Sabtu, 12 Desember 2009

EKONOMI INTERNASIONAL

 Teori → Diambil dari buku acuan/studi pustaka (Hand-Out, Miltiades C., lainnya di Prodi SEP, Ekspor-Impor (Mahreda,E.M), ), diktat kuliah Ekonomi Internasional Jilid 1 dan 2 (Emmy Sri Mahreda)
 Analisis, cara, sistem, program
 Aplikasi→ Praktik di lapangan/langsung
Keuntungan perdagangan luar negeri: Adanya pemanfaatan kekuatan-kekuatan produktif dunia secara lebih efisien.
1. What are the gain from trade? Manfaat/benefit Negara
2. What is the structure of trade? Pola perdagangan akan berhubungan dengan exspor impor dan peraturan pemerintah.
3. What are the terms of trade (TOT)? pada tingkat harga berapa perdagangan terjadi.

Berhubungan dengan ekspor impor hasil-hasil perikanan
 Faktor-faktornya apa saja yang mempengaruhi, jenis ikannya apa saja, berapa volume dan nilainya, kemana saja mengekspor, forecasting/meramal kejadian ekspor perikanan masa yad.
 Berhubungan erat dengan kebijakan pemerintah
(government policy) tentang Exim (ekspor impor)
• Berhubungan erat juga dengan politik dan kerjasama.

Faktor-faktor yang mempengaruhi:
1. Nilai tukar (exchange rate)
2. Harga-harga, yaitu harga ikan domestik, harga ikan ekspor, harga ikan dinegara pengekspor lainnya, harga komoditi lainnya selain ikan, dan harga ikan dinegara pengimpor.
3. Produksi, produksi domestik/dalam negeri, produksi Negara pengekspor lainnya, produksi Negara pengimpor.
4. Pendapatan per kapita Negara pengimpor (dapat beberapa Negara)
5. Kenaikan bahan bakar minyak (BBM)/harga BBM
6. Konsumsi ikan negara-negara pengimpor (jika negara pengimpor sekaligus berperan sebagai negara pengekspor juga, maka C = produksi + impor – ekspor) → C = Q + I – X
7. Selera (taste/preference) → sebagai dummy variable.
Notes:
 Perdagangan luar negeri (foreign trade) akan mengembangkan kemungkinan konsumsi suatu negara lebih besar daripada produksi barang yang tersedia pasa swasembada.
 Suatu bangsa lebih banyak mengkonsumsi dibanding produksi sendiri.
Jadi keuntungan perdagangan berdasarkan prinsip teori adalah suatu bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan dan pendapatan riilnya melalui spesialisasi produksi komoditi dimana negara ybs. Mempunyai produktivitas tinggi. Perlu diingat bahwa kondisi produksi suatu negara berbeda-beda. Jadi, perdagangan internasional akan saling menguntungkan walaupun salah satunya mampu memproduksi semua jenis komoditi lebih murah dibandingkan negara lain.

Neraca Perdagangan
Pendekatan Analisis Pendapatan Nasional
Para pemikir ekonomi menemukan bahwa ada hubungan timbal balik antara nilai-nilai pos tertentu neraca pembayaran luar negeri suatu negara dengan tingkat Y (pendapatan) nasional. Hubungan ini dapat diterangkan dengan menggunakan pendekatan analisis Y (pendapatan) nasional.
1. Pendekatan angka pengganda luar negeri atau Foreign Trade multiplier Approach → Pasar Komoditi = sektor nyata/real sector, sektor pengeluaran/expenditure sector.
a) Model pengganda tanpa pantulan
b) Model pengganda dengan pantulan → memperhatikan kemungkinan timbulnya pantulan terhadap perubahan nilai ekspor dan impor, yang dipantulkan oleh perekonomian yang mempunyai hubungan dagang dengan perekonomian kita.
2. Pendekatan Is-LM (pasar barang dan pasar uang)
Pendekatan ini memperhatikan sektor nyata, juga moneter/uang.

Asumsi khusus yang dipakai:
Untuk perekonomian terbuka kesamaan antara Y nasional, output nasional dan pengeluaran total nasional tidak berlaku lagi. Kesamaan masih tetap berlaku selama ∑ Y modal yang dibayar oleh penduduk negara tersebut kepada investor asing = ∑ Y yang diterima oleh penduduk negara tersebut yang berasal dari penanaman modalnya di Luar Negeri.

Y Nasional Equilibrium Dalam Perekonomian Terbuka
(a). Y = C + I + X – M (1)
(b). Y = C + S (2)
dimana; X = nilai ekspor
M = nilai impor
Maka; C + S = C + I + X – M (3)
S + M + I + X (4)
C = komsumsi
I = investasi
S = saving
Persamaan (4) artinya bahwa syarat equilibrium perekonomian ialah kesamaan nilai (S+M) dengan ( I+X) : saving tidak lagi harus sama dengan investasi. Demikian juga nilai ekspor tidak perlu = impor.
Perekonomian dengan neraca perdagangan +, dimana X > M akan mencapai equilibrium pada I < S, demikian sebaliknya.
Dalam hal ini, pengeluaran investasi ekspor sebagai variabel eksoigen, sedang S dan M variabel endogen. Sebagai berikut::
S = So + sY (5)
M = Mo + mY (6) dimana,
So = besarnya saving pada tingkat Y = 0, disebut intersep fs S atau intersep saving.
S = ∆S/∆Y = Marginal propensity to save
Mo = Besarnya impor pada tingkat Y = 0, disebut juga intersep fs. impor atau intersep impor
M= ∆M/∆Y = Marginal provensity toimpor.
Persamaan (5) (6) dan (4) ditemukan :
So + sY + Mo + My = I + X
sY + mY = I + X = So – Mo
(s+m)Y = I + X – So – Mo
Y = I + X = So – Mo…..(7)
S + M
Apilkasi (contoh soal):
Sebuah perekonomian dengan data sebagai berikut :
Fs. Saving : S = -40 + 0.3 Y
Fs. Impor : M = 20 + 0.2 Y
Pengeluaran Investasi I = 280
Ekspor X = 100
Maka :
a. Pendapatan Nasional Equlibrium

b. Saving Equilibrium → S = -40 + 0,3 Y
= -40 + 0,3 (800)
= 200

c. Impor Equilibrium
M = 20 + 0,2 Y
= 20 + 0,2 (800) = 180
d. Konsumsi Equilibrium
Y = C + I + X – M
800 = C + 280 + 100 – 180
C = 800 – 200 = 600
e. Neraca Perdagangan Equilibrium
X = 100. M = 180
Ini berarti bahwa neraca perdagangan berada dalam keadaan pasif dengan impor netto sebesar : M – X = 180 – 100 = 80

Angka-angka Pengganda
Jika nilai ekspor X berubah dengan ∆X → (X+∆X) menyebabkan Y nasional berubah dari Y dengan ∆Y menjadi (Y+∆Y), secara matematika sebagai berikut :
Y + ∆Y
Y + ∆Y
∆Y = Y – Y + ∆X/S+M
∆Y = ∆X/S+M.
Jadi dapat berupa analisis ekspor ikan di Indonesia atau di KalSel (dapat dipilih jenis ikan), atau analisis impor ikan Indonesia/Kalsel (karena selama ini Indonesia sudah melaksanakan impor ikan contohnya ikan salmon).
Dapat juga judul penelitian tentang forecasting/peramalan ekspor hasil perikanan Kal-Sel selama beberapa tahun yad. (menggunakan analisis trend).
Faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya volume ekspor udang KalSel/Indonesia
Faktor-faktor penyebab berkurangnya jumlah jenis ikan yang diekspor dari tahun ke tahun jumlah jenis ikan yang diekspor (tahun 1990-2008) di Kal-Sel
Analisis .....dll

* Devaluasi *
1. Jika dirasakan mata uang domestic dinilai terlalu tinggi yaitu yang biasa disebut bahwa mata uang domestik terdapat over valued, maka ini berarti bahwa kurs valuta asing ditetapkan terlalu rendah, maka biasanya pemerintah meningkatkan tingginya kurs valuta asing.
Tindakan pemerintah yang berupa meningkatkan kurs valuta asing dinyatakan dalam mata uang dari negara tersebut dapat disebut sebagai kebijaksanaan devaluasi.

2. Jika dirasakan mata uang domestik dinilai terlalu rendah, dinyatakan dalam valuta asing, maka ini mempunyai makna bahwa kurs valuta asing sudah terlalu tinggi. Maka pemerintah melaksanakan revaluasi yaitu menurunkan kurs valuta asing, atau dengan kata lain menaikkan nilai mata uang Indonesia.
3. Udang Indonesia → permintaannya in-elastis karena Indonesia adalah negara pengekspor udang terbesar kedua sesudah Cina, dan dapat secara kuntinyu memenuhi demand luar negeri.
Hasil penelitian :
Indonesia ebagai negara pengekspor udang dunia potensial, tapi tidak dapat menentukan P dunia.
Devaluasi = ∆ nilai tukar mata uang suatu negara tehadap mata uang negara lain, memberikan dampak terhadap ekspor dan impor suatu negara.
# Dilihat dari sisi ekspor:
Jika nilai tukar mata uang negara pengekspor terhadap negara lain mengalami penurunan (devaluasi), maka dapat menyebabkan harga barang di negara pengimpor menjadi lebih rendah. Hal ini akan mendorong penaikan volume impor negara lain tersebut.

