Selatan, termasuk Spanyol. Sebagian besar impor udang Spanyol dalam bentuk produk ini. Di jepang, bentuk produk udang ini pun dikenal, tetapi peranannya kurang penting dan diperkirakan volume perdagangannya hanya 10-15% dari total impornya. Negara Eropa Selatan lainnya yang tercatat sebagai importir bentuk produk ini dalam jumlah yang relative besar antara lain Prancis dan Italia. Di Negara-negara Eropa Utara bentuk produk ini relative hanya diimpor dalam jumlah yang kecil dan kadang-kadang diekspor kembali ke Negara-negara Eropa Selatan. Produk ini umumnya dikemas dalam karton (inner carton/inner box) yang berbobot netto 2 kg, kemudian sebanyak 6, 8, atau 10 buah inner carton tersebut dikemas ke dalam sebuah master carton.
- Whole, head-on, shell-on, cooked, not frozen. Udang utuh yang direbus dan tidak dibekukan. Bentuk produk ini bersifat terbatas, terutama untuk brown shrimp (Crangon crangon) yang berasal dari Laut Utara. Daerah pemasaran utamanya, Jerman Barat dan Nederland. Dalam jumlah yang kecil, produk ini diperdagangakn secara local di Prancis, Spanyol, dan Inggris. Perdagangan antara Negara Eropa bagi bentuk produk ini sangat dibatasi, karena produk ini relative mudah terkontaminasi dan cepat rusak. Di Jepang dan Amerika Serikat, produk ini tidak dikenal pasarnya.
- Whole, head-on, shell-on, cooked, frozen. Udang utuh, direbus dan dibekukan. Dalam perdagangannya, produk ini didominasi oleh spesies yang berasal dari Atlantik Utara (Pandalus spp), dan ekspornya terutama dilakukan oleh Greenland, Islandia, dan Norwegia. Dalam ekspansinya negara-negara tersebut telah berhasil pula memasarkan produk ini di pasaran Amerika Serikat. Keberhasilannya banyak didukung oleh merosotnya hasil tangkapan yang cukup drastis di Pasifik Utara. Yang khas dari produk ini, di pasaran internasional diperdagangkan dalam kemasan karton yang berbobot 5 kg.
- Headless, shell-on, raw, frozen. Udang segar tanpa kepala yang dibekukan. Pada spesies udang laut tropika umumnya produk ini akan berbobot dua per tiga dari bobot utuhnya dan pada spesies udang air tawar atau udang sungai bobotnya kurang lebih hanya 50% dari bobot utuhnya. Sebagian terbesar dari udang beku yang diperdagangkan di pasaran internasional disajikan dalam bentuk ini. Daerah pemasaran utama untuk bentuk produk ini meliputi Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa (kecuali Spanyol). Umumnya bentuk produk ini dibekukan dalam bentuk blok (Block frozen dengan bobot netto 2 kg, dikemas dalam inner carton dan setiap enam biah inner carton dikemas dalam satu master carton).
- Headless, cooked, peeled, frozen. Udang tanpa kepala, direbus, dikupas kulitnya, dan dibekukan. Bentuk produk ini terutama diperdagangkan di Eropa, kecuali Spanyol. Dari macam spesiesnya, bentuk produk ini berasal dari perairan laut dingin maupun laut tropika. Di pasaran Eropa, yang berasal dari perairan laut dingin lebih dominant. Berdasarkan cara pembekuannya dapat dibedakan menjadi blok frozen dan individually quick frozen (IQF). Umumnya produk ini dikemas dalam inner carton dengan bobot netto 2 kg, dan setiap enam buah inner carton dikemas dalam satu master carton.
- Headless, peeled, and deveined (P&D). Udang tanpa kepala, dikupas, dan dibuang ususnya. Pembuangan usus dilakukan dengan cara menyayat bagian punggung sampai mendekati ujung ekor udang. Di negara-negara yang sedang berkembang pekerjaan tersebut dilakukan secara manual. Jika segmen kulit pada ujung ekornya tidak dibuang, maka produknya disebut P&D tail-on. Bentuk produk ini biasanya dibekukan secara IQF dan banyak diminta oleh pangsa pasar Amerika Serikat. Biasanya bahan baku produk ini berasal dari spesies udang laut tropika dan dikemas dengan bobot 2 kg atau 5 lb.