# Dilihat dari sisi impor
jika nilai tukar mata uang negara pengimpor mengalami devaluasi, akibtanya harga barang impor di dalam negeri menjadi lebih mahal sehingga menurunkan jumlah impor komoditi negara tersebut.
Nilai impor (inflow) → debet –
Nilai ekspor (outflow) → kredit + Barang keluar, uang masuk
# Valuta asing =
- importir
- investor
- Perusahaan-perusahaan asing
- Rt keluarga (anak di LN)
- Debitur
- Wisatawan
- Spekulan
- Biaya pemerintah untuk perwakilan di LN

Intervensi Pemerintah
Pemerintah berkeputusan untuk campur tangan dalam mempengaruhi harga dengan tujuan:
1. Untuk menaikkan Y (pendapatan) petani
2. Untuk stabilisasi P (harga) dan Y petani
3. Melindungi konsumen dari P tinggi
4. Untuk menekan inflasi
5. Untuk mencapai swasembada.
(menaikkan produksi untuk mencapai swasembada dll)
Pada prinsipnya intervensi bisa menaikkan atau menurunkan P
Yang menaikkan P :
- Memberlakukan Pfloor (P dasar) biasanya pada beras
- Kredit pemasaran
- Pembelian pemerintah
- Memberlakukan tarif barang impor/pembatasan impor
- Pajak tambahan
- Qouta impor/batas impor
- Pembatasan produksi
- Subsidi ekspor
- Pemberian subsidi dengan pembayaran langsung dari pemerintah
Yang menurunkan P :
- Pceiling (P teratas)/pada beras
- Pengendoran pengawasan impor
- Mengeluarkan stock dari pemerintah
- Melarang ekspor
Tetapi semuanya belum tentu dijalankan di Indonesia
Indonesia menjalankan:
- Subsidi input/pupuk dll
- Subsidi BBM
- Price support
- Buffer stock (beli dan jual beras)
- Pembentukan tarif
- Qouta dan pengendoran pengawasan

A. FLOOR PRICE
Jika P pasar terlalu rendah, sehingga perlu Pf yang diatas P pasar.

Supaya efektif apa yang harus dijalankan pemerintah (Asal pemerintah mau beli dengan Pe pasti efektif)
Apakah sudah menjamin?
Asumsi pemerintah beli pada petani
1. Ya, jika P dan Pf → pemerintah beli sebesar Q1 → Q2
2. Tetapi untuk beli saja, dapat diekspor.
Jika Pw sebesar Pf, Pw turun
Kemungkinan lain
3. Disimpan oleh petani
4. Dibuang ke laut, dibakar untuk mempertahankan Pf

B. CEILING PRICE
Konsekwensinya : Pemerintah harus menjual sebanyak Q1 dan Q2 jika tidak memungkinkan impor sebanyak Q1Q2




Praktik Lapang M.A. Ekonomi Internasional

Sampel masyarakat diambil sebanyak 5 orang/sampel per dua orang mahasiswa.

1. Identifikasi jenis ikan rawa yang terbanyak di produksi
a.
b.
c.

2. Identifikasi jenis ikan rawa apa saja yang dapat diolah oleh masyarakat (kering, dan lainnya) dengan kualitas yang baik atau yang layak ekspor .
a.
b.
c.

3. Tanyakan kepada masyarakat bagaimana caranya agar jenis ikan olahan (kering misalnya) yang rasanya enak, tidak asin, sehingga layak ekspor dapat dikerjakan oleh masyarakat/rumah tangga.






4. Adakah keinginan masyarakat masyarakat untuk melaksanakannya, jika harga jual ke luar negeri tinggi. Jika ada bagaimana caranya? .Jika tidak ada bagaimana menyampaikan ke masyarakat agar masyarakat berminat?.




5. Berikan pendapat anda dan solusi dari anda sehubungan dengan keadaan/ kondisi hasil wawancara dengan masyarakat setempat, sebagai prospek ekspor terhadap ikan rawa di danau Bangkau, HSS Kal- Sel.





Praktik Lapang M.K. Pembiayaan Perikanan

Sampel diambil sebanyak 5 orang bagi 2 orang mahasiswa (kelompok), dengan jenis ikan yang berbeda tiap kelompok dari 7 orang mahasiswa.
3 kelompok: Kelompok 1 (ikan Patin) = 2 orang
Kelompok 2 (ikan Nila) = 2 orang
Kelompok 3 (ikan Mas) = 3 orang
Pembiayaan Usaha ikan ........
1.

Banjarbaru, 18 Mei 2006
Dosen pengasuh:
Dr.Ir.Emmy Sri Mahreda,MP
BAB III . JASA ANGKUTAN

1. Pengangkutan Gabungan
Salah satu kewajiban penjual atau eksportir adalah memepersiapkan barang menjadi siap ekpor dan mengurus pengangkutan. Dalam perdagangan Internasional barang-barang yang sudah siap ekspor (ready for eksport) diangkut melalui salah satu cara sebagai berikut :
a. melalui angkutan laut;
b. melalui angkutan udara;
c. melalui angkutan darat;
d. melalui jasa kantor pos;
e. melalui angkutan gabungan anaka wahana (combined transport)
Seorang eksportir dalam menyelenggarakan barang siap ekspor harus mengadakan suatu kontrak angkutan dengan salah satu perusahaan angkutan di atas, sesuai dengan kebutuhannya. Bila suatu barang siap ekspor memerlukan aneka alat angkut sebelum mencapai tempat tujuan (destination/discharging point) secara tradisonal dibutuhkan kontrak tersendiri untuk masing-masing jenis alat-angkut yang dipakai. Misalnya teh sudah siap ekspor Dari kawasan Punak-Sukabumi-Cianjur yang akan dikirim ke London Commodity Exchange misalnya mungkin diangkut dengannkereta api Sukabumi ke Stasiun Kereta api di Tanjung Priok. Dari Tanjung Priok diangkut dengan kapal laut ke Pelabuhan Laut Liverpool Inggeris . Dalam hal ini secara tradisional dibutuhkan 2 (dua) buah kontrak angkutan Priok dan kedua dengan Maskapai Pelayaran seperti Samudra Indonesia untuk angkutan Tanung Priok-Liverpool.
Namun seiring dengan perkembangan pemakaian Peti-Kemas (container) dalam perdagangan Internasional, para pelaksana pengangkutan transport (transport-oerators) meningkatkan pula penggunaan beberapa jenis alat angkut (aneka wahana = multi modal of transport) dalam menyelesaikan tugas-angkutan Dari pintu ke pintu (doors to dor service). Dengan sendirinya para pelaksana itu telah bertindak sebagai pelaksana angkutan gabungan (combined transport operator) yang bertanggung jawab atas keseluruhan jenis alat angkutan itu.
Peraturan mengenai angkutan gabungan ini begitupun mengenai dokumen angkutan gabungan ini dituangkan dalam brosur no. 298 Dari ICC dengan judul “Uniform Rules for a Combined Transport Document”. Yang dimaksud dengan pengangkutan dokumen menutut peraturan ini adalah :
“Pengangkutan barang dengan sekurang-kurangnya dua alat angkut yang berbeda, dari satu tempat dimana barang diambil yang terletak dalam satu negara, ke suatu suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang tersebut di negara lain.”
Pelaksana Pengangkutan Gabungan dengan izin pemerintah setempat dapat mengeluarkan Dokumen Pengangkutan Gabungan. Yang dimaksud dengan Dokumen Pengangkutan Gabungan adalah :
“Suatu dokumen yang memeprsiapkan adanya kontrak untuk melaksanakan dan/atau mempersiapkan pelaksanaan angkutan barang scara gabungan yang dihalaman mukanya tercancum suatu judul berbunyi : Negotiable Combined Transport Document Issud Subject to Uniform Rules for a Combined Transport Document (ICC-Publication No. 298) atau dengan judul :
Non-Negotiable Combined Transport Document Issued Subject to Uniform Rules for aCombined Transport Document (ICC-Publication No. 298).
Contoh dari Combined Transport Dokument tersebut lihat halaman berikut.