- Headless, peeled, undeveined (PUD). Udang tanpa kepala, dikupas, tanpa dibuang bagian ususnya. Bentuk produk ini biasanya dibekukan dan disajikan dalam block frozen. Pasaran utamanya adalah Eropa dan Jepang. Produk ini terdiri dari spesies udang laut tropika dan dikemas dengan bobot 2 kg atau 5 lb.
- Canned shrimp. Udang yang dikalengkan. Biasanya udang yang dikalengkan berukuran kecil dan berbentuk headless, cooked, and peeled (c&p). Bentuk produk ini merupakan hasil olahan lanjutan yang umumnya dilakukan di negara-negara maju, kendatipun bahan bakunya sendiri sebagian besar berasal dari negara-negara berkembang. Malaysia dan Thailand, merupakan dua negara berkembang yang tercatat aktif dalam memprodusir dan mengembangkan produk ini, terutama untuk dipasarkan di negara-negara Eropa.
- Breaded. Bentuk udang P&D dicelupkan ke dalam batter, dikemas, dan dibekukan. Sama halnya dengan bentuk produk breaded, produk ini lebih bersifat domestik dan kurang penting dalam perdagangan internasional.
- Specialtis. Merupakan bentuk produk regional atau domestik dan dalam perdagangan internasional terhitung kurang penting. Yang tergolong ke dalam bentuk produk ini antara lain pasta udang, sop udang, dan udang dalam cocktail sauce.
Melalui uraian terinci sebagaimana yang telah diungkapkan di atas menjadi semakin jelas bahwa sebagian terbesar bentuk produk udang yang beredar di pasaran internasional disajikan dalam bentuk hasil olahan beku. Penyajian bentuk produk lainnya, pada dasarnya merupakan hasil proses pengolahan lebih lanjut dari bentuk produk olahan beku.
Untuk lebih mengenal, memperjelas, dan memberikan gambaran visula terhadap keragaman penyajian bentuk produk olahan beku yang mendominasi pasaran internasional. Setelah kita mencoba mengamati bentuk produk udang dan jenis kemasan yang digunakannya, sekarang marilah kita beranjak untuk mengamati ukuran udang yang diperdagangkan di pasaran internasional. Dalam praktek perdagangan internasional, udang dijual berkaitan dengan bentuk penyajian produknya juga ditentukan oleh kelompok ukurannya.
Di negara-negara berkembang pengelompokkan ukuran udang umumnya masih dilakukan secara manual dan lebih bersifat padat karya. Hasil akhir dari cara ini akan sangat bergantung kepada pengalaman, keahlian, dan keterampilan tenaga sortasinya. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap perolehan harga jual yang terbaik. Sebaliknya di negara-negara maju dalam pengelompokan ukuran udang digunakan alat mekanis yang disebut shrimp grader.
Ukuran udang dapat didefinisikan sebagai angka atau bilangan yang menyatakan jumlah ekor udang per lb atau per kg. Dalam praktek, satuan bobot yang lebih sering digunakan adalah satuan lb. Berpijak pada batasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa semakin kecil angka/bilangan ukuran udang, maka bentuk fisik dan bobot udang perekor yang bersangkutan akan semakin besar.
Dalam menyatakan ukuran udang dapat dituliskan dengan dua cara. Pertama, dituliskan dalam bentuk bilangan pecahan yang berarti bahwa angka pembilang dan penyebutnya masing-masing menyatakan batas minimal dan maksimal jumlah ekor udang per lb atau kg. Kedua, ditulis dalam bentuk selang angka, dalam hal ini angka pertama dan kedua dalam selang angka tersebut memiliki angka yang sama dengan pembilang dan penyebut dalam bentuk penulisan bilangan pecahan. Untuk menghindarkan kesalahpahaman dan kerancuan terhadap definisi ukuran udang, khusus untuk cara penulisan dalam bentuk bilangan pecahan, perlu dibatasi bahwa ukuran udang tidak ditentukan oleh nilai pecahannya, tetapi ditentukan oleh besar kecilnya angka pembilang dan penyebutnya.
Uraian di atas akan menjadi semakin jelas dengan contoh berikut. Misalnya, untuk kelompok ukuran udang 21 sampai 25 ekor per lb yang biasa dijumpai di pasaran internasional dan apakah yang disajikan dalam bentuk olahan headless shell-on, head-on shell-on, atau bentuk olahan lainnya, maka penulisan ukurannya dapat diterakan sebagai 21/25 atau 21-25.
Lebih lanjut, harga udang erat berkaitan dengan kelompok ukurannya, disamping faktor-faktor lainnya. Atau singkatnya ukuran udang menentukan harganya. Selaras dengan definisi ukuran udang, secara umum dapat dikatakan bahwa semakin kecil angka/bilangan ukuran udang akan semakin tinggi harganya. Kondisi ini sudah merupakan konsensus baku dalam penentuan dan pembentukan harga udang yang diperdagangkan di pasaran internasional. Sebagai contoh, udang yang berukuran 21/25 per lb yang disajikan dalam satu bentuk produk tertentu harganya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan udang yang berukuran 41/50 per lb dalam penyajian yang sama. Dalam pembahasan selanjutnya akan digunakan istilah udang berukuran besar sebagai pengganti dari udang yang memiliki angka/bilangan ukuran kecil dan sebaliknya, dengan maksud untuk tidak membingungkan.
Pengamatan dan penelitian terhadap bentuk prdouk, kemasan, dan kelompok ukuran udang di suatu pangsa pasar merupakan aspek teknis yang mendasar untuk dipahami secara cermat. Melalui pengamatan demikian persyaratan teknis yang dikehendaki konsumen dapat dipenuhi secara tuntas. Dan melalui pemahaman terhadap aspek teknis di suatu pangsa pasar berarti sektor produksi akan lebih mudah diselaraskan dengan permintaan pasar. Semua ini pada dasarnya sebagai modal awal dalam melaksanakan penetrasi pasar atau dalam memasuki ajang perdagangan udan internasional.

3. Struktur Perkembangan Harga
Pola perdagangan udang dip pasaran internasional cenderung bersifta ekslusif dan khas. Pola ini akan tampak jika kita bandingkan misalnya dengan pola perdagangan internasional bagi mata dagangan kopi atau biji coklat. Untuk kedua mata daganagn tersebut dikenal adanya terminal pasar. Dua terminal pasar kopi dan biji coklat yang cukup kondang di dunia, yakni London dan New York. Perkembangan harga di kedua terminal pasar tersebut dapat dipantau setiap hari dan harga terminal yang dijadikan panutan. Dengan adanya terminal pasar, muncul transaksi atas dasar proce-fixing yang dewasa ini sudah menjadi mode. Singkatnya sistem price-fixing ini mengacu pada suatu jumlah/volume barang tertentu yang disepakati sebagai jaminan bagi konsumennya untuk memperoleh pasokan secara kontinyu, sedangkan tingkat harganya tidak harus sekaligus ditentukan pada saat transaksi dibuat; tetapi dikaitkan dengan harga terminal. Melalui terminal, perkembangan harga dapat dipantau secara aktual.
Sebaliknya dalam perdaganagn udang internasional, belum dikenal pola seperti di atas. Perdagangan udang internasional belum mengenal terminal pasar. Akibatnya, pemantauan perkembangan harga di pasaran internasional secara aktual agak sulit dilakukan. Sumber info pasar relatif terbatas. Untuk keperluan pemantau secara umum diantaranya dapat dimanfaatkan terbitana dwi mingguan, Infofish Trade News, yang dikeluarkan oleh FAO. Sehingga jika ditarik dalam skala yang lebih mikro, pembentukan harga lebih ditentukan oleh hubungan baik antara eksportir-importir, reputasi eksportir, merek dagang yang dimiliki eksportir, jumlah dan ukuran udang yang dibutuhkan importir pada suatu saat tertentu, dan sebagainya. Di samping itu, pembentukan beda hargaga antarukuran udang tidak mengikuti pola baku tertentu. Beda harga antarukuran udang dapat melebar dan menyempit secara acak dan tak beratutan. Dari sifat khas itulah, maka harga yang diberikan oleh satu importir dengan importir lainnya dalam satu negara terhadap suatu produk udang dengan penyajian dan ukuran yang sama serta merek dagang yang sama pula dapat berbeda relatif besar, terlepas dari kedudukan importir itu sendiri apakah sebagai broker atau sebagai konsumen akhir. Hal yang sama dapat pula terjadi terhadap perolehan harga bagi eksportirnya. Berdasarkan pangsa pasarnya, proses pembentukan harga udang di pasaran internasional dapat diebdakan menjadi dua bagian besar. Pertama, proses pembentukan harga di pangsa pasar Eropa dan Amerika Serikat. Kedua, proses pembentukan harga di pangsa pasar Jepang.