2. Kemasan dan Angkutan
Dalam perdagangan Internasional sebagian besar barang impor ekspor diangkut melalui laut, Karena itu jasa pelayaran memegang peranan yang sangat menentukan. Ada dua hambatan pokok yang dialami kalangan pelayaran Internasional.
a. Rendahnya kemampuan mut-bomgkar barang (Loading dan Unloading Capacity);
b. Upah buruh yang selalu meningkat
Rendahnya kemampuan atau kapasitas muat bongkar mengakibatkan masa-labuh Dari kapal menjadi lama, sehingga masa berlayar menjadi lebih pendek, frekwensi pelayaran menjadi lebih rendah dan dengan sendirinya produktivitas angkutan menjadi lebih rendah pula. Di lain pihak upah buruh senantiasa berkecendrungan meningkat sehingga biaya operasional bertambah meningkat, akibatnya efisiensi bertambah turun.
Untuk mengatasi kedua hambatan pokok ini, dikalangan pelayaran Internasional timbul gagasan-gasasan seperti :
a. Bantalan-munggah (pallets);
b. Peti Kemas Apung (Lighters aboard the ship/LASH);
c. Peti Kemas (Container);
d. Kapal Tangki (Tankers);
e. Kapal Curah (Bulk-Carrier);
f. Kapal Petak (Cellular Ship);
Dengan diperkenalkannya gagasan-gagasan baru ini, terjadilah perubahan yang besar dalam bidang pelayaran, teristimewa dengan lahirnya Peti Kemas
3. Faedah Peti Kemas
Peti kemas adalah peti yang terbuat dan logam ke dalam mana barang-barang yang lazim disebut muatan umum (General Cargo) dimasukkan. Sejak pemuatan sampai kepada pembongkaran (bahkan sampai ke tempat yang dituju) barang-barang yang dikirim dengan peti kemas tidak dijamah orang, karena dengan peti itu barang dimuat ke atas kapal dan bersama peti itu pula barang dibongkar dan dalam kapal dan diturunkan ke darat.
Peti-Kemas mula-mula diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1958. Keuntungan penggunaan peti kemas dalam pengangkutan barang-bararrg adalah :
a. Muat-bongkar dapat dilakukan dengan cepat dibandingkan dengan muat-bongkar barang-barang dengan pengepakan konvensional.
b. Menurunnya persentase kerusakan karena barang-barang disusun secara mantap di dalam peti kemas dan hanya disentuh pada saat pengisian dan pengosongan peti kemas tersebut saja.
c. Berkurangnya persentase barang-barang yang hilang karena dicuri (Thieft & Pilferage) karena barang-barang tertutup di dalam peti kemas dan logam itu.
d. Memudahkan pengawasan oleh pemilik barang (Shipper) yang bila perlu dapat menyimpan barangnya ke dalam Peti Kemas di arena pergudangan sendiri. Begitupun si penerima dapat dengan mudah mengawasi pembongkaran di arena pergudangannya sendiri (Door to door service), bilamana dikehendakmya.
e. Dapat dihindarkan percampuran barang-barang yang sebenarnya tidak boleh bercampur satu sama lain.
4. Peristilahan Peti Kemas
Dikenal beberapa istilah khusus perperikemasan seperti :


a. Cellular Ships (Kapal Petak)
Dengan diperkenalkannya Peti-Kemas maka dengan sendirnya diperlukan kapal-kapal khusus yang sesuai untuk mengangkut Peti-Kemas termaksud yang lazim disebut Cellular Ships yaitu kapal-kapal khusus yang mempunyai rongga (Cells) untuk menyimpan Peti-Kemas yang berukuran standar; yang dapat dimuat dan dibongkar dengan cepat baik dengan mempergunakan mesin-mesin derek dermaga ataupun mempergunakan mesin derek kapal itu sendiri.
b. T.E.U = Twenty Foot Equivalent Unit (Unit Padanan Duapuluh kaki)
Peti-Kemas ini mempunyai ukuran-ukuran baku (sthndar) yang dite tapkan oleh International Shipping Organization (ISO) yaitu 8 kaki lebar x 8 kaki tinggi, sedangkan panjangnya berbeda-beda antara 10 kaki, 20 kaki dan 40 kaki. Ukuran dasar yang dipakai adalah Peti-Kemas dengan ukuran 20 kaki, sehingga dalam per-petikemasan ini dikenal istilah satuan TEU (Twenty Foot Equivalent Unit), dengan kapasitas isi antara 1 5 - 20 ton.
c. F.C.L = Full Container Load (Peti-Kemas Padat Muat)
Di dalam pengiriman barang dengan mempergunakan PetiKemas terdapat kemungkinan bahwa suatu Peti-Kemas diisi penuh barang dan satu pemililc (Consignor), dan ditujukan juga untuk satu alamat peneritna. Hal ini lazim disebut dengan istilah FCL (Full Container Load).
d. Consolidation (Konsolidasi)
Bilamana beberapa muatan yang terpisah disatukan untuk mengisi satu Peti-Kemas menjadi penuh yang dilakukan oleh pemiik barang sendiri atau oleh EMKL, maupun oleh pelaksana terminal Peti-Kemas, maka hal ini lazim dikenal dengan istilah konsolidasi (Consolidation).
e. L.C.L. (Less than Container Load)
Peti-Kemas tidak berisi penuh sehingga harus disatukan (dikonsolidasikan) dengan barang lain di pelabuhan pemuatan berikutnya. Hal ini lazim dikenal dengan istilah LCL (Less than Container Load).
f. Reefers (Pendingin)
Bila seorang pemilik barang mengatakan bahwa ia akan mempergunakan pendingin (Reefers) maka ini berarti bahwa ia bermaksud akan mengirimkan barang-barang dengan kapal Peti-Kemas yang didinginkan (a Refrigerated Container or Ship).



g. Stuffing (Penyusunan)
Penyusunan Peti-Kemas di dalam kapal maupun di terminal Peti-Kemas dikenal dengan istilah Stuffing.
h. Lain-lain.
Semula Peti-Kemas yang berupa kotak berukuran 8 x 8 x 20 kaki mi dapat diisi hanya melalui mulut pada salah satu ujungnya. Namun perkembangan selanjutnya membutuhkan Peti-Kemas yang juga dapat diisi dan atas (Top Loading), Peti-Kemas berisolasi, Peti-Kemas berpendingin, Peti-Kemas setengah dingin, Peti-Kemas berpintu samping, Peti-Kemas berlapis nylon serta Peti-Kemas dengan rak bagasi.
5. Jenis-jenis Peti Kemas
Dikenal beberapa macam jenis Peti-Kemas, antara lain :
a. RORO (Roll On Roll Off)
Roro adalah Peti-Kemas yang beroda, bahkan ada kalanya bermesin sendiri sehingga pemuatannya ke dalam kapal maupun pembongkarannya hanya memerlukan waktu singkat karena kalau dia beroda tinggal menarik saja sedangkan kalau bermesin sendini akan bisa dikemudikan masuk dan keluar dan perut kapal. Perkembangan Peti-Kemas jenis Roro pesat sekali karena memang dirasakan sangat praktis.
b. LASH = Lighters Aboard Ships (Peti Kemas Apung)
Lash adalah tongkang-tongkang atau barges baik bermesin sendiri maupun hams ditarik, yang dipakai untuk menyimpan muatan. Tongkang-tongkang mi berfungsi sebagai Peti Kemas dan diangkut dengan kapal yang khusus untuk itu. Singkatnya Lash ini adalah juga Peti-Kemas, tetapi pembongkarannya bisa dilakukan di tengah laut karena mampu diambangkan di atas air dan kemudian dengan menggunakan kapal tunda (untuk yang tidak bermesin sendiri), ditarik ke tempat tujuan. Tongkang yang diperlengkapi dengan mesin sendiri, maka begitu dia mengambang di air, dengan tenaga pendorongnya sendiri tongkang itu akan berlayar ke pelabuhan tujuan tanpa kesulitan.
c. Sea-Tram (Peti Kemas Apung Berangkai)
Sea-Tram atau Seabee adalah sama dengan LASH di atas, yaitu tongkang-tongkang dan barges-barges yang besar yang berfungsi sebagai Peti-Kemas di laut.
6. 6. Aneka Cara Pengiriman Barang dengan Kapal Laut
Dengan lahirnya Peti-Kemas maka cara penginman barang lewat laut menjadi sebagai berikut :
a. Pengiriman General Cargo dalam pengepakan peti-peti yang konvensional dan dengan kapal-kapal yang konvensional pula.
b. Pengiriman barang General Cargo dengan Peti-Kemas/tongkang yang diangkut dengan kapal-kapal Peti-Kemas atau kapal-kapal Semi Peti Kemas (Semi Container Vessels).
c. Pengiriman barang-barang curah dengan kapal-kapal yang khusus untuk muatan curah (Bulk Carrier).
d. Pengiriman barang-barang cair dengan kapal-kapal tangki (Tankers).
e. Pada dasarnya Peti-Kemas diangkut dengan kapal-kapal khusus Peti-Kemas yang lazim disebut Cellular Ships. Tetapi ada jua Peti-Kemas yang diangkut dengan kapal-kapal biasa dan kemudian dan situ Peti-Kemas termaksud dipindahkan ke kapal khusus Peti-Kemas. Perusahaan pelayaran yang inelaksanakan pengangkutan Peti-Kemas semacam ini disebut Feeder Line Service.
7. Beberapa Masalah Peti Kemas
Di samping keuntungan yang diperoleh dan penggunaan petikemas, sesungguhnya peti-kemas menimbulkan masalah-masalah yang rumit khususnya bagi negara-neraga berkembang seperti Indonesia ini.
Masalah-masalah itu antara lain sebagai berikut :
a. Suatu Peti-Kemas yang berkapasitas isi rata-rata antara 1 5 sampai 20 ton sudah barang tentu memerlukan peralatan muat-bongkar di darat maupun di atas kapal dengan kapasitas yang sesuai seperti derek darat maupun derek kapal yang berkapasitas di atas 20 ton.
b. Barang-barang yang dimuat dengan Peti-Kemas, apalagi bilamana pengangkutan didasarkan pada. kontrak angkutan Door to Door, sesungguhnya sudah tidak memerlukan gudang-gudang pelabuhan tetapi sebaliknya memerlukan dermaga untuk pelaksanaan muat-bongkar serta terminal Peti-Kemas yang luas di wilayah pelabuhan (Container’s Yard) sebagai lapangan penumpukan Peti-Kemas.
c. Peti-Kemas dengan kapasitas 20 ton itu jelas memerlukan alat-angkut darat pelabuhan seperti Trailer dengan kapasitas di atas 20 ton. Sebagai konsekuensi logis diperlukan perombakan struktur dan daya tahan jalan raya yang sesuai untuk keperluan Peti-Kemas ini. Dengan adanya kemungkinan kontrak pengangkutan bersyarat door to door maka dengan sendirinya memerlukan pula perluasan dan perombakan urusan kepabeanan dan dokumen pengangkutan serta kondisi perasuransian.
d. Oleh karena penggunaan Peti-Kemas lebih cocok untuk barang-barang hasil industri maka khusus bagi Indonesia déngan hasil ekspor sebagian besar terdiri dari hasil pertanian dan perkebunan maka kiranya perlu pengembangan pengepakan yang sesuai untuk Peti-Kemas.
e. Mengingat jumlah dan penyebaran pelabuhan impor-ekspor Indonesia maka pemikiran ke arah pengembangan pelayaran Feeders Senice serta Lash dan Sea Train kiranya akan cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia, sedangkan pengusahaan Peti-Kemas dibatasi path satu atau dua pelabuhan utama, dan juga dibatasi pada peLyaran port to port.
8. Cara Penerimaan dan Penyerahan Muatan Peti Kemas
Penyerahan dan penerimaan muatan barang-barang yang akan diangkut dengan Peti-Kemas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pemuatan melalui Dermaga
Barang-barang dan si pengirim (Shippers) dibawa ke dermaga atau pelabuhan dimana barang-barang itu akan dimuat ke dalam Peti-Kemas yang untuk selanjutnya diangkut dengan kapal laut. Setelah sampai di pelabuhan tujuan Peti-Kemas tersebut ditimbun dalam gudang dermaga (gudang laut Lini - I). Setelah dokumen-dokumen pengapalan dan pemeriksaan pabean maka barang-barang tersebut dikeluarkan dan Peti-Kemas untuk seterusnya diserahkan kepada si penenima barang. Kemudian barang-barang tersebut diangkut dengan kendaraan darat dengan bungkusan-bungkusan atau peti-peti tersendini. Cara ini disebut dengan cara penyerahan dan dermaga ke dermaga.


b. Pemuatan di Tempat si Pengirim
Peti-Kemas dikirim ke arena pergudangan dan si pemiik barang untuk diisi dengan barang-barang yang akan diangkut. Hal ini dilakukan di dalam hal barang-barang yang akan diangkut dimiliki oleh satu orang atau oleh satu perusahaan sebagai pengirim dan akan dikinimkan kepada satu orang atau satu perusahaan saja sebagai penerima. Mengenai volume barang sebaiknya tentulah sesuai den.gan ketentuan “FCL” akan tetapi muatan “LCL” pun dapat diterima. Cara ini disebut penyerahan dani pengirim sampai ke penenima (from Consigner to the Consignee).
c. Pemuatan sebagian Part Cargo
Peti-Kemas diisi untuk sebagian oleh satu perusahaan kemudian dikinimkan kepada perusahaan-perusahaan lain untuk diisi sampai penuh. Pengisian ke dalam Peti-Kemas dengan sendirinya terpaksa dilakukan oleh pegawai-pegawai beberapa perusahaan, maka kemungkinan penyusunan barang di dalam peti-kemas akan menjadi kurang tertib dan bertambah besar kemungkinan bahwa barang menjadi rusak atau hilang. Proses yang sama dapat pula dilakukan di tempat tujuan pada waktu melaksanakan penyerahan barang kepada si penerima. Cara ini disebut penyerahan barang Door to Door Service Part Cargo.

d. Pemuatan FCL
Cara ini adalah sama dengan cara pada butir b di atas tetapi untuk muatan penuh satu unit Peti-Kemas. Sesungguhnya cara mi adalah yang terbaik untuk mendapatkan manfaat yang sepenuhnya dan Peti-Kemas, karena pemasukan ke dalam Peti-Kemas diawasi sendiri oleh pemilik barang. Kemudian karena umumnya barang-barang itu merupakan hasil sejenis maka tidak akan mengalaini gangguan dan barang jenis lain, risiko pencurian pun berkurang sedangkan pembongkaran dapat diawasi sendiri oleh si penerima. Cara penyerahan muatan seperti ini disebut dengan penyerahan Door to Door Service Full Container Load.
9. Jasa Transportasi
Dalam melaksanakan ekspor, para eksportir tidak mengerjakan sendiri seluruh tugas yang menjadi kewajibannya. Sebagian dan tugas itu, lazim diserahkan pada badan usaha lain. Salah satu di antaranya adalah usaha-jasa transportasi atau Freight Forwarder.
Yang dimaksud dengan usaha-jasa transportasi adalah usaha yang bertujuan mewakii tugas penginm barang (Consignor / Shipper/ Exporter) ataupun mewakili tugas penerima barang (Consignee / Importer) yang diperlukan untuk terlaksananya pengiriman barang ekspor maupun impor baik melalui darat, laut maupun udara. Ruang lingkup kegiatan itu meliputi :
a. Menerima barang dan eksportir
b. Menyimpan dalam gudang
c. Melakukan sortasi
d. Mengepak dan memberi merk-dagang dan Shipping-Mark pada kemasan.
e. Mengukur volume dan menimbang.
f. Menyelesaikan “dokumen ekspor” dan “dokumen pengapalan”
g. Mengurus “Booking” pengapalan.
h. Mengurus biaya asuransi, biaya angkutan (darat, laut, udara, kantor-pos), ganti-rugi (claims).
i. Menyerahkan barang pada penerima (consignee) di pelabuhan tujuan.
j. Mengamankan barang, bila ada penolakan penerimaan (Rejection).
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Freight Forwarder ini adalah badan usaha-jasa yang memberikan jasa-jasa untuk menjamin muatan ekspor (khususnya) sampai di pelabuhan tujuan secepatnya dalam kondisi sebaik mungkin dan tanpa menimbulkan banyak masalah bagi eksportir (To make sure that an export shipment arrives at its destination as quickly as possible, in the best possible condition and with a minimum of problems for the exporters). Freight Forwarder ini dapat membantu eksporter dalam berbagai hal :


1. Melakukan penyerahan barang tepat pada waktunya
Sebagaimana kita maklumi persaingan dalam perdagangn ekspor, semakin lama semakin bertambah tajam, terutama di daerah sasaran ekspor di negara industn maju. Pembeli yang mania di negara maju menuntut pelayanan prima (First Class Service) dan pada pensuplainya. Hal ini termasuk penyerahan barang tepat pada waktu yang dijanjikan, atau kalau mungkin lebih dini dan waktu yang dicantumkan dalam kontrak. Untuk keperluan ini jasa dari Freight Forwarder dapat berguna yaitu dalam memesan ruangan di kapal (Boo king Space) dan memperkirakan waktu pengapalan (Sailing date) yang sesuai dengan waktu penyerahan atau (Delivery Time) yang disepakati dengan pembeli.
Hubungan yang terjalin lama antara Freight Forwarder dengan perusahaan pelayaran, memungkinkan pembukuar muatan oleh Freight Forwarder dengan perusahaan pelayaran lebih mudah dapat dilakukan, dibandingkan oleh eksportir sendiri. Tambahan lagi karena semua dokumen ekspor dilcerjakan oleh Freight Forwarder yang dianggap oleh pejabat bea cukai sudah biasa menangani dokumen ekspor tersebut, maka hal inipun sangat memperlancar penyelesaian urusan pabean, sehingga memperlancar pula penyelesaian muat bongkar barang.
2. Memelihara barang supaya tetap dalam keadaan utuh dan dalam Kondisi Baik (Intact & Good Condition)
Di samping Delivery yang tepat, pembeli juga menginginkan barang dalam keadaan utuh dan tidak rusak (Undamaged) sehingga dalam keadaan siap jual atau siap pakai (Ready for Sole or for Use). Jika barang tusak selama dalam pelayaran, maka hal ini akan sangat merusak nama baik (Reputation) eksportir, yang berarti pula akan kehilangan kesempatan untuk rnemperoleh pesanan ulang (Repeat Order). Pembayaran bisa tertunda sampai barang-barang yang rusak itu selesai diperbaiki. Kerusakan ini sebagian bersumber dan cara pengepakan yang kurang tepat.
Pengepakan untuk komoditi tertentu seperti : kopi, teh, kapas, biasanya wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan di mana Freight Forwarder lebih mengetahui ketentuan - ketentuan ini karena sudah biasa menyelenggarakan pengepakan barang-barang untuk ekspor.
Freight Forwarder yang maju kebanyakan telah membiasakan din dan mempunyai peralatan yang lengkap untuk pengepakan barang-barang yang sesuai dengan angkutan Peti-Kemas, pallets dan lain-lain.



3. Menekan biaya serendah-rendahnya
Freight Forwarder membantu eksportir untuk berhemat dengan berbagai cara. Di dalam menentukan persyaratan harga barang-barang ekspor khususnya atas dasar CIF maka Freight Forwarder dapat melakukan penghematan sekurangnya dengan menekan biaya angkutan. Dengan menurunkan biaya / ongkos angkut maka harga ekspor atas dasar CIF akan menjadi lebih kompetitif.
Pada umumnya Freight Forwarder dapat mencarikan perusahaan pelayaran yang dapat memberikan ongkos angkut yang murah bagi pelanggannya. Bahkan untuk komoditi ekspor yang baru pada taraf promosi, Freight Forwarder adakalanya dapat merundingkan ongkos angkut yang khusus dengan perusahaan pelayaran. Hal ini dimungkinkan karena maskapai pelayaran menyadari bahwa bila terdapat komoditi barn yang mempunyai kemungkinan besar untuk ekspor, hal ini berarti suatu tambahan muatan bagi perusahaan pelayaran bersangkutan di masa yang akan datang. Selanjutnya Freight Forwarder juga dapat membrikan saran-saran mengenai tata-cara pengepakan barang-barang Untuk menurunkan baik berat maupun volume (kubikasi dan masing-masing komoditi bersangkutan).
Untuk komoditi ekspor partai kecil Freight Forwarder dapat menawarkan pengangkutan dengan Peti-Kemas atas dasar pelayanan konsolidasi atau lazim juga disebut dengan LCL (Less than Container Load). Cara ini akan sangat bermanfaat mengingat banyaknya eksportir kecil (kerajinan) dan dengan berkembangnya pengangkutan laut dengan memakai Peti-Kemas. Dalam hal ini Freight Forwarder mengumpulkan partai-partai kecil komoditi ekspor ini kemudian memuatnya ke dalam Peti-Kemas di gudangnya sendiri di pelabuhan pemuatan. Barang-barang ini selanjutnya dikirimkan bersama-sama dengan barang lain ke pelabuhan tujuan yang ditentukan serta dibongkar kembali di pelabuhan tujuan tersebut. Pengapalan barang-barang semacam ini diselenggarakan dengan naungan satu konosemen.
Di pelabuhan tujuan agen dan Freight Forwarder menenina dan membongkar Peti-Kemas tersebut serta meneruskan pengiriman masing-masing partai kecil itu ke setiap ala- mat yang dituju. Dengan cara ini masing-masing pemiik barang (Shipper) hanya membayar ongkos yang minimal dan memperoleh keuntungan dan pengangkutan dengan peti kemas seperti terhadap pencurian, gangguan dalam perjalanan dan sebagainya. Dengan demikian Freight Forwarder tidak saja memberikan jasa dalam menurunkan ongkos tetapi juga memudahkan para eksportir kecil dalam membayar biaya ekspor yang beraneka ragam seperti biaya-biaya dokumen, pengapalan, premi asuransi, biaya telex, bea masuk barang dan lain-lain.
4. Membantu mengamankan barang
Seandainya terjadi keterlambatan dalam pelayaran sehingga masa laku ijin impor dan pembeli maupun masa laku dari L/C berakhir sehingga barang-barang yang terlanjur dikirimkan belum dapat diterima ataupun ditolak oleh pembeli, maka dalam hal mi agen dan Freight Forwarder di pelabuhan tujuan dapat diminta bantuannya untuk mengamankan barang tersebut sampai terdapat penyelesaian dengan pembeli bersangkutan.
Begitu pula bila terdapat kerusakan yang mengakibatkan penolakan atas barang tersebut maka Freight Forwarder dapat dimintai pula bantuannya untuk menyimpan barang tersebut sampai ada penyelesaian dengan importir. Dalam hal semacam mi Freight Forwarder biasanya mengirimkan “I.etter of Reservation” kepada perusahaan pelayaran untuk memperpanjang jangka waktu pengajuan tuntutan ganti rugi/Claims.)
Perusahaan Freight Forwarder yang besar adakalanya memberikan juga pelayanan asuransi dengan membuka suatu “Open Marine Insurance Policy” untuk berjaga-jaga bilamana eksportir/pemilik barang lupa atau tidak mengetahui keharusan penutupan asuransi mi maka Freight Forwarder dapat menutup asuransi untuk barang atas nama Freight Forwarder sendiri.
Dewasa ini Freight Forwarder lebih berkembang dengan sangat pesat dalam dunia angkutan udara/penerbangan di samping angkutan laut. Freight Forwarder Angkutan Udara untuk barang-barang ringan dan berharga tinggi seperti : Alat-alat Elektronika, komputer dan alat hiburan berjalan dengan pesat sekali.
10. Pelayaran Samudera
a. Shipping - Company
Yang dimaksud dengan pelayaran samudera (Ocean Shipping Company) adalan perusahaan pelayaran yang mempunyai jaringan-jaringan pelayaran yang menghubungkan antara satu pelabuhan dengan pelabuhan lain hampir ke seluruh pelosok dunia dengan tujuan untuk mempermudah pemindahan barang dan penumpang dan satu tempat ke tempat lain.
b. Liner & Tramper
Shipping Company yang menyelenggarakan pelayaran tetap dan teratur dan yang menghubungkan route-route tertentu disebut liner, sedangkan perusahaan yang tidak mempunyai route tertentu disebut Tramper. Setiap eksportir yang bermaksud mengirimkan barang yang dalam hal ini bertindak sebagai SHIPPER dapat menghubungi agen dan salah satu shipping company guna mendapatkan ruangan di kapal untuk barang-barangnya. Barang-barang yang akan dikirim sudah harus berada di pelabuhan di mana kapal akan berlabuh sebelum closing date yang ditentukan. Closing-date berarti hari terakhir kapal memuat barang di pelabuhan tersebut.
c. Mate’s Receipt (Resi - Mualim)
Barang-barang yang akan diangkut dapat ditenima oleh shipping company dengan dua cara yaitu dengan cara alongside, atau shed (disimpan sementara di dalam gudang). Bilamana barang diterima alongside (di samping kapal), suatu mate’s receipt, yaitu suatu bukti tenima diberikan kepada pengirim barang (shipper), sedangkan kalau barang-barangnya diterimakan di dalam shed (gudang), sebagai tanda tenma untuk shipper diberikan dock receipt atau wharfinger’s receipt. Setelah itu barang dimuat ke atas kapal, dan setelah pemuatan selesai dilakukan barulah shipping company mengeluarkan bill of lading.
d. Bill of Lading (konosemen)
Untuk barang yang benar-benar sudah berada di atas kapal dapat dikeluarkan suatu bill of lading. Bilamana sampai tenjadi suatu Bill of lading sudah dikeluarkan, sedangkan barangnya belum dimuat di atas kapal (misalnya karena kekeliruan) maka pemegang bill of lading mempunyai hak penuh melakukan tuntutan (claims) atas seluruh barang yang disebut dalam B/L itu. Hal ini berlaku bagi “shipped on board” B/L dan bukan “Received for shipment” B/L.
Sebelum B/L diserahkan kepada shipper, maka mate’s receipt harus dikembalikan lebih dulu sebagai tukaran bagi shipping company. Oleh karena B/L merupakan dokumen penting, bahkan dapat dipandang sebagai dokumen yang terpenting, maka di sini akan ditinjau arti dan fungsi dan B/L lebih lanjut. B/L atau selengkapnya bill of lading mempunyai 3 fungsi pokok yaitu :
1) sebagai tanda terima (kwitansi) barang-barang.
2) sebagai bukti pemilikan atas barang dan
3) sebagai bukti adanya perjanjian pengangkutan laut. Berdasarkan fungsinya itu maka definisi dan B/L dapat disebutkan sebagai berikut :
Bill of Lading adalah tanda terima barang yang telah dimuat di dalam kapal laut, yang juga merupakan documents of title yang berarti sebagal bukti atas pemilikan barang, dan di samping itu merupakan bukti dan adanya perjanjian pengangkutan barang-barang melalui laut.
e. Set Lengkap Bill of Lading
Bill of Lading, biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya terdiri rangkap 3 (full set B/L) yang penggunaannya adalah sebagai berikut :
1) (satu) lembar untuk shipper
2) (dua) lembar untuk consignee atau penerima barang.
Akan tetapi mungkin juga consignee menuntut supaya full set diserahkan kepadanya. Untuk setiap lembar orisinal Bill of Lading berlaku hukum “one for all and all for one” yang berarti bilamana salah satu dari lembar-lembar orisinal itu telah ditukarkan dengan Delivery Order (DO) maka lembar-lembar yang lain dengan sendininya menjadi batal. Jumlah lembar B/L yang dikeluarkan disebutkan dalam alinea terakhir dan Bill of Lading itu dengan kalimat sebagai berikut :
Inwitness where of the master or agent had affirmed (signed) 3/3 Bill of Lading all of this tenor and date, the one of which being accomplished the other stand void.
f. Jenis Bill of Lading
Dalam pelayaran samudra dikenal 2 macam bill of lading :
1) received for shipment Bill of Lading,
2) shipped on board Bill of Lading.
Received for shipment B/L dikeluarkan untuk barang yang akan dimuat ke atas kapal, sedangkan shipped on board B/L. adalah B/L yang dikeluarkan untuk barang yang sudah dimuat ke atas kapal tertentu. Yang penting dan kedua B/L ini adalah shipped on board B/L, karena itu untuk setiap kali menerima B/L dan maskapai pelayaran haruslah diperiksa dengan teliti Bill of Lading itu.
Pada alinea pembukaan dan shipped on Board B/L biasanya tercantum kalimat sebagai berikut :
Shipped in apparent good order and conditions on board the steamship.
Kalimat ini merupakan penegasan bahwa barang sudah diterima dan dimuat di atas kapal dalam keadaan baik. Yang dimaksudkan di sini dengan keadaan baik adalah baik dilihat dan keadaan luarnya (pengepakannya) dan karena itu maskapai pelayaran atau agennya berkewajiban pula melakukan penyerahan barang-barang di tempat tujuan kepada yang berhak menerima barang itu dalam keadaan baik pula. Sebaliknya maskapai pelayaran atau carrier tidak dapat di mintai pertanggungjawaban mengenai keadaan isinya selama dan luar terlihat tetap baik seperti semula.

g. Clean & unclean Bill of Lading
Bill of Lading dapat dibedakan berdasarkan “keadaan-barang yang diterima untuk dimuat” sebagai berikut :
1. Clean Bill of Lading.
2. Un-clean Bill of Lading.
Bilamana maskapai pelayaran menganggap keadaan barang yang akan dimuat baik (in apparent good order and conditions) maka Bill of Lading yang dikeluarkan adalah clean Bill of Lading atau B/L bersih dan catatan-catatan. Sebaliknya bilamana keadaan barang yang diterima kurang atau tidak memuiskan misalnya pengepakannya tidak sempurna, maka di dalam B/L dicantumkan “catatan-catatan” seperti : old case (peti tua), stained case, straw wrapped only, unprotected, old gunny bag dan lain semacam itu. B/L yang mengandung catatan sedemikian disebut unclean Bill of Lading atau juga disebut dengan foul Bill of Lading.
Unclean Bill of Lading kurang disukai Bank maupun oleh penerima barang sebab hal itu sudah menunjukkan adanya indikasi yang kurang baik. Kalau pengepakannya kurarrg sempurna, sudah pasti akan lebih cepat membahayakan isinya apalagi karena barang akan dikirim melalui laut, dan kemungkinan dilakukannya muat bongkar lagi di pelabuhan-pelabuhan lain sebelum sampai di pelabuhan tujuan. Oleh karena itu penting sekali supaya barang yang dikirim dengan pengepakan didasarkan pada ketentuan dan export standard packing atau dengan pengepakan yang cocok untuk pengiriman di laut (seaworthy packing). Tetapi adakalanya terpaksa barang-barang dikirim tanpa pengepakan sama sekali seperti mesin-mesin besar, besi beton dan pipa-pipa, dan ada juga barang yang hanya dimasukkan dalam karung goni tua seperti tulang-tulang hewan (cattlebones), maka dalam hal semacarn mi tidak dapat dihindarkan dikeluarkannya unclean Bill of Lading.
Bilamana penerima barang mengharuskan dikeluarkannya clean B/L atau juga syarat-syarat L/C menuntut yang demikian, maka hal ini bisa diselesaikan dengan saling pengertian antara shipper dan maskapai pelayaran. Shipper dapat memberikan suatu surat jaminan (Letter of Indemnity) kepada maskapai pelayaran yang berisi pernyataan bahwa shipper akan menjamin setiap tuntutan (claims) yang mungkin timbul. Berdasarkan surat jaminan itu pada umumnya maskapai pelayaran bersedia mengeluarkan clean Bill of Lading sebagai pengganti unclean Bill of Lading, sepanjang hal itu tidak menyangkut persoalan yang sangat prmnsipial. Sekalipun demikian surat jaminan serupa itu pada dasarnya tidak mempunyai kekuatan hukum, kecuali kepercayaan pada bonafiditas yang mengeluarkan surat jaminan itu semata-mata.

h. Stale Bill of Lading
Yang dimaksud dengan Stale Bill of Lading atau Konosemen basi adalah B/L yang menurut pertimbangan Bank yang menerima/menegosiasi dan “dokumen pengapalan” itu sudah terlambat diajukan ke Bank dan tanggal pengeluaran B/L itu.
Suatu B/L lazimnya dianggap sudah “basi” bila diajukan ke Bank lebih dari 2 - 1 hari dihitung dan tanggal pengeluarannya. Tiap negara dan tiap bank mempunyai ketentuan sendin mengenai tanggal ke “basian” ini. Biasanya Bank menolak untuk membayar “dokumen - pengapalan” yang mengikut sertakan B/L yang sudah basi ini, kecuali mendapat wewenang khusus dan importir dan Opening Bank.
Tujuan dan pem-basian B/L ini adalah untuk melindungi importir dan biaya yang tidak perlu karena kelambatan penyelesaian pabean, sebagai akibat terlambatnya importir menerima “dokumen pengapalan”
i. Pengeluaran Bill of Lading
Pemilikan atas suatu B/L ditentukan oleh kepada siapa Bill of Lading itu dikeluarkan. Dalam hal ini ada 3 macam B/L yang membedakan pemilikan serta hak dan cara-cara pemindahan hak atas B/L tersebut. Pada umumnya B/L dikeluarkan sebagai berikut :
1) kepada order
2) atas nama dan kepada order
3) atas nama
Bilamana suatu B/L dikeluarkan kepada order (to order) saja, maka pemegang (bearer/holder) dianggap sebagai pemilik dan B/L. Bilamana suatu B/L dikeluarkan atas nama dan kepada order, maka pemilik B/L adalah orang atau badan usaha yang disebut dalam B/L itu, yang mempunyai hak pula untuk memindahkan haknya dengan cara yang berlaku bagi pengoperan hak dari suatu B/L dengan sifat kepada order. Bilamana suatu B/L dikeluarkan atas nama, maka pemilik dan B/L adalah semata-mata orang atau badan usaha yang disebutkan di dalam B/L itu saja, sedangkan pengoperan hak atas B/L semacam itu tidak dapat dilakukan dengan cara yang berlaku bagi pengoperan B/L kepada order dan B/L atas nama dan kepada order.
Kecuali ditentukan lain, pada umumnya suatu B/L dikeluarkan atas nama shipper dan kepada order. Sebagaimana diutarakan di atas bahwa B/L merupakan document of.title, maka sampai di situ pemilikan atas B/L masih berada pada shipper. Oleh karena itu supaya shipper dapat menenma pembayaran ataupun juga untuk memungkinkan penerima barang (consignee) menerima barangnya di pelabuhan tujuan, maka hak atas B/L itu harus dipindahkan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan.
Pemindahan hak atas suatu B/L mi dapat dilakukan dengan cara endorsement, yang berarti menandatangani bagian belakang dan B/I. tersebut. Cara endorsement semacam ini lazimnya disebut sebagai “General endorsement” atau “blank endorsement” atau sama juga dengan “endorsement blanco”. Tetapi bilamana endorsement itu dilakukan dengan menyebutkan nama orang atau badan usaha lainnya misalnya :
To Bank Negara Indonesia atau kepada order,
kemudian ditandatangani oleh shipper bersangkutan, maka endorsement semacam itu disebut dengan endorsement atas nania dan kepada order. Pemindahan hak selanjutnya dan B/L yang seperti itu dan satu orang kepada orang lain atau dan satu badan usaha kepada badan usaha lainnya dapat dilakukan seperti tersebut di atas. Tetapi adakalanya B/L dikeluarkan langsung atas nama penerima barang (consignee) maka dalam hal ini shipper tidak perlu lagi melakukan endorsement, sebab secara otomatis pemilikan atas B/L sudah langsung berada pada penerima barang atau consignee itu.
j. Cara Mengisi Formulir Bill of Lading
Pada umumnya setiap maskapai pelayaran sudah menyediakan formulir B/L yang isinya pada umumnya sudah dinormalisasi. Cara-cara mengisi B/L adalah sebagai berikut :
1) Alinea pertama dan B/L berisikan kalimat :
Shipped in apparent good order and conditions by Messrs ….. (Nama shipper).
Pernyataan ini merupakan penegasan telah dimuatnya barang di atas kapal dalam keadaan baik, dan disebutkan nama yang mengirimkan barang (shipper), nama kapal, nama pelabuhan muat, nama pelabuhan tujuan (destination/unloading port) jumlah barang yang dimuat (hanyaknya peti), uraian ringkas dan barang, dan nama penerima barang (consignee)
2) Ruangan untuk nama penenima barang sering diisi hanya dengan perkataan to order, dan kemudian ditambah dengan notify address yang dimaksudkan sebagai alamat penghubung untuk penyelesaian penyerahan barang ditempat tujuan.
3) Adakalanya barang-barang terpaksa harus dipindahkan ke kapal lain (transhipped) yang akan meneruskan pengangkutan sampai ke tempat tujuan. Dalam hal mi tidak perlu dikeluarkan B/L baru tetapi cukup dalam B/L yang pertama disebutkan adanya transhipment ini. Misalnya barang-barang diangkut dan pelabuhan Tanjung Priok dengan tujuan terakhir Liverpool dan memerlukan transhipment di Genoa. Di dalam B/I. disebutkan sebagai berikut :
From Tanjung Priok, to Liierpool, transhipped into ss/ms ….. at Genoa.
4) Ongkos angkut (freight) pada umumnya di dalam B/L dinyatakan dalam United States Dollar. Bilamana ongkos angkut sudah dibayar di muka oleh shipper maka di dalam B/L di cap “freight prepaid”. Pada umumnya di dalam B/L disebutkan tarif ongkos angkut dan jumlah ongkos angkut, akan tetapi adakalanya tarif ongkos angkut ini (freight-rate) dan begitu juga jumlah ongkos angkut (total freight) tidak dicantumkan di dalam B/L, sedangkan ongkos angkut itu sudah dibayarkan di muka oleh shipper, maka B/L di cap dengan “freight paid as arranged” (ongkos angkut sudah dibayar sebagaimana dimufakati).
5) Pada alinea terakhir dan B/L disebutkan banyaknya lembaran asli (orisinal) Bill of Lading yang dikeluarkan (yang ditandatangani) misalnya 3/3, 4/4 dan seterusnya Penulisan 3/3 atau 4/4 ini dan bukan dengan angka 3 atau 4 saja sesuai dengan hukum “one for all and au for one” yang berlaku di dalam Bill of Lading. Ash (orisinal) dan B/L ini yang dapat diperdagangkan disebut “Negotiable Bill of Lading”, sedangkan tembusan-tembusannya yang tidak ditandatangani disebut non negotiable copy, yang penggunaannya hanya untuk keperluan administrasi.
Perlu dicatat bahwa bilamana B/L dikeluarkan atas nama atau biasa disebut dengan Straight Bill of Lading, maka straight B/L mi juga disebut non negotiable B/L, disebabkan sifatnya yang tidak bisa dipindahkan (hak atas B/L itu) dengan cara biasa yang berlaku bagi B/L kepada order umumnya.
11. Shipping Conference And Independence Service
Maskapai pelayaran samudera yang sama-sama melaksanakan dinas pelayaran tetap dan teratur melalui route pelayaran tertentu adakalanya mengadakan suatu perkumpulan yang biasa disebut sebagai shipping conferences, dan maskapai pelayaran yang menjadi anggota dan shipping conferences itu disebut conference liner.
Tujuan dan shipping conferences terutama adalah untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama liner, dan juga untuk menghadapi secara bersama saingan dan perusahaan pelayaran samudera yang tidak mempunyai route tertentu atau teratur (Tramper / Wildevaart). Caranya antara lain dengan mengadakan kerjasama dalam menyelenggarakan pengangkutan muatan. Tarif angkut bersama dan shipping conferences ini disebut conference freight rate.
Kemudian untuk memperkuat posisi dan anggota yang tergabung dalam conference lines masing-masing anggota dapat mengadakan apa yang disebut dengan affreightment contract dengan shipper, di dalam mana antara lain kepada shipper diberikan korting atas ongkos angkut dalam persentase tertentu dan jarninan atas pelayaran tetap dan teratur (regular service). Untuk nienghadapi hal mi maskapai pelayaran yang tidak tergabung atau tramper, dapat memberikan tarif ongkos angkut yang murah kepada shipper, akan tetapi tidak dapat memberikan jaminan atas pelayaran-pelayaran yang tetap dan teratur.
Maskapai pelayaran yang tidak tergabung dalam shipping conferences disebut maskapai pelayaran independent atau independence service.

12. Charter Party
Pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengangkutan barang melalui laut, di samping dapat mempergunakan fasilitas angkutan dan conferences lines dan dan independence service (tramper), dapat pula menyewa sendiri kapal atau lazim disebut mencarter sendiri kapal untuk keperluan mengangkut barang-barang atau penumpang. Peijanjian sewa-menyewa kapal ini antara pemilik kapal (ship owner) dan yang menyewa disebut dengan charter party. Charter atau charter party mi ada 3 macam :
1. Voyage charter
2. Time charter
3. Bareboat charter
Voyage Charter
Perjanjian voyage charter yaitu perjanjian menyewa kapal untuk mengangkut barang-barang dan suatu pelabuhan ke pelabuhanpelabuhan lain untuk satu kali jalan. Ongkos angkut ditentukan sendiri antara pemilik kapal dengan penyewa. Dalam hal ini penyewa atau yang mencharter (charterer) hanya semata-mata sebagai shipper biasa tanpa dibebani dengan tanggungjawab Iainnya.
Time Charter
Time charter adalah surat perjanjian menyewa kapal untuk satu pngka waktu tertentu, misalnya untuk beberapa bulan, setahun dan lain sebagainya. Harga sewa didasarkan atas pertimbangan hal sebagai berikut :
1) lamanya jangka waktu sewa,
2) ukuran dan type dan kapal yang disewa
3) pernakaian bahan bakar dan kapal,
4) apakah kapal baru ataukah kapal tua, kapal lambat ataukah kapal cepat.
Sebabnya ialah karena dalam hal time charter, yang mencharter kapal itu bertanggungjawab misalnya untuk ongkos bahan bakarnya, dan biaya-biaya lain yang berhubungan dengan muatan. Sebaliknya pemilik kapal masih bertanggungjawab atas pembayaran gaji dan upah awak kapal, penutupan asuransi atas kapal, biaya reparasi dan service.
Bareboat Charter
Bareboat charter atau juga disebut demise charter ialah suatu perjanjian sewa kapal yang menyebutkan bahwa yang mencharter bertanggungjawab penuh atas seluruh kapal, yang berarti harus menyediakan sendiri awak kapal, membayar upah dan gajinya, harus memhayar sendiri ongkos reparasi service kapal, membayar bea-bea pelabuhan dan perongkosan lainnya. Pendeknya yang mencarter bertindak seolah-olah sebagai pemilik kapal. Bareboat charter biasanya ditentukan minimum untuk satu tahun. Pencarteran sernacam mi biasa dilakukan oleh pemerintah dan suatu negara untuk mengisi kekurangan ruangan kapal dalam keadaan yang genting dan mendesak misalnya dalam keadaan perang dan untuk mengatasi masalah kongesti barang-barang di pelabuhan.
13. Ketentuan Charter Party
Di dalam charter party perlu dijelaskan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuari yang bersangkutan dengan pencarteran itu antara lain seperti :
a) Nama yang mencarter dan nama pemilik dan kapal.
b) Nama kapal dan keadaan kapal. Keadaan kapal misalnya apakah masih memenuhi syarat untuk pelayaran samudera. Mengenai keadaan kapal dalam charter party misalnya disebutkan dengan perkataan “Good ship” kemudian ditambahkan dengan keterangan mengenai kiasifikasi dan kapal sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan Lloyd’s Register of Shipping ataupun dan Biro Veritas.
c) Perincian dan kapal. Dalam hal ini lazimnya disebutkan kapasitas muat dan kapal yang dinyatakan dengan jumlah tonnage bruto dan nettonya.
d) Ketentuan mengenai pelabuhan-muat dan pelabuhan bongkar (loading & discharging ports). Ketentuan mi perlu untuk voyage charter, tetapi tidak diperlukan jika kapal disewa untuk suatu jangka waktu tertentu. Hanya dalam time charter perlu juga disebutkan tanggal penyerahan kapal dan pemilik kepada pencarter dan penyerahan kembali dan pencarter kepada pemiliknya. Hal ini perlu karena antara kedua tanggal itulah benlakunya time charter.
e) Jenis muatan. Dalam voyage charter perlu disebutkan jenis barang yang akan diangkut dan perlu juga dijelaskan kuanturn yang akan diangkut. Sebaliknya dalam time charter ketentuan mengenai jenis dan kuantum dan barang yang akan diangkut tidak perlu dijelaskan, akan tetapi perlu diterangkan daerah di mana kapal itu akan beroperasi selama jangka waktu berlakunya time charter itu. Dalam hal mi misalnya daerah operasi itu dapat dijelaskan dengan “world wide radius, only ice-bound ports excepted”
f) Posisi kapal pada saat pencarteran. Di dalam voyage charter terutama hams dijelaskan posisi di mana kapal sedang berada. Bilamana pemilik menyatakan bahwa kapal sedang berada di Pelabuhan Amsterdam akan tetapi pada waktunya ternyata bahwa kapal tidak berada di Amsterdam, maka yang mencarter dapat menuntut ganti rugi ataupun membatalkan pencarteran.
g) Pembayaran ongkos angkut. Untuk voyage charter ongkosangkut dibayar atas dasar kuantum yang diangkut, sedangkan untuk time charter atas dasar lamanya jangka waktu pencarteran.
h) Ketentuan mengenai Demurrage dan Dispatch-money. Demurrage adalah ganti-rugi yang hams dibayarkan oleh yang mencarter kapal kepada pemiik kapal jika terjadi kelambatan lambatan waktu muat-bongkar muatan sebagaimana discbutkan dalam charter party. Dispatch money adalah kebalikan dan Demurrage yakni pemilik kapal harus membenkan premi atau bonus kepada penyewa kapal (charterer) bilamana waktu yang diperlukan untuk melakukan muat bongkar muatan ternyata lebih pendek (lebih cepat) dan waktu yang disebutkan di dalam charter party.
i) Lay days. Yang dimaksudkan dengan Lay Days ialah jumlah hari yang diperlukan untuk muat bongkar muatan. Di samping lay days dikenal juga :
1. Weather Working Days : ialah hari yang diperlukan untuk muat bongkar muatan kalau cuaca mengijinkan.
2. Running Days : jumlah hari yang dihitung dalam charter party tidak ada pengecualian mengenai hari libur, han Minggu, dan semacam itu.
3. Working Days : Pada setiap negara ada ketentuan-ketentuan mengenai lamanya jam kerja setiap hari. Misalnya 8 jam dihitung sebagai 1 (satu) hari kerja. Jadi kalau pekerjaan dilakukan terus menerus, dalam tempo 24 jam, maka ini dihitung sebagai 3 (tiga) hari kerja.
j) Broker fee. Bila mana pencarteran dilakukan melalui suatu broker atau perantara maka di dalam charter party supaya disebutkan juga komisi yang hams dibayarkan untuk broker itu.
k) Lien Clause. Yang dimaksud dengan Lien adalah adanya hak pemilik kapal untuk menahan barang yang diangkut sampai ongkos angkut dibayar oleh penyewa atau sanipai sewa kapal dilunasinya.
l) Breakdown clause. Di dalam time charter, maka ongkos bahan bakar (fuel) menjadi tanggungan yang mencarter. Bilamana terjadi kerusakan kapal sehingga tidak memungkinkan pekerjaan diteruskan, maka yang mencarter dapat diberikan ganti rugi selama waktu yang tidak dipergunakan itu. Hal ini biasanya dilaksanakan bilamana kerusakan itu mengakibatkan terhentinya pekerjaan lebih dan 24 jam.
14. Cara Menghitung Ongkos Angkut
Yang dimaksudkan dengan ongkos angkut adalah balas jasa atau suatu kontra-prestasi yang harus dibayarkan kepada maskapai pelayaran yang mengangkut muatan dengan selamat sampai ke pelabuhan tujuan. Di dalam hal ini perlu dibedakan antara ongkos-angkut biasa (lazimnya disebut dengan Bill of Lading freight rate) dan ongkos angkut dan charter party (charter party freight rate).
Ongkos angkut dalam charter party didasarkan atas perjanjian yang dibuat oleh yang mencarter kapal dengan pemilik kapal, yang jumlahnya dapat didasarkan atas banyaknya muatan yang diangkut ataupun atas lamanya suatu kapal disewa atau dicarter. Ongkos angkut yang biasa atau B/L freight rate dihitung atas dasar salah satu dan 3 macam cara sebagai berikut :
1) dihitung atas dasar berat barang
2) dthitung atas dasar volume barang
3) dihitung atas dasar harga barang.
Maskapai pelayaran berhak menentukan salah satu dan ketiga cara itu yang kiranya akan lebih menguntungkan bagi maskapal pelayaran.
Bilamana maskapai pelayaran merasa akan lebih mendapatkan hasil dalam arti kata akan memperoleh jumlah ongkos angkut yang lebih besar bilamana ongkos angkut dihitung atas dasar berat barang yang diangkut, maka ongkos angkut yang hams dibayar oleh shipper akan didasarkan pada berat barang ini, sebaliknya bilamana jumlah yang akan diterima oleh maskapai pelayaran akan lebih besar bila didasarkan atas volume barang, maka ongkos angkut itu akan diperhitungkan atas volume barang itu.
Kesatuan hitung dalam penetapan ongkos angkut dipakai ton, sedangkan kesamaan mata uang biasanya dipakai British shilling ataupun US Dollar. Oleh karena maskapai pelayaran boleh memilih antara berat barang dan volume maka perlu diadakan persamaan antara ukuran berat dan ukuran isi, sehingga dalam menghitung ongkos angkut dikenal kesatuan hitung Sebagai berikut :
per weight ton atau
per measurement ton.
per weight ton adalah sama dengan : 2.240 lbs.
per measurement ton sama dengan : 40. cubic feet (cu.ft).
Hal ini berarti bahwa muatan-muatan yang enteng atau ringan dan yang membutuhkan ruangan yang luas ongkos angkutnya dihitung atas dasar volumenya, sedangkan barang-barang yang berat akan dihitung ongkos angkutnya atas dasar beratnya itu. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya sebuah barang yang dimasukkan dalam sebuah peti dengan ukuran sebagai berikut :
panjang 5 feet (kaki)
lebar 4 feet (kaki)
tinggi 3 feet (kaki)
berat 2.240 lbs (pounds)
Dan contoh di atas ternyata:
volumenya: 60 cubic feet (5 x 4 x 3 feet) beratnya : 2.240 lbs.
Hal ini berarti menurut volumenya maka barang tersebut adalah sama dengan l/2 measurement Ton (60 cu ft. = l/2 x 40 cu. ft). Sedangkan menurut beratnya maka barang tersebut adalah sama dengan : 1 weight ton (2.240 lbs = 1 weight ton). Di dalam hal denñkian maka bagi maskapai pelayaran akan menguntungkan untuk menghitung ongkos angkut atas dasar volume barang cebab jumlah freight akan menjadi ½ x basic rate (tarif freight per ton) sedangkan kalau dihitung atas berat barang maka jumlah ongkos angkut hanya 2 x basic rate.
Untuk barang-barang yang berharga seperti logam mulia dan perhiasan, ongkos angkutnya dihitung atas persentase dari harganya. Di samping itu untuk barang-barang yang sulit ditentukan ukurannya ataupun bentuknya, begitu juga untuk barangbarang yang tiap kesatuannya terlalu berat, maka ongkos angkut dthitung atas dasar keseluruhannya (per lumpsum). Barang semacam ini misalnya mesin berat ataupun barang-barang bulk.
15. Dead Freight
Adakalanya shipper sudah meminta kepada maskapai pelayaran untuk menyediakan ruangan untuk memuat barang di kapal, tetapi kemudian ternyata ruangan yang sudah disediakan itu tidak jadi dipergunakan maka di dalam hal ini pemilik kapal berhak menuntut ganti rugi atas ruangan yang tidak jadi dipergunakan itu. Uang ganti rugi semacam ini di sebut Dead Freight.
Uang dapat sebagai transaksi Ekonomi, dan ternyata sekarang ini juga digunakan orang sebagai transaksi politik......