Pembentukan harga di pasaran Eropa dan Amerika Serikat biasanya dimulai dari penawaran eksportir kepada importir di kedua pangsa pasar yang bersangkutan, ataupun sebaliknya. Apabila importir tersebut secara langsung atau melalui agennya menerima penawaran eksportir, maka transaksi jual-belinya terjadi. Namun, apabila penawaran eksportir belum dapat disepakati pihak importir, maka pihak importit biasanya mengadakan penawaran balik (ciunter offer)m dan demikian seterusnya sampai dicapai suatu tingkat harga yang disepakati kedua belah pihak. Proses ini tidak selamanya berakhir dengan terjadinya suatu transaksi. Penawaran eksportir biasanya disertai pula dengan periode pengapalan jangka panjang. Bagi eksportir di negara berkembang yang tidak memiliki perwakilan di kedua pangsa pasar tersebut, tetapi memiliki hubungan baik dengan satu atau beberapa importir, dikenal pula adanya sistem perjanjian baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Perjanjian demikian umumnya hanya mengikat kedua belah pihak dalam segi jumlah atau volume barang, sedangkan pembentukan harganya secara periodik ditinjau kembali oleh kedua belah pihak sejalan dengan perkembangan pasar. Hubungan ini cukup menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sebab, bagi eksportir ini berarti suatu kepastian pasokan barang dalam jumlah dan periode tertentu dan akan lebih memudahkan untuk menyusun rencana pemasarannya bagi para pelanggannya.
Pada dasaranya proses pembentukan harga di pasaran Jepang tidak banyak berbeda dengan yang terjadi di pasaran Eropa dan Amerika Serikat. Hanya di pasaran Jepang, peran dari wisma dagang (trading house/sogo sosha) lebih menonjol. Wisma dagang Jepang didukung dana dan permodalan yang besar sehingga mampu membiayai persediaan barang dalan jumlah yang besar, risiko pasar, dan fluktuasi nilai tukar mata uang. Jaringannya melingkupi seluruh dunia. Kekuatan jaringan ini memungkinkan mereka untuk senantiasa mengadakan kontak langsung kepada eksportir di negara produsen, bahkan sebelum mengadakan transaksi pembelian umumnya mereka terlibat langsung dalam penyajian produk dan pengawasan mutu. Rangkaian proses ini banyak memakan waktu dan dibutuhkan pula keuletan, kesabarn, serta ketangguhan eksportir dalam negosiasinya. Barangkali sistem itulah umumnya yang membedakan praktek pembelian, antara importir Jepang dengan importir udang di Eropa dan Amerika Serikat.
Pembentukan harga udang di suatu pangsa pasar ditentukan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi tingkat produksi domestik, jangka waktu penyerahan barang, perbedaan tingkat bea masuk, nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat terhadap mata uang negara importit, intensitas persaingan, dan sebagainya. Berdasarkan data yang dihimpun ITC, yang melandaskan pada struktur persaingan dalam perdagangan udang internasional, terungkapkan bahwa harga udang dunia dalam jangka panjang cenderung bergerak ke arah suatu pola yang sama dan berulang. Harga udang mengikuti suatu pola siklus atau daur tiga tahunan. Artinya harga terendah dan tertinggi akan terjadi dalam periode waktu tersebut dan daur ulang ini terjadi ke arah pola yang vrelatif tetap.
Di pangsa pasar Amerika Serikat, harga udang cenderung mengikuti suatu pola musiman yang ditentukan hasil tangkapan udang domestik. Jika hasil tangkapan domestik meruah, maka harga udang akan jatuh, demikian pula halnya dengan udang eks impor. Secara umum dapat dikatakan bahwa harga udang di pangsa pasar Amerika Serikat akan mencapai puncaknya pada awal tahun kalender.
Di pangsa pasar jepang, harga udang cenderung menguat sepanjang tahun. Puncaknya dicapai pada kuartal ketiga, kemudian secara perlahan-lahan akan melemah kembali di akhir tahun. Pola daur harga udang di Jepang tersebut sewaktu-waktu dapat berubah, karena adanya spekulasi pembelian sebagai dampak dari menguatnya mata uang yen.
Sekarang marilah kita meninjau pasaran Eropa untuk melihat karakteristik pembentukan harga sebagai dampak dari faktor-faktor musiman. Hampir 50% dari total pasokan udang di pasaran Eropa terdiri atas spesies udang dari perairan laut dingin, baik yang bersal dari hasil tangkapan domestik maupun yang eks impor dari negara-negara Atlantik Utara. Namun demikian, pasaran Eropa memiliki konsumen yang berbeda bagi spesies udang tropika dan udang yang berasal dari laut dingin. Akibatnya, pembentukan harga udang di pasaran Eropa relatif tidak berkorelasi dengan meruahnya hasil tangkapan udang dari laut dingin, suatu hal yang berlawanan dengan apa yang terjadi di pasaran Amerika Serikat. Pembentukan tingkat harga udang di pasaran Eropa lebih cenderung dipengaruhi oleh situasi kekuatan pasokan dan permintaan secara agresif terhadap produk spesies udang tropika. Harga udang di pasaran Eropa cenderung mengalami peningkatan pada semester kedua, karena adanya peningkatan aktivitas pembelian sebagai persiapan dalam menghadapi Hari Natal dan Tahun Baru. Pola ini juga sewaktu-waktu dapat berubah sebagai akibat dari adanya persediaan udang di tangan importir dalam jumlah yang cukup pada periode sebelumnya atau pada saat yang bersamaan terjadi pasokan berlebih dari negara-negara pengekspor. Situasi ini pada akhirnya akan berpengaruh langsung terhadap penekanan harga.
Harga udang di pasaran internasional sangat beragam. Keragaman harga ini bukan saja berkaitan dengan ukuran, warna, tekstur, cita rasa, dan bentuk penyajian produknya, tetapi juga berkaitan dengan preferensi konsumennya dan negara asalnya. Udang putih (white shrimps) yang bersal dari laut tropika di pasaran Amerika Serikat dan Eropa memiliki harga yang lebih baik jika dibandingkan dengan udang dari perairan yang sama dengan warna yang lain. Di Jepang kuruma shrimps (Penaeus japonicus) memiliki harga yang istimewa. Di pasaran Eropa, tigers shrimpis memiliki harga yang tinggi, karena ukuran, tekstur daging, dan cita rasanya banyak digemari oleh para konsumen di pasaran yang bersanguktan.
Di pasaran Amerika Serikat dan Eropa, udang sungai umumnya mempunyai harga yang lebih rendah daripada udang laut dengan penyajian dan ukuran yang sama, sedangkan di pasaran Jepang udang sungai/ air tawar belum banyak dikenal. Lendatipun demikian, akhir-akhir ini udang sungai yang disajikan dalam bentuk whole, head-on, shell-on, raw frozen sudah mulai mengalir ke pasaran Jepang, yang diduga untuk diekspor kembali ke negara ketiga.
Selain dari faktor-faktor yang telah diungkapkan di atas, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat dalam pembentukan harga udang di pasaran internasional, maka pada akhirnya reputasi individu eksportir pun akan sangat berperan dalam pembentukan dan perolehan harga yang lebih baik. Dan faktor reputasi ini erat berkaitan dengan pola perdagangan udang internasional itu sendiri yang cenderung eksklusif. Setiap individu eksportir udang dari suatu negara menjajakan produk udangnya dengan menggunakan satu atau lebih merek dagang di satu atau lebih pasar. Untuk udang dengan spesies, ukuran, dan cara penyajian yang sama tetapi berasal dari dua eksportir yang berbeda negara ataupun dari satu negara yang sama, dalam dunia perdagangan udang internasional bukan tidak mungkin akan memperole tingkat harga yang berbeda. Ini dimungkinkan, kerna merek dagang yang memiliki individu eksportir mencerminkan reputasi eksportir yang bersangkutan. Reputasi individu eksportir yang baik tidak terlepas dari merek dagang yang dimilikinya dan jika dijabarkan lebih lanjut semua ini akan merupakan jaminan mutu produknya, ketepatan bobot timbang dan penggolongan ukuran, keseragaman ukuran dan warna, pemberian pelayanan yang baik, ktepatan dalam penyerahan barang serta sifat tanggap dalam melayani berbagai keluhan dan klaim yang mungkin timbul. Berdasarkan pengalaman, seorang importir dapat memberikan diferensial harga 15-20% lebih tinggi bagin eksportir yang bereputasi baik jika dibandingkan dengan eksportir lain umumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar